Saturday, 26 October 2013

Antara Kopi Luwak dan Pelacur

Sebagai pemakan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, dan bunga-bungaan, luwak (viverridae) merupakan binatang yang pandai memilih makanan. Ia selalu makan biji kopi yang baik dan matang. Biji kopi itu lalu mengalami proses fermentasi dalam pencernaannya. Itulah yang membuat rasa kopi ini berbeda. Aromanya lebih harum serta ada rasa pahit dan getir asam yang lebih khas dan spesial. Jadi, kopi luwak yang terkenal nikmat dan mahal tersebut sebenarnya berasal dari tumpukan kotoran. Kotoran, secara kasat mata memang kotor dan menjijikkan. Namun, dalam kehidupan nyata, tak semua yang terlihat kotor dan menjijikkan itu memang begitu adanya. Pelacur misalnya.

Belajar Ar-Roja’ dari Pelacur

Pelacur, bak pedang bermata dua: dicinta dan dicerca. Mendengar namanya saja bagi sebagian orang sudah membuat jijik dan muak, namun buat sebagian lagi mereka adalah teman sesaat sebagai penghibur hati yang duka. Walau dengan segala upaya telah dilakukan untuk memberangusnya, namun profesi tertua di bumi ini masih tetap saja ada.
Pelacur adalah contoh gamblang para pendosa, simbol neraka yang kerap diucapkan oleh para ulama, sosok yang keberadaannya mengundang kecaman warga. Pendek kata ia adalah musuh utama masyarakat beragama.
Tapi, apakah memang sebegitu mulianyakah kita sehingga merasa berhak merendahkan mereka? Seakan kitalah pemilik surga yang bisa memasukkan penzina itu ke neraka. Kalau anda berpendapat demikian, maka saya akan mengajak Anda melihatnya dari sisi yang berbeda. Perjalanan hidup terkadang memang aneh, justru dari pelacur hina itulah saya mendapat pelajaran berharga tentang arti sebuah asa.
Pada suatu kesempatan wawancara, seorang pelacur ditanya, “Apakah mbak tidak ingin meninggalkan kehidupan seperti ini dengan hidup normal dan membina sebuah keluarga?“ pelacur tersebut menjawab “Justru karena saya ingin punya suami, maka setiap melayani tamu saya berdoa kepada Gusti Allah agar tamu tersebut senang kepada saya dan kelak menjadi suami saya!”

Jawaban yang luar biasa. Bayangkan, dalam keadaan berzina saja ia berdoa! Asa, harapan atau Roja’ (dalam terminologi Islam) bukan hanya sekadar kata yang diucapkan, namun oleh pelacur tersebut Roja’ sudah menjadi bagian dari hidupnya sendiri.

No comments:

Post a Comment