Thursday, 30 April 2009

Pemilu 2009, Kisah Rumit yang Tak Indah untuk Pendidikan Politik Kita

Banyak hal yang masih belum benar dilakukan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2009 yang lalu, membuat komunikasi dan kegiatan politik yang dilakukan oleh para politisi kita tidak layak untuk dijadikan model pembelajaran politik yang baik bagi generasi muda bangsa. 

Padahal, dunia politik tidak hanya terkait pada bagaimana cara mengapresiasikan cara pandang dan ideologi politik pribadi maupun sekelompok politisi kedalam kerangka sistem perpolitikkan atau tatanan hukum negara nasional, atau upaya mengaktualisasikan hal-hal yang telah disepakati untuk dilaksanakan dengan mengedepankan konsep pengambilan keputusan politik secara konstitusional, namun terkait pula dengan bagaimana upaya berbagai elemen atau komponen politik dapat membangun komunikasi serta pendidikan politik yang bermartabat dan berwibawa, untuk kepentingan dan kemajuan bangsa di masa yang akan datang.

Adanya sejumlah kepentingan politik membuat para politisi dan elite politik bangsa kita lebih senang bermain-main pada ranah yang hanya bertujuan untuk menyenangkan hati komunitas atau kelompok mereka semata, dimana sikap mereka itu sesungguhnya telah melupakan upaya mendasar dan yang seharusnya mereka lakukan, yaitu untuk membangun image politik Indonesia yang bersih dari perilaku curang serta tidak demokratis.

Manipulasi serta upaya penggelembungan suara terjadi semenjak pemilu dalam tahap persiapan dan terjadi dimana-mana. Pada proses selanjutnya, segenap protes dan ungkapan penolakan hasil pemilu dengan mudahnya ditanggapi hanya dengan pernyataan : "Terima saja dulu, mari kita pikirkan agar pelaksanaan pemilu Presiden dapat berjalan lebih baik."

Ketika masyarakat menaruh harapan besar akan adanya penyegaran pribadi-pribadi yang mengisi struktur penyelenggara negara melalui pemilu, ternyata masyarakat justru disodori berbagai tindakan melemahkan makna dan arti demokrasi, yaitu dengan cara membenarkan berbagai tindakan yang salah dan dipaksa menerima sesuatu hal yang masih belum benar dalam pelaksanaannya.

Sesuatu yang masih belum benar dipaksakan agar dapat diterima. Padahal, segala sesuatu yang tidak atau belum benar, pasti akan menghasilkan banyak hal yang tidak atau belum benar pula di masa yang akan datang. Why? Karena dasarnya sudah tidak benar.

Dalam pelaksanaan pemilu legislatif tanggal 9 April 2009 yang lalu, masyarakat memang benar-benar dipaksa untuk menerima sesuatu yang salah dan belum benar dilaksanakan untuk masuk dalam sistem pembagian kekuasaan negara, yaitu dengan menggunakan metode pembenaran, bahwa mengulang pemilu hanya akan menghabiskan biaya.

Inikah kondisi yang dianggap benar dan ingin dikembangkan dalam tatanan kehidupan berpolitik di negara kita?

Pada tahapan selanjutnya, pesta demokrasi justru menjadi ranah persaingan antar elite politik dalam memperebutkan kursi puncak kekuasaan. Koalisi dibangun agar dapat menjadi bagian dari orang-orang yang memiliki kuasa. Masalahnya, kata kompromi sulit dicapai untuk membangun koalisi karena masing-masing pihak ingin menjadi yang paling berkuasa.

Keriuhan pembentukan koalisi dan penentuan calon pendamping pemimpin bangsa, segera menjadi bahan pembicaraan di media. Masyarakat yang sudah berada pada titik gamang atas kondisi perpolitikkan nasional, menyaksikan semangat besar untuk berkuasa dari para elite politik bangsa, yang dengan mengatasnamakan rakyat, saling mengembangkan konsep berpikir normatif menurut pandangan diri mereka atau kelompok mereka sendiri, untuk memenuhi hasrat ambisius yang membuat kaki mereka lupa memijak tanah. 

Ingin berkuasa membuat suara rakyat tidak didengar. Saat ini, suara rakyat hanya ditampung, namun tak pernah ada niat untuk diakomodasikan. Semua elite politik partai pemenang pemilu langsung merasa menjadi pihak yang paling berhak didukung untuk berkuasa. Mereka bilang : "Ini kompetisi, bung!"

Dimanakah kebebasan masyarakat untuk memilih yang terbaik dalam kehidupan berdemokrasi itu diletakkan, kalau masyarakat sendiri tidak dilibatkan?

Politik di negara kita memang merupakan gerbong serta sarana mengakali dan mencari keutungan pribadi atau kelompok semata. Motivasi untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa, entah ada pada urutan ke berapa.

Para elite politik nampaknya lupa kalau perilaku mereka dilihat oleh generasi muda bangsa kita, yang notabene sangat awam dengan dunia politik. Generasi muda bangsa, yang sejumlah orang diantaranya akan menjadi penerus aktifitas politik yang selama ini mereka lakukan sebagai politisi, ternyata mendapatkan pola pembelajaran politik yang tidak baik untuk dikembangkan dalam negara yang mengembangkan semangat demokrasi seperti negara kita, Indonesia.

Inikah yang harus generasi muda pelajari dari dunia politik kita? Politik memang lentur bagaikan karet. Tapi itu bukan berarti kepentingan masyarakat bisa dilupakan hanya karena para elite politik ingin menjadi penguasa atau orang yang paling berkuasa di negeri ini.

Terlalu besar rasanya ongkos politik yang harus rakyat tanggung karena para elite politik kita selalu membatasi langkahnya untuk mendorong kemajuan pola pendidikan politik generasi muda, sebab mereka terlalu sibuk dengan upaya memperebutkan kursi panas di parlemen dan pemerintahan, hingga akhirnya muncul anggapan kiranya sah-sah saja untuk melupakan kemajuan hidup rakyat.

Mereka bilang, diri mereka sadar kalau keberadaan mereka adalah untuk membangun rakyat. Bagaimana kenyataan? We know lahhh...

Apakah rakyat pernah meminta lebih? Tidak, rakyat Indonesia hanya ingin mereka dapat hidup layak dan negara ini tidak tegang hanya karena ramai-ramai mencoba memperebutkan kursi kekuasaan. Masyarakat hanya ingin adanya pemerintahan dan wakil rakyat yang benar-benar berpihak pada mereka, dan bukan hanya pada sekelompok orang saja.

Kepada para politisi, jadilah pribadi-pribadi manusia yang dapat memberikan pembelajaran politik yang baik kepada generasi muda penerus bangsa. Negara ini ada bukan hanya untuk hari ini tapi juga untuk masa yang akan datang. Keutuhan negara ini adalah tanggung jawab Bapak-Ibu politisi sekalian. Jadilah panutan pada masyarakat, berikanlah pendidikan politik yang benar dan bermartabat agar Indonesia tetap jaya hingga masa waktu ratusan tahun lamanya.

Hiduplah Indonesia Raya... 

Wednesday, 29 April 2009

Belajar Mendengarkan Nasehat Orang Lain

Banyak orang yang sering kali terpaku oleh faktor-faktor kebiasaan yang selama ini biasa dijalani. Pada satu sisi, sejumlah faktor-faktor kebiasaan itu, bukanlah sesuatu hal yang penting, namun memberikan dampak besar terhadap rasa nyaman saat menjalani alur kehidupan. Sedangkan pada sisi yang lain, ada juga sejumlah faktor-faktor kebiasaan yang menjadi sumber inspirasi dalam hidup ini.

Akan tetapi, kita juga jangan mengartikulasikan segenap faktor-faktor kebiasaan kita secara bebas dalam lingkup pergaulan kita, karena tidak semua orang sependapat bahwa kebiasaan kita itu layak untuk dipertahankan, atau untuk sesuatu yang baik menurut kita, belum tentu baik di mata orang lain.

