Sunday, 13 October 2013

Menuntut Ilmu dan tetap Menghargai Orang-Orang yang Berilmu

Ilmu ibarat perangkat lunak (software) sebuah computer. Berkat ilmu, manusia bisa mengenal dirinya, alam dan Tuhannya. Tanpa ilmu, manusia akan buta dan primitif seprimitif binatang buas. Manusia yang berbudaya dan berperadaban adalah manusia-mausia yang berilmu. Perbedaan manusia zaman purba dan zaman modern terletak pada sisi ini.
Sebelum jauh membahas tentang pentingnya ilmu, saya mau mengilustrasikan sebuah cerita menarik untuk anda di bawah ini:
Sebuah perusahaan percetakan yang sangat terkenal di sebuah kota mengalami kelumpuhan. Hal ini disebabkan karena mesin yang merupakan alat utama di percetakan itu mengalami kerusakan. Bisa di bayangkan (dibayangkan atau dihitung ya???), berapa kerugian percetakan itu, yang sudah seminggu tidak bisa beroperasi. Dalam sehari, percetakan itu mampu menghasilkan keuntungan Rp 500.000.000,-, berarti dalam seminggu ini, perusahaan sudah mengalami kerugian sebesar 3,5 milyar lebih. Belum lagi biaya produksi yang mandek dan pesanan serta complain dari pelanggan.
Berbagai cara sudah ditempuh oleh pemilik perusahaan percetakan itu. Seluruh teknisi dalam perusahaan percetakan itu sudah dikerahkan untuk memperbaiki mesin, tetapi tidak juga berhasil. Karena tak kunjung baik, pemilik percetakan terpaksa memanggil dan menyewa teknisi dari luar, tapi itupun hasilnya nihil. Pemilik perusahaan sudah kehabisan akal. Biaya perbaikan yang mahal yang harus ditanggung perusahaan, tapi mesin belum juga bisa beroperasi.
Tibalah giliran teknisi yang tak punya nama (tidak terkenal), dia baru menyelesaikan S1 disebuah perguruan tinggi (yang itupun tidak terkenal) untuk memperbaiki mesin percetakan itu. Pemiliki perusahaan dan orang-orang disitu tidak terlalu mempercayai kemampuan teknisi ini. Tetapi karena tidak ada pilihan lain, sehingga diapun diizinkan melihat kondisi mesin. Penampilannya yang memang tidak terlalu meyakinkan, membuat orang-orang ragu akan kemampuannya (maklum dia mahasiswa teknik yang baru selesai). Setelah melihat dan memeriksa keadaan mesin beberapa saat, dia lalu mengeluarkan palu karet kecil, dari dalam tasnya. Di pukulnya beberapa bagian mesin sebanyak tiga kali.
Lalu apa yang terjadi??? Ternyata pukulan tiga kali dengan palu karet itu membuat mesin kembali menyala normal. Orang-orang disekitarnya merasa kagum akan kemampuan teknisi ini.
Karena dia tenaga lepas, tidak ada perjanjian upah sebelumnya. Pemilik perusahaan percetakan pun menanyakan kepadanya berapa upah yang dia inginkan. Teknisi itu langsung saja menjawab “seratus juta empat ribu rupiah” Pemilik perusahaan percetakan kaget, kok begitu mahal, terjadilah tawar-menawar diantara mereka, tapi tidak terjadi kesepakatan. Untuk menyelesaikan masalah ini, mereka datang kepada orang bijak yang ada disitu. Orang bijak ini menyarankan kepada teknisi kalkulasi ongkos yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin tersebut itu.
Teknisi itu kemudian mengkalkulasi ongkos perbaikan mesin tersebut:
1. Biaya transport Rp 1.000,-
2. Biaya memukul bagian mesin yang rusak @ Rp 1.000,- / satu kali pukulan x 3 pukulan = Rp 3.000,-
3. Biaya mengetahui yang mana mau di pukul Rp 100.000.000,-
4. Jumlah keseluruhan 100.004.000,- (seratus juta empat ribu rupiah)

Dari penggalan cerita diatas, dapat dilihat bahwa biaya mengetahui yang mana mau dipukul sebesar seratus juta rupiah (mengetahui yang mana mau dipukul itulah ilmu). Ilmu memang mahal, dan kadang tidak rasional dan berat diterima bagi orang-orang yang tidak berilmu. Seperti pemilik perusahaan diatas, dia hanya melihat dari luarnya aja, bahwa memperbaiki mesin itu cukup dipukul tiga kali, padahal ada teknik bagaimana cara memukul, yang mana harus dipukul, dan lain-lain.
Masalah tersebut diatas sering juga dialami oleh seorang psikolog (ditemani ngobrol 1 jam bayar Rp 100.000,-), atau seorang dokter (periksa sana, periksa sini bayar Rp 100.000). sekilas memang tidak terlalu repot dan tidak terlalu susah, siapapun seakan-akan bisa melakukannya. Sadarkah kita bahwa proses ngobrol-ngobrol (psikolog) atau periksa sana periksa sini (dokter) membutuhkan biaya besar dan proses waktu yang lama, tidak semua orang bisa melakukannya
Hanya orang yang berilmu yang akan menghargai ilmu itu sendiri. Ilmu memang mahal dan membutuhkan proses waktu yang lama untuk mendapatkannya, dan terkadang harus mengorbankan segalanya untuk sebuah ilmu.
Untuk menguji kepekaan anda akan pentingnya ilmu, saya akan memberikan sebuah ilustrasi kasus di bawah ini:
Suatu hari anda tersesat di dalam hutan. Sudah tiga hari anda jalan terus-menerus hingga bekal yang anda bawa pun habis, anda sudah terancam kelaparan. Hingga anda tiba ditepi sungai, bertemu dengan seorang pemancing. Karena dia lihat anda kelaparan, dia memberikan anda dua pilihan (tidak boleh memilih dua-duanya):
a. Memberikan anda ikan sebagian hasil tangkapannya…
b. Mengajari anda cara menangkap ikan…
Ingat perjalanan anda masih jauh, menurut informasi dari orang itu, sekitar 4 hari pejalanan…
Pilihan mana yang anda pilih ( a atau b). Awas salah pilih, karena akan membuat anda mati kelaparan di tengah hutan.
Benar apa yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib “Banyak harta akan membuat kita tambah susah karena harus menjaganya, tetapi dengan banyak ilmu akan mempermudah hidup kita, karena dia yang akan menjaga kita”…. Ilmu akan mudah dibawa kemana kita pergi, dan akan setia menemani hingga ke kubur sekalipun.

Mari menuntut ilmu dan tetap menghargai orang-orang yang berilmu….

No comments:

Post a Comment