Friday, 18 May 2012

Kenakalan Remaja atau Kenakalan Orangtua

Dra. Rustinah

Kepala Perpustakaan Universitas Negeri Bangka Belitung (UBB)
Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja makin meluas. Para pakar dan psikolog selalu mengupas masalah yang tak pernah habis-habisnya ini. Kenakalan remaja, sudah seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus, yang kian hari semakin rumit dan kompleks. Ditambah dengan kian kuatnya arus modernisasi dan teknologi yang bermanfaat memudahkan penyebaran informasi juga membawa dampak negatif yang cukup luas bagi masyarakat.
Kenakalan remaja, biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal menjalani proses-proses perkembangan jiwanya. Baik saat mereka remaja maupun pada masa kanak-kanak. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya.
Seringkali didapati ada trauma pada masa lalu mereka. Seperti trauma lingkungan dengan mengalami perlakuan kasar dan tidak menyenangkan, maupun ekonomi yang membuat mereka merasa rendah diri.
Mengatasi kenakalan remaja, berarti harus menata kembali emosi remaja yang tercabik-cabik. Emosi dan perasaan mereka yang telah rusak karena merasa ditolak oleh keluarga, orangtua, teman, maupun lingkungan sejak kecil, dan gagalnya proses perkembangan jiwa mereka.
Berbagai trauma dalam hidup dan konflik-konflik psikologis yang menggantung dalam diri mereka harus diselesaikan. Dan mereka harus diberi lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya.
Pertanyaannya: tugas siapa yang harus melakukan itu semua Orangtuakah Sedangkan orangtua sudah terlalu pusing memikirkan masalah pekerjaan dan beban hidup lainnya. Saudaranyakah Mereka juga punya masalah sendiri, bahkan mungkin mereka juga memiliki masalah yang sama. Pemerintahkah Atau siapa lagi
Tak mudah untuk menjawabnya. Tapi, memberi mereka lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak dengan baik, akan banyak membantu kita mengurangi kenakalan remaja. Minimal, tidak menambah jumlah kasus yang ada.
Kenakalan Orangtua
Lalu, salah siapakah jika timbul kenakalan remaja Si anak, ataukah orangtua Karena, banyak orangtua memang tidak mampu berperan sebagai orangtua yang seharusnya. Mereka hanya menyediakan materi, sarana dan fasilitas bagi si anak, tanpa memikirkan kebutuhan batin mereka. Orangtua juga sering menuntut banyak hal, namun lupa untuk memberi contoh yang baik kepada anaknya.
Ketika membicara masalah kenakalan remaja, kita kerap lupa terhadap suatu hal. Yaitu hukum kausalitas. Sebab, kenakalan seorang remaja, selalu dikristalisasikan menuju faktor eksternal lingkungan. Kita pun jarang memperhatikan faktor terdekat dari lingkungan si remaja, yaitu orangtua.
Kita selalu menilai, bahwa banyak kasus kenakalan remaja terjadi karena lingkungan pergaulan yang kurang baik, seperti pengaruh teman yang tidak benar, pengaruh media massa, sampai lemahnya iman seseorang.
Padahal, ketika berbicara mengenai iman, kita mempersoalkan nilai, dan biasanya melupakan sesuatu, yaitu pengaruh orangtua. Didikan orangtua yang salah, bisa saja menjadi faktor sosio-psikologis utama dari timbulnya kenakalan pada diri seorang remaja.
Apalagi jika kasus negatif menyerang orangtua si remaja, seperti perselingkuhan, perceraian, dan pembagian harta gono-gini. Dari sini, mungkin kita perlu mengambil istilah baru: ”kenakalan orangtua”.
Orangtua, sering lupa bahwa perilaku mereka akan berakibat pada diri anak-anaknya. Karena, kehidupan ini tak akan lepas dari trasi contek-menyontek prilaku yang pernah ada. Bisa juga karena ada pembiaran orangtua terhadap perilaku anak yang mengarah pada kesalahan, sehingga yang salah pun menjadi kebiasaan.
Para orangtua jangan berharap anaknya menjadi baik, jika orangtuanya belum menjadi baik. Sebenarnya nurani generasi ingin menghimbau, ”Jangan ajari kami selingkuh. Jangan ajari kami ngomong jorok, tidak jujur, malas belajar, malas beribadah, terlalu mencintai harta belebihan, dan lupa kepada Sang Pencipta.”
Karena itu, mari -para orangtua- merenung, bahwa kenakalan tak selalu identik dengan remaja. Karena banyak kenakalan justru dilakukan oleh para orangtua, baik di rumah, masyarakat, maupun pemerintahan. Yang akhirnya menjadi inspirasi bagi para remaja untuk berbuat nakal.
Ikatan Keluarga dan Masyarakat
Banyak bentuk dari kenakalan yang dilakukan orangtua yang dilakukan sengaja aatau tidak, tapi jarang disadari pengaruhnya terhadap perkembangan psikologi anak menjadi berperilaku nakal. Seperti kenakalan orangtua dalam ikatan keluarga, di masyarakat dan pemerintahan.