Faktanya memang demikian. Kehidupan pergaulan memang mengajarkan banyak hal. Ada saatnya mengajarkan kebaikkan, namun ada pula nilai-nilai buruk yang menonjol. Dalam hal ini, kita harus bisa memilah-milah dan memberikan pembedaan dalam menunjukkan sikap atau gaya pergaulan kita, karena seleksi alam dapat terjadi apabila kita tidak dapat menyesuaikan diri.

Janganlah kita memelihara hal-hal yang tidak baik. Kita juga harus bisa menerima apabila ada orang-orang disekitar kita yang ingin "mengkoreksi" perilaku kebiasaan buruk yang melekat dalam diri kita. Kita tidak dapat terpaku pada pendirian kita saja, terutama apabila masyarakat yang ada di sekitar kita sudah mulai ada yang mengatakan kata-kata : "Coba rubah perilaku burukmu..."

Ketika ada orang yang mengatakan pada diri kita untuk merubah perilaku buruk kita, itu tandanya orang tersebut sayang sama kita dan tidak ingin kita memiliki perilaku buruk dalam diri kita. 

Awalnya mungkin kita akan tersiksa menerimanya. Kita akan merasa seakan-akan telah dihakimi. Tapi itu hanya awalnya saja, karena kita terlalu terbawa perasaan kita, tanpa kita mau menyadari adanya kebenaran dalam nasehat seseorang tersebut. Nasehat itu, bukanlah sebuah tanda penghinaan atau kita mengartikannya kalau diri kita sedang direndahkan. 

Janganlah kita selalu menilai dari sisi negatif, karena nasehat itu bertujuan agar kita dapat hidup secara positif. Apabila kita pikirkan dan telaah baik-baik adanya nasehat tersebut, kita akan tahu bahwa melakukan sesuatu yang disampaikan seseorang itu, bukanlah sebuah kesalahan.

Pada dasarnya, didalam kehidupan, ada proses pembentukan jati diri dan sikap diri. Apabila kita ingin diri kita menjadi pribadi yang benar-benar (seutuhnya) menyenangkan, selayaknya kita tidak menyimpan kejelekkan sikap atau perilaku buruk, yang bisa membuat kita berada dalam lembah "rasa bersalah" atau "rasa amarah" karena gak suka dinasehati orang lain.

Ingat! Kita bukanlah orang suci. Tidak seluruh hidup kita dijalani dengan benar. Saya pun mengakui kalau gaya dan cara hidup saya, belum benar seluruhnya. Tapi melalui tulisan saya ini, saya ingin mengajak rekan-rekan untuk dapat menerima adanya nasehat dari orang lain, tanpa menghadirkan prasangka buruk atau pikiran yang menganggap, bahwa diri kita sedang dihakimi pada saat dinasehati orang lain. Jangan... Jangan seperti itu.

Ketika orang lain menasehati, itu sama artinya orang lain ingin kita "tampil" lebih baik. Itu bukan menyesatkan, itu bukan bermaksud menyudutkan, tapi memperbaiki. 

Cobalah untuk tidak membuat respon sebelum kita mendengarkan. Bagaimanapun, kalau kita ingin didengarkan orang lain, kita juga harus mau mendengarkan orang lain. Itu namanya, kita menjaga keseimbangan penerimaan dalam berpendapat atau mengembangkan struktur dialog yang tepat.

Apabila orang lain ingin kita hidup benar dan menjalani cara atau gaya hidup benar, apakah itu sebuah kesalahan? Tidak, sama sekali bukan. Itu namanya, orang lain tersebut telah menyatakan kasihnya pada kita, dan tidak menginginkan kita terlena dan akhirnya tetap menyimpan perilaku buruk dalam diri kita. Orang lain itu, sedang menginginkan yang terbaik dari diri kita.

Belajarlah untuk mendengarkan nasehat orang lain (nasehat positif tentunya yaaa), karena itu berarti kita mau belajar untuk hidup benar dan menjalani hidup ini dengan benar. 


.Sarlen Julfree Manurung

If Our Leader

Ketika pimpinan kita tutup mata dan telinga, apa yang harus kita lakukan? Tidak ada, selain menunggu ia membuka mata dan telinganya, atau salah satu darinya...

Tak Sekedar Indah Di Depan Mata

Kalau Anda mau melihat sesuatu itu memang benar-benar indah, tutuplah mata Anda dan pandanglah keindahan itu dalam hati, bukan dalam gelapnya mata yang tertutup. Why? Supaya ketika Anda membuka kembali mata Anda, Anda tahu, bahwa yang Anda lihat didepan mata Anda sekarang, memang seindah yang Anda lihat di hati Anda.

Mata Anda tidak akan pernah bisa melihat keindahan dalam gelap, tapi mata hati Anda, BISA...

Tuesday, 28 April 2009

UAN, Mendorong Siswa Menjadi Pelajar yang Berkualitas

Hari ini adalah hari kedua bagi siswa-siswi SMP kelas 3 (sekarang disebut kelas IX) menempuh Ujian Akhir Nasional (UAN).

Bagi para siswa kelas 3 SMP dan SMA (kelas IX dan XII), UAN memang menakutkan. Adanya bayang-bayang tidak lulus ada didepan mata para siswa, terutama bagi siswa yang merasa tidak menjawab dengan baik seluruh atau sebagian besar soal-soal yang dijadikan pertanyaan ujian.

Tahun ini pemerintah menetapkan syarat kelulusan siswa pada nilai 5,5. Sebenarnya, nilai 5,5 itu masih dibawah nilai rata-rata. Namun bagi banyak siswa, mendapatkan nilai kelulusan diatas atau sama dengan 5,5 pada saat UAN, bukanlah perkara yang mudah. Apalagi kalau soal-soal yang ditanyakan dalam UAN, tidak seperti yang mereka pelajari selama ini di bangku sekolah.

Kesiapan diri para siswa memang ditentukan oleh upaya para siswa untuk belajar dan mengasah kemampuan nalar mereka untuk segera memahami soal demi soal yang ada dipertanyakan dalam UAN.

Pada sisi yang lain, kesiapan seorang siswa menempuh UAN juga ditentukan oleh ketenangan diri setiap siswa, dimana seorang siswa diharapkan tidak mudah larut dalam perasaan nervouse yang berlebih-lebihan, sesaat sebelum mengikuti ujian dan pada saat mengikuti ujian, karena apabila sebelum dan pada saat ujian para siswa sudah nervouse, berbagai persiapan yang telah dilakukan dapat hilang seketika apabila perasaan nervouse lebih mendominasi benak pikiran.

Sikap tenang akan membuat seorang siswa dapat tetap berkonsentrasi untuk bisa mengerjakan soal-soal yang diujikan. Kepintaran seorang siswa seakan tak berarti apabila siswa yang sedang mengerjakan soal ujian tersebut dalam posisi tegang, tertekan, dan tidak tenang.

Mengerjakan soal-soal ujian dalam UAN merupakan sebuah tantangan. Anggaplah UAN itu adalah sebuah tantangan. Seorang siswa ditantang untuk bisa menjawab soal-soal yang diujikan agar bisa lulus dengan nilai sama dengan 5,5 atau diatasnya.

Pemerintah memang memiliki alasan tersendiri kenapa UAN dipakai sebagai syarat kelulusan seorang siswa dari bangku sekolah di tingkat SMP dan SMA. Dalam hal ini, pemerintah adalah pihak yang paling berkepentingan untuk menghadirkan pelajar Indonesia yang berkualitas serta dapat bersaing dengan pelajar-pelajar lain di seluruh dunia.

