Beberapa bulan yang lalu, seorang teman mengisi kolom status facebook miliknya dengan kata-kata berikut :
"Mendengar, mencerna kata demi kata, merenung dan berpikir, hingga mendapatkan kesimpulan... lalu menindaklanjuti... naaaah... yang terakhir ini yang paling susah..."
Yaa... bicara teori saja, memang mudah. Lancar-lancar saja mulut kita bicara. Namun tidak demikian halnya dengan mengupayakan adanya suatu formulasi jawaban yang tepat guna serta tepat sasaran, terhadap masalah yang sedang kita hadapi. Kita cenderung mati gaya, bahkan mungkin diam saja, karena tidak mampu berbuat apa-apa.
Sering kali, kita menganggap memecahkan suatu masalah, bukanlah perkara mudah. Kenapa bisa ada pemikiran seperti itu ya?
Karena, pada saat kita merenung, kita malah larung dalam tangis, meratapi adanya masalah sebagai nasib yang membuat kita susah, bukannya berusaha mencari jalan keluar atas masalah yang sedang dihadapi.
Inisiatif diri seakan tidak ada, karena belum apa-apa sudah mengatakan tidak siap, padahal belum “mencoba melangkah” untuk menemukan jalan pemecahan masalah. Alasannya, tidak percaya diri, atau takut mendapat malu. Takut salah.
Ada sederetan nada-nada sumbang yang bergetar namun tak mampu terucapkan. Demikian pula dengan sikap kita, nyaris tak bergeming, seperti sudah mati rasa. Jangankan mengambil tindakan, bahasa tubuh kita saja sudah menunjukkan sikap orang yang pesimistik dan penuh dengan keraguan, seperti sikap orang yang tidak siap menerima tantangan.
Perlahan-lahan mundur sebelum bertempur. Tak punya nyali atau keberanian diri mengambil sikap. Kita seperti orang “bermasalah” karena tidak mampu keluar dari masalah kita sendiri.
Dalam kesempatan berbeda, menasehati orang lain, kita jagonya. Akan tetapi, kita justru mengalami kesulitan saat harus menjalankan suatu rencana aksi, sebagai upaya nyata dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang kita hadapi. Bisanya meminta / menanti bantuan orang lain saja.
Ragam persoalan di dalam hidup ini, baik susah atau mudah, terkadang membuat kita seakan berada dibawah bayang-bayang ketakutan tak mampu untuk berbuat sesuatu. Padahal, kita sendiri belum melakukan apa-apa (mencoba berbuat sesuatu), kita sendiri belum menyampaikan pandangan kita.
Terkadang, meskipun sudah mencoba berbuat sesuatu seatraktif mungkin, dan sudah pula mencoba untuk mengkomparasi sejumlah teori pemecahan masalah (katanya, biar tidak salah membuat dasar pertimbangan), akan tetapi tetap saja kita merasa terintimidasi oleh keadaan, bingung atau merasa tidak yakin dengan kemampuan diri sendiri.
Alasannya, karena kita tidak tahu aral mana yang akan dipilih untuk dijalani, meskipun semua arah pemecahan masalah yang kita bangun, sudahlah tepat.
Beberapa orang bahkan sampai jatuh sakit atau mengalami stress berat, karena tak kunjung berhasil keluar dari masalah yang sedang dihadapi. Karakter dan perilaku seseorang memang bisa berubah apabila terlalu lama berada dalam tekanan. Minimal, ritme kehidupan tak lagi sama.
Tersesat dalam kebimbangan, membuat peluang untuk kembali menjadi orang yang merdeka dari masalah, terhenti seketika. Seakan ada yang mengganjal dan membuat langkah terhenti, utamanya, kalau masalah yang sedang dihadapi, bertutur tentang : masa depan, hubungan asmara dengan orang lain, atau kemampuan dan kesanggupan diri untuk dapat survival dalam hidup ini.
Hidup penuh dengan masalah, memang bukanlah impian. Namun hidup tanpa ada masalah, adalah keadaan yang tidak membuat kita belajar, mengetahui cara menyikapi atau menyelesaikan masalah dalam hidup ini.
Pada dasarnya, masalah merupakan “model” pembelajaran hidup terbaik, jika kita ingin melihat dan mengetahui bagaimana realita kehidupan dan tatanan / perspektif keadaan yang tidak terbayangkan sebelumnya, atau ketika kesalahan harus segera ditangani agar tidak menimbulkan dilematika baru di kemudian hari.