Dalam ikatan keluarga, contohnya seperti kebiasaan suka berkata-kata kasar, menghujat atau memaki, mengajari anak melakukan perlawanan ketika diganggu orang lain, suka menyakiti anak secara fisik dan psikis, merokok seenaknya di depan anak-anak, dan lain-lain tergolong masalah akhlak.
Juga seperti kebiasaan mengabaikan pelaksanaan syariat, sholat misalnya, bahkan tidak pernah sholat, membiarkan anak gadisnya tidak menutup aurat, bergaul bebas (pacaran), atau minum-minuman keras, dan lain-lain.
Sementara kenakalan orangtua di masyarakat, contohnya kebiasaan menciptakan suasana yang tidak produktif. Seperti kebiasaan para bapak saat pagi, siang dan malam yang suka nongkrong sambil main gaple atau bermain catur. Walau tidak menggunakan uang (judi), tapi sikap ini sama artinya tidak mencontohkan anak untuk menjaga kehormatan diri, apalagi kehormatan keluarga.
Sedangkan para ibu juga suka ngumpul sambil berghibah atau memfitnah, menghambur-hamburkan uang dengan gaya hidup konsumtif untuk berbelanja di mal atau supermarket, dan bergaya hidup mewah.
Ironisnya, orangtua pendidik yang lalai ini, juga bisa mudah kita temui di sekolah maupun kampus. Padahal, lembaga pendidikan adalah tempat yang aman untuk menimba ilmu pengetahuan atau belajar, tapi kenyataannya banyak para pendidik –yang juga orangtua- justru memberi contoh tidak baik kepada anak didiknya. Seperti melakukan perbuatan asusila, menganiaya anak didik secara fisik, menjual ilmu demi keuntungan materi, atau sering melakukan dosa pendidikan.
Orangtua yang menjadi pemilik media massa cetak maupun elektronik juga banyal yang ”hobi” menampilkan bacaan, gambar dan tontonan yang merusak akhlak berbau pornografi, kekerasan, dan seks bebas. Mereka selalu berlindung atas nama bisnis.
Sementara kenakalan orangtua dalam pemerintahan dapat dilihat dari banyaknya orangtua melakukan korupsi, mengambil kebijakan menaikkan biaya pendidikan, BBM, memahalkan biaya kesehatan, suka membuat janji-janji tapi melupakannya, suka melakukan pungli dan suap menyuap.
Belum lagi kenakalan untuk suka melanggengkan kemaksiatan, memberi izin usaha prostitusi/lokalisasi, perjudian, diskotik dan pabrik minuman keras, dengan dalih devisa. Termasuk juga menerapkan aturan kehidupan yang tidak benar dan tidak baik, yaitu pola hidup kapitalisme-sekularisme, termasuk juga sosialisme-komunisme.
Nasehat yang Tidak Dilakukan
Sekarang mari kita urai satu persatu petuah atau nasehat-nasehat yang sering kita -sebagai orangtua- berikan kepada anak-anak kita, namun sering tidak kita lakukan:
? Melarang anak untuk berbicara kasar, padahal kita sering berkata-kata kasar pada mereka.
? Melarang anak untuk tawuran atau ringan tangan, tapi kita sering menganiaya mereka secara fisik, atau kita suka berkelahi di depan anak-anak, adu jotos di forum terhormat DPR ketika bersidang karena merasa tidak sepaham.
? Melarang anak berbohong atau jujur, padahal sudah berapa kebohongan yang kita ciptakan kepada mereka.
? Melarang anak mengkonsumsi narkoba, padahal banyak orangtua menjadi pemakai dan bandar narkoba.
? Melarang anak bergaul bebas atau pacaran, padahal kita melakukan hal serupa di masyarakat atau kantor dengan perselingkuhan.
? Melarang anak minum-minuman keras dan berjudi, padahal banyak orangtua menjadi bandar judi dan pemilik pabrik minuman keras, bahkan peminum dan penjudi.
? Melarang anak merokok, padahal kita sudah sering membakar uang dengan merokok di depan mata mereka. Atau, kita juga menjual rokok dan pemilik pabrik rokok.
? Marah ketika anak tidak shalat atau beribadah, padahal kita suka melalaikan bahkan tidak menunaikan kewajiban shalat.
? Menghimbau agar anak jangan melihat pornografi, padahal kita sering menonton tayangan, membaca, mengakses situs-situs porno. Bahkan, kitalah pemilik media cetak, penulis naskah, dan pembeli media-media pornografi.
? Melarang anak menonton televisi terus menerus, tapi orangtua menjadi pengkonsumsi paling utama televisim dan suka bergadang menonton televisi.
? Sering menasehati anak untuk tidak berghibah atau memfitnah oranglain, tapi kita malah suka melakukannya.
? Marah ketika mengetahui anak sering nongkrong dan keluar malam, padahal kita juga sering melakukan hal yang sama, bahkan terkadang baru pulang ke rumah di waktu Subuh.
? Menasehati anak agar rajin sekolah, tetapi kita malah malas bekerja, bahkan sering mangkir dari kantor.
? Mengeluhkan mengapa anak malas membaca, padahal kita juga sangat jarang terlihat suka membaca.
? Sering mengajari anak untuk tidak melawan kepada orangtua, tapi kita dulunya suka melawan orangtua kita.
? Marah ketika mengetahui anak suka mencuri, padahal kita sering mencuri uang negara, atau sering mendapat rezeki yang tidak halal. Wallâhua`lam.

No comments:

Post a Comment