Sekarang tinggal bagaimana usaha para siswa dapat menjadi pribadi-pribadi terpelajar yang "berkualitas" dan dapat bersaing dengan pelajar lain di seluruh dunia. Banyak pelajar Indonesia yang menjadi juara olimpiade berbagai bidang ilmu pengetahuan. 

Menjadi seseorang yang dinilai berkualitas, bukanlah sebuah mimpi. Semua orang yang telah menerima pendidikan di sekolah, bisa menggapainya, karena semua siswa memang dapat melakukannya.

Pemerintah menentukannya melalui standar nilai tertentu dalam UAN. Dapatkah para pelajar kita seluruhnya bisa lulus? Itu mungkin saja terjadi.

Bagi sejumlah orang, kualitas, mungkin bukanlah segalanya. Tapi menjadi seseorang yang dinilai berkualitas, itu harus ada dalam diri setiap pribadi Warga Negara Indonesia, agar setiap generasi bangsa ini, dapat benar-benar diisi oleh orang-orang yang berkualitas dan selalu siap mengisi pembangunan dengan hal-hal yang berkualitas pula.

.Sarlen Julfree Manurung

   

Monday, 27 April 2009

Karena Bisu-Tuli, Riama Dibuang Orang Tuanya

Hari Selasa yang lalu adalah hari yang membuat aku setuju dengan pendapat yang mengatakan, bahwa kasih sayang itu merupakan sebuah kondisi yang harus terus dipelihara dan dijadikan bagian terpenting yang tak bisa dilepaskan begitu saja dalam ikatan keluarga, yaitu antara orang tua dan anak-anak mereka.

Pada hari Selasa lalu itu, aku benar-benar berada pada kondisi emosional yang teramat mendalam, bukan karena aku pribadi mengalami suatu peristiwa yang membuat aku patah hati atau patah semangat, namun karena aku berada pada suatu situasi hati yang teramat terenyuh.

Terjadinya pada malam hari, saat aku nongkrong di warung tenda pecel lele milik Pak Huda. Sebenarnya aku tidak berniat nongkrong malam itu. Namun karena udara terasa gerah aku rasakan, aku pun akhirnya melangkah keluar rumah untuk merasakan angin yang bertiup sepoi-sepoi di udara terbuka.

Untuk mengisi suasana, aku dan Pak Huda terlibat pembicaraan seputar pemilu dan anak perempuan tetangga kami yang kabur dari rumah karena tidak mendapat restu berpacaran dari orang tuanya. 

Ketika sedang asyik-asyiknya ngobrol, tiba-tiba perhatian kami tertuju pada sisi lain warung tenda, dimana seorang tukang ojek tiba-tiba menepi, menghampiri seorang anak kecil yang terlihat kebingungan.

Kami sebenarnya tidak mendengar apa yang dibicarakan oleh si tukang ojek dan anak kecil itu. Tidak lama, si tukang ojek meninggalkan anak kecil itu sendirian.

Raut wajah anak kecil itu terlihat sedih dan agak ketakutan karena ditinggal sendirian. Melihat situasi tersebut, aku dan Pak Huda mencoba untuk bertanya kepada anak kecil itu, kenapa ia berdiri disana dan kemana tujuannya.

Pertanyaan yang kami ajukan, nampaknya cukup jelas terdengar oleh anak kecil itu namun iat tidak menjawab meskipun aku dan Pak Huda menanyakannya berkali-kali. Melihat hal tersebut, kami pun memanggilnya agar mendekat. Ia tidak memberikan reaksi apapun meskipun kami memintanya baik-baik.

Aku lalu berinisiatif menawarkan anak itu es teh manis agar ia dapat minum. Tawaran itu disambut anak kecil itu dan ia pun mendekat dan duduk dihadapan kami.

Anak kecil itu mengenakan baju kaos lengan panjang warna kuning, celana panjang jeans warna merah, dan memegang 2 kantung plastik yang ternyata isinya adalah 3 bungkus kacang rebus dan 2 aqua gelas. Wajahnya terlihat lusuh dengan rambut agak kemerahan karena terbakar matahari.

Ketika kami mulai bertanya, aku dan Pak Huda cukup kaget dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada anak kecil itu dan kenapa anak kecil itu tidak memberikan jawaban ketika kami berkali-kali bertanya padanya. Tahukah kalian kenapa anak itu tidak menjawab ketika kami menanyakan banyak hal padanya? Ternyata anak kecil itu bisu dan tuli. Hiks...

Ya, kami mengetahui bahwa anak kecil itu bisu-tuli saat kami menanyakan nama anak kecil itu. Secara spontan aku berusaha memahami apa yang diucapkan tentang nama dari anak kecil itu dengan membaca gerak bibirnya. Ia menyebutkan : RAMA.

Aku tidak yakin. Aku pun meminjam pulpen dari seorang penjaga warung rokok yang letaknya tidak begitu jauh dari tempat kami duduk dan bertanya pada anak kecil itu. Kepada Pak Huda aku meminta sobekan kertas. Pulpen dan kertas itu aku serahkan pada anak kecil itu.

Dari tulisan tangannya, aku baru mengetahui kalau nama anak itu adalah : RIAMA. 

Aku pun mencoba bertanya kembali dengan menggunakan bahasa isyarat apa adanya (agar anak kecil paham dengan pertanyaan yang aku dan Pak Huda tanyakan padanya) tentang dimana tempat tinggal Riama. Dari mulut mungilnya terucap kata "SETU", yaitu nama suatu daerah di Bekasi.

Bisa dibilang, daerah SETU cukup jauh dengan daerah Pondok Kelapa, tempat aku tinggal. Melihat keberadaan anak kecil itu yang berdiri sendiri di pinggir jalan tanpa ditemani oleh orang dewasa yang bisa menuntun dan menjaga dirinya, aku berpikir kalau anak kecil itu baru saja ditinggalkan oleh orang tuanya.

Sepertinya, orang tua Riama merasa terbebani dengan kondisi bisu-tuli Riama, sehingga mereka meninggalkan Riama sendirian di tengah jalan, yang jaraknya cukup jauh dari rumah orang tua Riama. Orang tua Riama hanya meninggalkan 3 bungkus kacang rebus dan 2 gelas aqua agar Riama dapat bertahan hidup.

Apabila kondisinya sama seperti yang aku bayangkan, jelas, apa yang sedang dialami Riama adalah sebuah tragedi kemanusiaan. Seorang anak dibuang oleh orang tuanya karena anaknya memiliki kekurangan, yang dirasakan membebani orang tua dari si anak.

Selanjutnya, kebingungan pun muncul. Rasanya tidak mungkin membiarkan Riama tetap berada di jalan. Tapi untuk mengantarkannya pulang, aku juga tidak begitu paham dimana letak daerah SETU itu pastinya.

Kebingungan aku segera terjawab ketika Pak Rohmat, seorang tukang ojek yang telah aku kenal, berhenti di dekat kami. Kepada Pak Rohmat segera aku paparkan apa yang sedang terjadi berikut analisa yang sempat terlintas di benak aku, bahwa Riama sepertinya dibuang oleh kedua orang tuanya. 

Pak Rohmat sempat memaki-maki orang tua Riama. Sesaat kemudian, Pak Rohmat mengemukakan bahwa ia bersedia mencoba mengantarkan Riama dan mencoba mencari tahu dimana rumahnya. 

Pak Rohmat merasa, kalau upayanya itu tidak akan menemui banyak kesulitan berarti karena Abang dari Pak Rohmat tinggal di daerah SETU juga. Menurut Pak Rohmat, apabila benar orang tua Riama tinggal di daerah SETU, dengan dibantu Abangnya, ia akan dapat dengan mudah menemukan dimana rumah orang tua Riama. 

Kalau tidak malam itu, mereka akan mencoba mencari pagi harinya. Riama akan diminta untuk menginap di rumah Abangnya Pak Rohmat kalau malam itu tidak mungkin dilakukan pencarian rumah orang tua Riama.

