Pada temaram malam nan pekat
Ada bintang memang bertaburan
Namun sang bintang malam ini sedang berselimut
Katanya, terbata kala kutanya, ia bilang menggigil dan takut
Sang bintang hanya mampu berbaring, berjajar rapi
Bak ikan pindang di semenanjung bahari
Ia punya peran, jadi penghias lazuardi nan luas
memandang itu anganku jadi terbang bak layang-layang
Angaku bergelayutan, gentayangan..
Angan..kau, hanya menebak, dan mengira, menerawang ia
Menembus lorong waktu
Berjalan menuju masa depan yang tertatih titahkan
Sedang Pandang mataku dikala ini
Masih jua tertuju pada satu yang buat ku terharu
Mencoba menyibak apa yang ada
Nampaknya ada yang elok rupanya, tuk dinikmati
Itu kata yang muncul dari bibir nyinyirku
"Ah... mulut berdusta kau", demikian hati bicara spontan mengelaknya
Lalu teringatku, akan petuah guru
Pandang mata, itu beda dan pandang hati,
Laksana
Ada dalam sisi mata uang satu kepingan
Atau juga dalam satu lembaran
Pun jua dimungkinkan..?
Ya, sungguh benar kata guru
Mengapa aku harus menggerutu menderu,
Selayak itu kah kau, Wahai aku...
Apa benar, sedang pandangmu belum tentu
Anda dan Kamu bisa memandangnya benar, kadang
Kadang jua Aku, Beliau, Mereka lalu Kita... melihatnya salah
Hampir tuju kali jarum itu memutar
Berkeliling tuju kali, bagai thawaf mengitari kakbah...
Padang Dinihari surabaya, (04:05). 14 Okt 2013
Ada bintang memang bertaburan
Namun sang bintang malam ini sedang berselimut
Katanya, terbata kala kutanya, ia bilang menggigil dan takut
Sang bintang hanya mampu berbaring, berjajar rapi
Bak ikan pindang di semenanjung bahari
Ia punya peran, jadi penghias lazuardi nan luas
memandang itu anganku jadi terbang bak layang-layang
Angaku bergelayutan, gentayangan..
Angan..kau, hanya menebak, dan mengira, menerawang ia
Menembus lorong waktu
Berjalan menuju masa depan yang tertatih titahkan
Sedang Pandang mataku dikala ini
Masih jua tertuju pada satu yang buat ku terharu
Mencoba menyibak apa yang ada
Nampaknya ada yang elok rupanya, tuk dinikmati
Itu kata yang muncul dari bibir nyinyirku
"Ah... mulut berdusta kau", demikian hati bicara spontan mengelaknya
Lalu teringatku, akan petuah guru
Pandang mata, itu beda dan pandang hati,
Laksana
Ada dalam sisi mata uang satu kepingan
Atau juga dalam satu lembaran
Pun jua dimungkinkan..?
Ya, sungguh benar kata guru
Mengapa aku harus menggerutu menderu,
Selayak itu kah kau, Wahai aku...
Apa benar, sedang pandangmu belum tentu
Anda dan Kamu bisa memandangnya benar, kadang
Kadang jua Aku, Beliau, Mereka lalu Kita... melihatnya salah
Hampir tuju kali jarum itu memutar
Berkeliling tuju kali, bagai thawaf mengitari kakbah...
Padang Dinihari surabaya, (04:05). 14 Okt 2013
No comments:
Post a Comment