Apalagi kalau seseorang telah menghadirkan anggapan : tidak semua permasalahan bisa diselesaikan dengan mudah, dan tidak semua upaya penyelesaian masalah, bisa dilakukan secara tuntas.
Oleh sebab itu, setiap permasalahan harus segera diselesaikan agar tidak menjadi lebih complicated atau menghadirkan masalah baru. Jadi, jangan pernah kita membiarkan masalah berlarut-larut tidak terselesaikan, dan menghantui benak pikiran kita. Diam itu, tidaklah emas.
Sebuah pepatah lama mengatakan : Manusia bisa karena biasa. Mungkin kalau ingin diterjemahkan secara bebas, pepatah itu bisa diartikan, sebagai : pengalaman merupakan guru yang berharga.
Demikian pula halnya dengan adanya keberanian mengemukakan pendapat atau pandangan, yang dinyatakan sebagai upaya memecahkan masalah. Jika kita tidak pernah ragu untuk menyampaikan pendapat atau pandangan, maka semakin cepat pula kemampuan daya nalar kita untuk mencari, menemukan, dan memformulasikan jawaban dari sebuah pemecahan masalah.
Sedangkan pada sisi yang lain, terlalu sering seseorang mengatakan tidak mampu, tidak berani, atau tidak siap, selain bisa menimbulkan stigma negatif orang lain, juga bisa mempengaruhi sikap agresif seseorang untuk dapat cepat bertindak menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Merendah boleh-boleh saja, tapi membodohi diri sendiri, sebaiknya jangan.
Oleh sebab itu, menghadirkan pola berpikir kritis, merupakan sebuah kebutuhan, karena sikap kritis akan membuat perhatian seseorang, sepenuhnya tertuju pada upaya penyelesaian masalah secara tuntas.
Selain itu, kita juga harus menumbuhkan keberanian diri untuk menghadapi problema kehidupan, dengan menyampaikan opini, saran dan masukan, pandangan, atau bahkan, sebuah konsep pemecahan masalah.
Sebuah keberanian untuk menjawab permasalahan yang sedang dihadapi, harus kita hadirkan. Manfaatnya, keberanian akan mendorong diri kita untuk bisa menunjukkan segenap potensi yang kita miliki, dengan mengeksplorasi segenap pengetahuan dan kemampuan diri, pada saat berada diantara kuatnya tekanan permasalahan yang sedang kita hadapi.
Selain untuk menunjukkan kualitas diri kita, juga untuk menguji kemampuan kita dalam mengurai dan memecahkan masalah, dengan mengeksplorasi segenap pengetahuan dan peningkatan kinerja kita.
Apabila kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan baik, sama artinya kita tidak membiarkan adanya tekanan yang datang dan menghantui diri serta pikiran kita. Sebuah tekanan yang justru membuat kita lemah dan terlihat lemah, yang datangnya dari cibiran mulut orang lain atau dari bayang-bayang perasaan yang tak menentu.
Ketika sebuah keberhasilan berhasil kita capai, akan menghadirkan kebanggaan pada diri sendiri. Dan ketika kita bisa menunjukkan diri, mampu menyelesaikan masalah yang sedang kita hadapi, maka keberhasilan itu akan memberikan nilai tambah bagi diri kita sendiri di mata orang lain.
Jadi, tidak akan ada kebuntuan suasana dan hati yang nelangsa karena masalah yang menggantung, sebagai akibat dari berlarut-larutnya upaya penyelesaian masalah karena kita memilih diam seribu bahasa. Kita harus bisa bersikap fleksibel, tidak hanya terpaku. Ada kegairahan dan daya upaya untuk membuat diri kita terbebas dari masalah.
Well, berdiam diri saja, tidak membuat kita bisa memecahkan masalah.
God give us a smart brain, two ears, and one mouth. With all of that, you can do something, before you talk too much. Inspiring and motivating yourself with some of good idea’s, not to be silent. Make your body move. Be agressive.
After that, you must try, try again, try again, and again, and again. You must believe that you can make everything is gonna be alright (again). That is one of the key of a success (ada satu kemauan, ada kegigihan, ada rasa percaya diri, ada semangat tinggi serta ada keberanian... untuk bicara).
You must do something, karena tidak selamanya diam itu emas. Tidak selamanya...
.Sarlen Julfree Manurung
No comments:
Post a Comment