Alasannya, keakraban diantara sesama warga SETU, terjalin cukup baik, dimana diantara sesama warga SETU, saling mengenal.

Keinginan Pak Rohmat itu aku sambut dengan baik. Kepada Riama aku meminta ia agar ikut dengan Pak Rohmat untuk diantar pulang ke rumahnya. Wajah Riama terlihat berubah ceria ketika mengetahui niat baik Riama tersebut.

Sebenarnya, sampai kemarin malam, aku belum tahu bagaimana kondisi Riama, apakah ia sudah kembali ke rumahnya atau belum. Oleh sebab itu, ketika bertemu dengan Pak Rohmat tadi pagi, aku menanyakan bagaimana dengan upaya mencari rumah Riama.

Pak Rohmat mengatakan, bahwa sampai saat ini rumah orang tua Riama belum ditemukan. Riama sendiri sempat merubah-rubah pernyataan sehingga menyulitkan upaya pencarian rumah orang tuanya. Saat ini, untuk sementara waktu, Riama tinggal di rumah Abangnya Pak Rohmat di SETU.

Aku berharap dan berdoa, semoga rumah orang tua Riama dapat segera ditemukan. Apabila dapat ditemukan, sikap keras Pak Rohmat mungkin dapat membuat orang tua Riama harus menghadapi tuntutan hukum karena mencoba menelantarkan anaknya.

Yang aku tahu, watak Pak Rohmat itu, keras. Tapi, diantara kerasnya sikap, ternyata Pak Rohmat memiliki hati yang lembut, penyayang, dan memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi juga. Kiranya Tuhan memberkati Pak Rohmat.

Aku juga berharap, tidak ada lagi orang tua seperti orang tua Riama, yang mencoba untuk melepaskan tugas dan tanggung jawabnya untuk merawat Riama, anaknya, hanya karena anaknya itu memiliki kekurangan secara fisik.

Kepada para orang tua yang membuat anaknya menderita dengan membuangnya, aku berharap negara dapat menuntut para orang tua tersebut dengan hukuman yang seberat-beratnya, karena tindakan yang mereka lakukan, dapat membuat hati sang anak terluka dan meninggalkan kesan yang dapat mengganggu kondisi psikologis anak yang dibuang anaknya.

Hentikan kekerasan kepada anak SEKARANG...!!! 

INGAT...!!! Anak adalah titipan Tuhan, apapun kondisi anak, itu adalah pemberian Tuhan, terimalah sebagai anugerah karena banyak pula orang tua yang sudah bertahun-tahun menikah namun tidak memiliki anak. Tuhan telah menitipkannya kepada para orang tua untuk dirawat, dijaga, dan dibesarkan dengan cara-cara yang benar serta penuh kasih sayang.

Benar-benar sebuah tragedi kehidupan...

Sebenarnya, aku juga memiliki satu penyesalan atas peristiwa yang menimpa Riama. Penyesalanku muncul karena aku tidak memotretnya, agar bisa aku upload di tulisan aku ini. Siapa tahu ada diantara teman-teman di facebook yang mengenali wajah Riama dan dapat mempermudah pencarian rumah atau orang tua dari Riama

Selalu Berpikir Positif

Beberapa hari yang lalu, saya membaca artikel tulisan teman saya yang diberi judul : Konsep Diri Positif.

Saya tertarik dengan thema tulisan itu karena saya melihat, banyak orang yang sulit menikmati indahnya hidup ini ketika diri mereka terlalu sering menterjemahkan keadaan atau situasi yang dihadapinya dengan selalu menghadirkan pola berpikir negatif.

Menerapkan konsep berpikir positif dalam memandang satu atau sejumlah permasalahan kehidupan, memang tidaklah mudah. Dikatakan demikian, karena banyak anak manusia yang cenderung lebih mudah mencerna atau memandang sesuatu pada sisi negatifnya, sedangkan sisi positifnya dilupakan.

Bisa dibilang, kondisi seperti itu sudah menjadi fenomena umum di tengah-tengah masyarakat kita. Ketegangan pikiran yang disebabkan oleh beratnya beban pekerjaan, adanya sejumlah permasalahan hidup yang sedang dihadapi, atau dalam posisi emosional, sering kali membuat seseorang tidak dapat berpikir positif terhadap keadaan atau situasi yang sedang dihadapi.

Padahal, imajinasi dan cara pandang seseorang atas hal-hal yang bersifat negatif, cenderung bersifat ekspresif semata. Artinya, semuanya diungkapkan dalam bentuk mengira-ngira atau menduga-duga.

Oleh sebab itulah, banyak orang yang kemudian salah kaprah karena mengalami kesulitan untuk memandang adanya sisi positif pada situasi atau keadaan yang sedang dihadapinya, dimana keadaan tersebut, kelak, dapat menimbulkan prasangka buruk, berhembusnya gosip murahan, atau munculnya tuduhan yang nilai kebenarannya masih belum bisa dipastikan.

Konsep diri berpikir positif merupakan cara pandang seseorang sebelum dirinya memberikan penilaian terhadap suatu peristiwa, dimana keadaan itu membuat seseorang bisa menghindari adanya anggapan berkonotasi negative karena telah memberikan suatu penilaian tanpa dasar atau menyampaikan opini pribadi yang disampaikan dengan emosional. 

Dalam hal ini, konsep berpikir positif adalah usaha pribadi seseorang untuk membahagiakan diri mereka dengan memikirkan setiap ucapan, langkah atau keputusan yang dibuatnya agar sesuai nalar serta tidak menghadirkan pemikiran-pemikiran jelek atau perkataan yang tidak perlu dinyatakan.

Pengertian lainnya, konsep berpikir positif adalah upaya besar kita untuk mendikte setiap alur pemikiran dan pola sikap kita dengan tetap membuat pilihan-pilihan normatif serta terukur, dimana pilihan-pilihan itu membuat kita terlatih untuk membuat kesimpulan dan keputusan benar.

Kecuali terkait dengan prinsip keimanan, ada baiknya kita jangan terpaku pada satu dasar pemikiran semata.

Segala tindakan yang diambil seseorang yang ingin menerapkan konsep berpikir positif, selalu diarahkan agar tidak melihat yang buruk-buruknya saja, namun meyakini kalau setiap masalah pasti ada hikmah yang dapat dipetik serta dapat dipakai sebagai langkah membawa diri pada sikap dan gaya hidup yang benar.

Belajar berpikir positif dapat kita lakukan dimana-mana, di setiap langkah kehidupan yang harus kita lalui. 

Semakin kita mau belajar untuk berpikir positif dan tetap berusaha berpikir positif, maka itu sama artinya kita telah mengembangkan kualitas diri kita tanpa harus kita membuat kesalahan yang tidak perlu kita lakukan.

Bagaimanakah caranya agar seseorang dapat menerapkan konsep berpikir positif dengan baik dan benar didalam kehidupannya?

Pada dasarnya, ada sejumlah point yang harus dipelajari :

Pertama

Belajarlah untuk berpikir kritis, dimana kita harus mempertimbangkan adanya hal-hal yang membentuk suatu masalah dari berbagai sisi. Contohnya : dengan tidak mudah menerima adanya informasi atau berita yang tidak atau belum pasti kebenarannya.

Pola berpikir kritis juga kita terapkan terhadap pendapat, tanggapan, atau pandangan orang lain, dimana sikap kritis tersebut bermanfaat untuk memberikan perbandingan apakah alur pemikiran kita sudah benar atau belum.

Kedua

Sebelum bertindak atau mengambil keputusan, berpikirlah terlebih dahulu. Jangan bertindak atau mengambil keputusan terlebih dahulu, baru memikirkan kenapa kita bertindak atau membuat keputusan demikian.

Ketiga

Bersikaplah terbuka terhadap segenap pendapat atau masukan dari orang lain. Dalam hal ini, kita harus selalu bersedia dikoreksi orang lain.

Keempat

Sebelum mengambil keputusan penting, bersikaplah hati-hati dan buatlah perhitungan-perhitungan yang sesuai dengan logika atau cara berpikir dengan nalar yang benar, untuk menghindari keluarnya sebuah keputusan yang diambil secara gegabah.

Kelima

Perluas wawasan dan asah terus kemampuan analisis kita terhadap permasalahan yang ada sehingga kita tidak cepat menghadirkan prasangka atau penilaian buruk pada orang lain atau pada situasi yang memerlukan penilaian tepat dan benar.

Keenam

Biasakan melakukan kegiatan check dan recheck untuk setiap informasi yang kita ragukan kebenarannya.

Ketujuh

Selalu menanamkan pikiran optimis dalam benak pikiran kita.

Kedelapan

Berusahalah untuk tidak mempersulit orang lain, namun ajari orang lain untuk dapat berpikir dengan cara-cara yang benar dalam mengambil keputusan.

Kesembilan

Selalu bersikap tenang pada saat ingin mengambil keputusan.

Kesepuluh

Sebelum mengambil keputusan, pertimbangkan segala sesuatunya dengan seksama. 

Kesebelas

Jangan kita selalu menganggap benar terhadap segala sesuatu yang kita sukai, dan cepat menolak untuk setiap pendapat, saran, atau tanggapan yang diberikan orang lain.

Keduabelas

Bersikaplah jujur pada diri sendiri, dengan belajar dari kesalahan, mengakui adanya kekurangan serta kelebihan dalam diri kita, dan tidak mudah terpancing oleh hal-hal praktis namun sesungguhnya kepraktisan itu bukanlah konsep berpikir yang benar.

Apabila semuanya itu bisa kita lakukan atau terapkan, maka kita telah melatih diri kita untuk selalu berpikir positif untuk setiap peristiwa yang harus kita hadapi dalam hidup ini, meskipun mood kita sedang tidak baik. 

Tetap membiarkan adanya pikiran negative dalam benak pikiran kita, itu sama artinya kita (tanpa kita sadari) telah membiarkan diri kita memperlambat kemajuan hidup kita karena kita akan lebih cepat memikirkan hal-hal negatif dibandingkan hal-hal positif dalam setiap situasi atau keadaan yang harus kita jalani dalam hidup ini.

So, tetaplah berpikiran positif… Karena itu sama artinya, kita membangun dan melatih diri kita agar tidak hanya terpaku dengan makna-makna simbolik negative thinking yang bisa membuat kita memikirkan hal-hal yang tidak penting atau tidak membawa manfaat, padahal pada sisi yang lain, adanya negative thinking itu bisa kita tepis asalkan ada kemauan dalam hati dan pikiran kita. Dimana ada kemauan, disana ada jalan.

Semoga tulisan ini bisa menjelaskan apa itu konsep berpikir positif dan membawa manfaat bagi kita semua.

 


.Sarlen Julfree Manurung

 

Note : 

Bahan tulisan diambil dari berbagai sumber.

Memaafkan Kesalahan Orang Lain Itu Sulit Tapi Harus...

Adanya iman kepercayaan kepada Tuhan, telah mendorong setiap orang percaya untuk mengaku, bahwa Tuhan adalah Pribadi yang empunya kuasa untuk mengampuni dosa-dosa manusia.

Pengakuan tersebut masih pula diikuti dengan pernyataan, kalau mereka juga meyakini, Tuhan akan memaafkan kesalahan manusia yang datang memohon pengampunan dosa padaNya, meskipun manusia telah kotor oleh lumpur dosa.

Namun entah mengapa, sejumlah besar anak-anak Tuhan justru terlihat tidak antusias apabila mereka harus bertindak sebagai pribadi yang dapat dengan tulus ikhlas memaafkan kesalahan orang lain yang telah menghadirkan luka dan derita batin, melalui perkataan atau perbuatan yang mendukakan hati.

Hati mereka seakan tidak tergerak untuk mengucapkan kata maaf, baik kepada orang yang langsung meminta maaf atau yang tidak secara langsung meminta maaf, bahkan sulit memaafkan kesalahan orang lain meskipun orang lain tersebut tidak memintanya.

Faktanya, walaupun anak-anak Tuhan sering membaca Firman Tuhan, buku-buku telaah Firman Tuhan atau buku renungan harian yang menuliskan agar manusia dapat memaafkan kesalahan orang lain dengan tulus, serta mengaminkan isi khotbah pendeta dengan perikope yang sama, atau bahkan telah menjawab dengan lantang pertanyaan kesediaan mengampuni kesalahan orang lain dalam Perjamuan Kudus, namun tetap saja, banyak anak-anak Tuhan yang sulit memaafkan kesalahan orang lain dengan tulus.

Bahkan bagi sejumlah anak-anak Tuhan, memaafkan kesalahan orang lain yang telah menghadirkan luka dan derita batin, menganggap hal itu sebagai "bukan harus" dilakukan sebelum rasa sakit yang tercipta, terobati. Terasa berat rasanya kata-kata maaf terucap dengan lancar dari mulut.  

Tuhan saja mau memaafkan kesalahan kita, kenapa kita sulit memaafkan kesalahan yang diperbuat orang lain kepada kita? 

Dengan sulit mengungkapkan kesediaan diri untuk memaafkan kesalahan orang lain, apakah kita ingin menghadirkan otoritas yang sama dengan Tuhan, yaitu menjadi pribadi yang berhak mengampuni serta menghakimi sesama manusia?

Oleh karena tidak senang dan merasa telah disakiti, sejumlah anak-anak Tuhan bahkan memilih untuk tidak bersedia mengucapkan kata maaf kepada orang yang telah menciptakan luka serta derita batin.

Kenapa sulit memaafkan?

Pertama

Seseorang yang mengalami derita batin karena telah mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan atau tidak adil dari orang lain, akan membangun dinding sikap bermusuhan.

Adapun bentuk dinding sikap bermusuhan tersebut diwujudkan dengan : menjaga jarak, memutuskan rantai pertemanan, dan menutup/mengurangi akses komunikasi dengan orang yang telah menghadirkan luka batin, dengan alasan, untuk mempertahankan posisi, integritas dan eksistensi di depan orang lain, kestabilan emosi atau nama baik.

Kedua

Memaafkan cenderung dikonotasikan sebagai sebuah tindakan berani untuk melupakan atau mengingkari adanya perbuatan salah yang telah dilakukan orang lain. 

Bagi sejumlah orang, melupakan begitu saja suatu perbuatan atau pernyataan yang membuat diri ini merasakan hati yang terluka, bukanlah sebuah keharusan moral, bukanlah sebuah tindakan fair, dan tidak otomatis menyembuhkan derita yang telah dihadirkan orang lain tersebut.

Ketiga

Karena amarah telah menciptakan dendam dan upaya-upaya protektif diri (seperti yang disebutkan pada point pertama diatas), dimana keadaan itu lebih mendominasi akal serta alam pikiran.

Dalam hal ini, meskipun seseorang mengerti, memahami serta merasakan indahnya makna kasih, akan tetapi, oleh karena adanya rasa sakit lebih melingkupi hati dan perasaan, seseorang tersebut tidak memperdulikan adanya kasih, sehingga yang putih dapat menjadi hitam, dan yang hitam, dianggap lebih layak menjadi putih.

Secara tidak langsung, seseorang tersebut telah menambahkan atau mengganti literatur makna kasih yang sesungguhnya.

Apabila dikaitkan dengan prinsip keimanan, maka, tindakan memaafkan merupakan upaya "memaksa" agar dilakukan. Adanya prinsip "memaksa" dalam memaafkan kesalahan orang lain tersebut, terdeskripsikan karena memaafkan kesalahan orang lain merupakan "perintah" Tuhan.

Ketika kata "maaf" sulit untuk diucapkan, itu terjadi karena seseorang yang mengalami luka dan derita batin oleh perbuatan atau pernyataan tidak menyenangkan dari orang lain, menganggapnya sebagai sebuah beban. 

Beban tercipta karena seseorang yang berada pada posisi telah disakiti orang lain tersebut, harus mengingkari adanya kesalahan yang telah membuat dirinya mendapatkan luka dan derita batin, dengan menghadirkan suatu anggapan bahwa luka serta derita batin yang telah membuat dirinya tersakiti, tidak perlu diingat-ingat lagi.

Artinya, dengan memaafkan kesalahan orang lain, kita telah berusaha sekuat tenaga untuk mendamaikan hati dan diri kita, agar segenap amarah, rasa kecewa, serta perasaan diperlakukan tidak adil, tidak lagi mendominasi pikiran, meskipun tidak ada keharusan bagi kita, untuk melupakan begitu saja kesalahan yang telah diperbuat orang lain tersebut.

Jelas, ini bukanlah perkara yang mudah namun harus dilakukan apabila kita benar-benar berpegang pada perintah Tuhan. 

Kesulitan terbesar untuk memaafkan kesalahan orang lain, memang ada pada upaya untuk mereduksi segenap perasaan tertekan dan adanya kebencian yang berkecamuk di dada oleh karena amarah, rasa kecewa, dan perasaan telah diperlakukan tidak adil, menjadi sebuah keinginan baik (memaafkan) dan tidak lagi memfokuskan kesalahan atau perbuatan tidak menyenangkan yang telah dilakukan orang lain, sebagai sebuah tindakan sulit yang harus dilakukan.

Bagaimana agar tidak terasa sulit untuk memaafkan orang lain?

Well, konsepsi pertama yang harus kita ingat adalah : tindakan memaafkan orang lain merupakan bagian dari menyatakan kasih, yaitu kepada orang yang telah kita anggap musuh atau orang yang telah kita anggap bersikap bermusuhan dengan kita.

Artinya, kita telah menjalankan perintah Tuhan, untuk menyatakan kasih kepada semua orang, yaitu menyatakan kasih kepada orang yang telah membuat hati kita terluka, dengan memaafkannya.

Kita mengerti, tahu, dan memahami, bahwa Tuhan telah memerintahkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain. Tuhan sendiri telah pula memberikan contoh nyata, dimana kita bisa mencontohnya. Dalam hal ini berlaku keadaan : kita memaafkan kesalahan orang lain agar Tuhan juga memaafkan kesalahan-kesalahan kita.

Berpikir positif merupakan salah satu elemen penting yang membuat kita bisa memaafkan kesalahan orang lain, meskipun kita tahu, orang lain tersebut telah membuat kita mengalami luka dan derita batin. 

Kenapa kita harus berpikir positif? 

Sebab dengan berpikir positif, kita dapat melanjutkan hidup kita tanpa kita sendiri harus memikul beban, dan memiliki dendam yang melingkupi hati serta pikiran kita.

Beban dan dendam, yang terangkum dalam aroma kebencian kita pada seseorang, pada dasarnya dapat merusak persepsi kita, tentang bagaimana kita harus bersikap kepada orang lain, dan bagaimana cara kita menyikapi makna kehidupan beserta keindahan yang bisa kita nikmati tanpa harus menyertakan adanya amarah didalam diri kita.

Memang tidaklah mudah untuk mematahkan segenap derita, rasa sakit serta kebencian yang membara di dada, dengan tindakan tidak menghakimi orang lain karena perbuatan tidak menyenangkan yang telah dilakukannya (yang sesungguhnya tidak perlu terjadi). 

Dalam hal ini, sikap toleransi kita kembangkan kepada orang yang menyebabkan kita menghadapi kondisi tidak pasti yang hadir setelah rasa sakit hadir ke permukaan.

Ada baiknya pula apabila kita memposisikan diri kita sebagai orang yang membutuhkan orang lain memaafkan kesalahan kita, namun kita harus menerima kenyataan, bahwa kata maaf itu tidaklah mudah kita dapatkan. Apakah kondisi ini dapat kita terima? Tentu saja tidak.

Memaafkan memang sama artinya kita harus bisa melupakan dan tidak lagi mengingat-ingat kesalahan atau perbuatan tidak menyenangkan yang telah dilakukan orang lain pada kita. 

Mungkin kita membutuhkan waktu untuk melakukannya. Namun tidak ada salahnya, kalau kita memikirkannya untuk tidak menunda-nunda melakukannya.

Awalnya memang tidak mudah, karena sisi kemanusiaan kita yang dilingkupi oleh rasa benci dan amarah, akan cepat menolak untuk memaafkan. 

Namun, apabila kita segera menyadari, bahwa memaafkan kesalahan orang lain itu perlu dan harus, itu sama artinya, kita telah mengurangi 2 masalah : menghapus rasa benci dalam diri kita, serta memperbaiki hubungan yang retak dengan orang lain.

Why we must do that?

Sia-sia saja kita percaya pada Tuhan kalau kita masih menyimpan dendam didalam hati kita dan membiarkan diri kita memendam amarah yang terpicu oleh kebencian atau rasa tidak senang karena orang lain telah membuat hati kita terluka, karena Tuhan tidak menentukan kita hidup dengan cara demikian.

Pesan indah yang ingin disampaikan dalam artikel ini : memaafkan kesalahan orang lain itu memang sulit, tapi kita harus melakukannya, karena itulah yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan.

Maafkanlah kesalahan orang tulus...
 
Semoga tulisan ini menggugah rekan-rekan untuk membuka pintu maaf kepada orang yang telah berbuat salah, baik diminta atau tanpa diminta, dengan tulus tentunya.


God Bless You Everybody


.Sarlen Julfree Manurung

Merevisi dan Mereformasi Cara Pandang Generasi Tua Terhadap Generasi Muda

Cukup menyebalkan rasanya apabila harus mengawali serta mengakhiri bagian dari hari-hari kehidupan dengan menghadapi sikap apatis, skeptis, narcis, egois, manipulatif, dan tidak korektif dari sejumlah orang yang termasuk dalam kelompok masyarakat generasi tua.

Alur berpikir anak-anak muda yang penuh dengan ide-ide spontan, praktis dan pragmatis, sering kali tidak berdaya guna serta tidak tersalurkan, karena terganjal oleh sikap sulit menerima adanya pandangan-pandangan yang berbeda dengan konsep pemikiran generasi tua, apalagi mereka cenderung lebih ingin didengarkan.

Benturan-benturan komunikasi antara generasi muda dengan generasi tua, kerap kali terjadi karena generasi tua senang sekali menghadirkan anggapan, bahwa generasi muda adalah kumpulan pribadi-pribadi manusia yang belum berpengalaman, banyak menyanggah, serta tidak memahami apa-apa.

Proses pembentukan karakter dan kepribadian yang terjadi atas generasi muda, seakan-akan dipaksa untuk mengikuti konsepsi pemikiran, bahwa kualitas terbaik akan diperoleh apabila kaum muda dapat 100% bersikap respek kepada yang lebih tua, dan mengikuti segenap progress yang ditentukan oleh orang-orang yang lebih dituakan.

Konsepsi berpikir seperti ini, mungkin ada benarnya. Namun, konsepsi ini sering kali tidak dapat dilakukan sepenuhnya selama generasi tua tidak selalu menggeneralisasikan setiap permasalahan yang ada berdasarkan satu sisi cara pandang semata.

Why? Karena pada kenyataannya, justru generasi tua adalah kelompok masyarakat yang sering terjebak dengan alam pemikiran skeptis, tidak fokus dan tidak konsisten dengan pernyataan mereka sendiri, kecuali mereka diingatkan.

Apabila hal ini dibiarkan menjadi bagian dari drama kehidupan generasi muda, dampaknya akan muncul pemikiran ringkas dari kelompok orang yang dituakan, yang menilai kalau kaum muda merupakan pribadi manusia pembangkang.

Penilaian ini, jelas terlalu premature dan bermakna menghakimi keberadaan kelompok kaum muda, apalagi kalau hanya didasarkan pada pemikiran emosional yang muncul karena generasi tua tidak dapat mengendalikan atau menerka alur pemikiran serta gaya hidup kaum muda.

Dalam kondisi sulit tersebut, maka generasi tua akan menghadirkan bantahan-bantahan atau sanggahan-sanggahan yang tidak fair dan tidak terarah, yang pada akhirnya akan membentuk satu opini yang memojokkan posisi serta potensi hidup dari orang-orang muda.

Sesi bertukar pikiran sering kali berakhir anti-klimaks, karena generasi tua justru senang sekali melebarkan topik pembicaraan kearah hal-hal yang tidak berkaitan atau tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dibicarakan, untuk maksud mengalihkan pembicaraan dan menjauhi perhatian kaum muda terhadap alur pemikiran terbatas kelompok masyarakat generasi tua.

Apabila konsep keterbukaan diri untuk menerima pandangan-pandangan benar, tepat guna, tepat sasaran, realistis dan sesuai dengan perkembangan kondisi serta situasi yang ada, maka bukanlah sebuah kesalahan apabila generasi tua berani mengakui kebenaran pandangan generasi muda dan tidak malu untuk meminta maaf kalau memang salah.

Orang-orang yang lebih tua memang lebih sulit untuk mengucapkan kata-kata permohonan maaf kepada orang yang lebih muda. Orang-orang yang lebih tua memang cenderung lebih ingin didengarkan orang yang lebih muda, karena memang begitulah ego dari orang-orang yang lebih muda.

Kenapa begitu? Karena besarnya ego dan adanya pandangan sempit yang melekat dalam diri banyak generasi tua, sesungguhnya telah menghilangkan kepercayaan serta respek orang muda kepada mereka, dimana kondisi tersebut telah menghadirkan perpecahan kedekatan hubungan komunikasi antara orang muda dengan orang-orang yang lebih tua.

Hal ini patut dipikirkan dan dipertimbangkan untuk menjadi pola berpikir baru, apabila ingin mengeliminir berkembangnya debat kusir yang tak perlu terjadi antara generasi muda dengan generasi tua atau pemikiran skeptis yang tidak membuka wawasan serta cara pandang benar terhadap perkembangan kehidupan orang-orang yang lebih muda.

Pada sisi yang lain, ego besar yang melekat dalam diri generasi tua, tanpa mereka sadari, sering kali menjadi penghambat kemajuan dan keberhasilan orang-orang muda.

Generasi muda memang membutuhkan disposisi dari orang yang lebih tua. Namun itu bukan berarti generasi tua berhak menutup telinga dan mata hati mereka untuk mendengarkan pandangan generasi muda, apalagi mengacuhkannya, atau bahkan, pura-pura tidak tahu.

Baiknya pengalaman yang dimiliki generasi tua, seharusnya menempatkan mereka sebagai mentor atau pihak yang mampu mengarahkan generasi muda, dan bukan sebagai pihak yang mintanya harus selalu didengarkan saja, karena memang, belum tentu kebenaran itu seutuhnya milik generasi tua.

Pemaksaan kehendak yang sering diterapkan generasi tua kepada generasi muda, justru dapat menjadi bumerang bagi generasi tua itu sendiri, karena perkembangan jaman menuntut adanya penyelarasan pemikiran dengan perkembangan situasi yang ada.

Artinya, sikap kompromistis, janganlah ditabukan.

Generasi tua memang memiliki andil atas kemajuan generasi muda. Namun generasi tua juga memiliki andil atas rusaknya generasi muda.

Sedikit atau banyaknya yang terserap, generasi tua secara langsung atau tidak langsung, telah mengajarkan korupsi, perilaku tidak kooperatif, adanya tindak pelecehan, amoral, dan diskriminatif, perilaku sadis atau kasar, serta sejumlah tindak atau perilaku lain, yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah menjalani kehidupan yang bermartabat.

Memperhatikan hal tersebut diatas, maka sudah selayaknya pula para generasi tua, tidak menciptakan dan mencoba untuk membenamkan stigma negatif terhadap generasi muda, sebab bagaimanapun, mereka juga bertanggung-jawab atas kehidupan generasi muda, yang kelak akan menjadi generasi tua pula.

Kerjasama dan dukungan generasi tua terhadap generasi muda, akan membangun suatu generasi yang kuat serta tangguh. Pola kerjasama ditujukan untuk mengembangkan pola pikir dan kreatifitas. Sedangan dukungan diberikan bukan untuk menghadirkan sikap manja pada generasi muda, namun agar generasi muda mengerti dan memahami, ketika mereka ingin maju, ada generasi tua yang mendampinginya.

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat, terutama untuk menghindari adanya pengkultusan pemikiran yang ingin menyatakan bahwa anak muda adalah kaum pembangkang apabila tidak mendengarkan pola pemikiran generasi tua, karena kondisi itu tidak selalu menjadi pakem yang selalu terjadi apabila generasi tua sendiri tidak memiliki kepedulian dan keinginan mendengarkan orang-orang muda.


.Sarlen Julfree Manurung 

Ternyata, Lulusan PTN Banyak yang Menganggur

Hari ini (15/01/09) satu topik artikel di koran Kompas, menarik perhatian saya untuk membacanya. Agak kaget juga membaca headline dan isi beritanya. Berita di koran Kompas itu menyebutkan : 60 % lulusan PTN (Perguruan Tinggi Negeri) di Indonesia tidak terserap lapangan kerja...!

Tanya kenapa...

Mungkin, banyak orang yang terkejut membaca isi berita tersebut. Sudah demikian parahkah kualitas lulusan PTN, sehingga lebih banyak lulusannya yang tidak terserap oleh lapangan kerja yang tersedia di tanah air? Apa jangan-jangan, mereka malah bekerja di luar negeri?

Saya bukannya pesimis, tapi saya tidak yakin kalau 60 % lulusan PTN yang tidak terserap oleh lapangan kerja di Indonesia itu, memang memilih bekerja dti luar negeri, atau dibandingkan mengisi banyak lowongan kosong di negerinya sendiri.

Seharusnya pemerintah (dalam hal ini Dirjen Dikti Depdiknas) memperhatikan informasi yang disampaikan melalui media massa ini, sebab kini terbukti, mendidik orang-orang yang dapat lolos ujian masuk PTN atau yang sejenisnya, ternyata pada akhirnya malah menjadi beban pemerintah karena kelak menjadi pengangguran juga. 

Jelas, dalam mendidik seseorang di PTN, pemerintah tidak sedikit pula mengalokasikan anggaran. Artinya, mereka yang masuk PTN, telah mendapatkan biaya sekolah dari pemerintah yang nilainya tidak sedikit.

Pemerintah seharusnya malu mendapatkan informasi seperti itu, sebab PTN berada dibawah "timangan" langsung pemerintah sendiri.

Padahal, berbagai fasilitas negara dan program beasiswa disiapkan untuk mendidik serta membebaskan biaya pendidikan manusia-manusia intelek agar bisa menjadi motor utama pembangunan di negara kita. Namun ternyata, setelah lulus, mereka justru menjadi beban pemerintah.

Maraknya pemanfaatan relasi (koneksi) untuk memasukkan seseorang bekerja, sering kali menjadi penyebab, kenapa banyak lulusan PTN atau PTS dalam negeri, yang tidak dapat terserap dalam lapangan kerja di tanah air. Harus diakui, banyak orang yang memang memanfaatkan koneksi agar bisa diterima bekerja di sebuah perusahaan.

Apa karena mereka keseringan demonstrasi sehingga dianggap sah-sah saja kalau mereka akhirnya sulit mengaplikasikan ilmu yang didapatkannya di kampus kedalam dunia kerja?

Atau, apakah ini masalah mental para lulusan PTN, yang belum siap memasuki dunia kerja? Atau lagi, mereka memang tidak siap bersaing dengan para lulusan PTS atau lulusan Perguruan Tinggi luar negeri, karena kualitas mereka sendiri hanya mentok pada bangku kursi kuliah, yang cenderung jauh berbeda dengan keadaan di lapangan (dunia kerja)?

Jadi melayang-layang berkhayal nih... bagaimana kalau setiap perusahaan yang sedang membutuhkan karyawan baru untuk mengisi lowongan yang kosong di tempat mereka, tidak perlu menuliskan secara besar-besar kalau kantor mereka mencari calon karyawan yang baru lulus dari PTN karena para lulusan PTN sendiri, tidak berminat untuk bekerja, tapi masih betah belajar?

Alasannya, kasihan kan, banyak lulusan PTS tidak terkenal dan dianggap kelas kambing, akhirnya merana karena susah mendapatkan pekerjaan hanya karena di CV mereka disebutkan kalau mereka lulusan PTS yang tidak terkenal serta dianggap kelas kambing (sebab otak mereka tidak mampu membawa dirinya masuk PTN dan orang tua mereka gak mampu bayar mahal di PTS yang sudah memiliki nama) meskipun sesungguhnya mereka cerdas dan memenuhi kriteria yang dibutuhkan banyak perusahaan apabila mereka diuji. 

Jadinya, mereka yang benar-benar pintar tapi "kebetulan" gagal masuk PTN dan tidak mampu bayar uang kuliah di PTS terkenal, menjadi bagian dari pengangguran juga.

Pemerintah harus melakukan upaya lebih besar dan berdaya guna apabila informasi yang disampaikan lewat media massa tersebut tidak menjadi bulan-bulanan pihak-pihak yang ingin menjatuhkan pemerintah. Apalagi, sebentar lagi mau pemilu... inget tuhhh...


.SJM

Makna Mendalam Dibalik Sebuah Kalimat

Pada saat sedang asyik membuka situs facebook di internet, saya tertarik membaca potongan komentar yang disampaikan seseorang, yang dituliskannya pada kolom komentar facebook milik salah seorang temannya.

Sebenarnya, komentar yang dituliskan itu, berisikan sejumlah kalimat. Namun saya tertarik untuk membaca kalimat kedua terakhir dari komentarnya itu secara berulang-ulang, karena saya melihat, bahwa kalimat terakhir tersebut, mengandung makna dan pesan yang teramat mendalam.

Adapun kalimat kedua terakhir pada komentar seseorang tersebut, berbunyi :

"Sayangnya, gue cukup bego di dalam bidang matematika, dimana kalau gue pinter matematika, seharusnya gue BISA nunjukkin, kalau kerja keras itu berbanding lurus dengan IPK."

Ya, saya benar-benar tertarik dengan komentar tersebut, dimana penekanan kata BISA, membuat kalimat itu tidak menjadi sebaris kata-kata yang biasa-biasa saja.

Menurut saya, kalimat tersebut nampaknya diucapkan sebagai sebuah kalimat penyesalan, namun disampaikan sebagai sebuah joke yang agak-agak bernada sombong. 

Kental sekali aroma penyesalannya. Akan tetapi, dibalik ucapan penyesalan tersebut, ada sesuatu yang ingin disampaikan dengan menuliskan kalimat seperti itu. 

Memang benar, kalau semua orang ingin mendapatkan IPK tinggi, harus kerja keras. Bukan sesuatu hal yang neko-neko namun wajar adanya.

Banyak anak muda yang dalam satu episode perjalanan hidupnya, tidak meraih keberhasilan (atau prestasinya biasa-biasa saja) karena diri mereka tidak benar-benar menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya bisa dilakukan. 

Hal ini bisa terjadi karena 2 sebab : malas dan tidak percaya diri.

Apabila tidak malas dan lebih bersikap percaya diri (kalau dirinya mampu mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh guru atau dosen), maka besar kemungkinan seseorang yang masih duduk di bangku sekolah itu, akan bisa mendapatkan nilai raport atau IPK diatas rata-rata orang lain atau diatas nilai cukup.

Faktanya, memang tidak ada sesuatu yang tidak mungkin bisa kita capai, kalau saja kita tidak "memelihara" rasa malas dalam diri kita, dan tidak membiarkan rasa tidak percaya diri selalu ada di hati serta "menghantui" perasaan kita.

Apabila orang tua tidak menginginkan diri mereka melihat nilai anak-anak mereka tidak memuaskan, maka para orang tua harus bisa membuat seorang anak tidak malas, dan mendorong mereka agar memiliki rasa percaya diri, dengan mendampingi mereka pada saat belajar atau mengerjakan tugas.

Mungkin, orang tua tidak mengerti akan mata pelajaran yang sedang dipelajari atau sedang dikerjakan sang anak. Namun, dengan metode pendampingan tersebut, seorang anak akan merasa bahwa para orang tua mereka memberikan perhatian pada diri mereka.

Kita sama-sama ketahui, bahwa banyak anak-anak yang hidup tidak sesuai dengan kondisi yang para orang tua harapkan karena mereka merasa tidak mendapatkan perhatian dari para orang tua mereka.

Memberikan uang dan fasilitas, bukanlah cara yang tepat untuk menggantikan perhatian yang seharusnya diungkapkan. Why? Karena uang dan fasilitas, tidak memiliki emosi...

Hal menarik lain yang saya temui dari komentar yang dituliskan seseorang itu, ada pada kalimat terakhirnya. Kalimat terakhir dari tulisan komentar seseorang itu :

I love fighting to make possible of that!

Saya tidak tahu, apakah penulisan kalimat berbahasa Inggris seseorang itu, benar apa tidak. Tapi saya sendiri ingin menarik kesimpulan, bahwa seseorang itu masih punya semangat untuk berjuang mendapatkan hasil yang terbaik karena dia mau bekerja keras untuk dicapainya di kemudian hari.

Dalam hal ini, meskipun sempat menyesal, seseorang itu tidak merasa cukup mendapatkan nilai atau prestasi yang biasa-biasa saja. 

Bagaimana dengan Anda? Masih adakah semangat untuk bangkit dari adanya rasa menyesal yang sempat terbentuk dan membuat Anda terpuruk?

Pesan moral yang ingin sampaikan pada bagian akhir tulisan ini : Janganlah kita pernah mengalah oleh keadaan, akan tetapi kalahkanlah keadaan dengan membangkitkan semangat juang dari dalam diri kita. Tetaplah semangat untuk meraih yang terbaik didalam hidup Anda.


.Sarlen Julfree Manurung

Haruskah Musik Dangdut Punah?

Tadi siang (20/01/09), saya menonton tayangan infotainment SILET yang membahas tentang fenomena semakin tenggelamnya musik dangdut beberapa waktu belakangan ini.

Benarkah musik dangdut sudah kehilangan pangsa pasarnya?

Penilaian tersebut nampaknya tidak tepat seluruhnya dan terlalu cepat disampaikan sebagai sebuah bentuk kegelisahan masyarakat penyanyi serta musisi dangdut Indonesia semata. 

Alasannya, sepertinya kesimpulan tersebut tidak lengkap atau tidak didasarkan pada sejumlah faktor faktual yang bisa dijadikan bahan petunjuk untuk menjelaskan kenapa kesimpulan seperti itu.

Saya sendiri masih menemukan adanya pentas dangdut (khususnya skala resepsi pernikahan) yang menghadirkan sejumlah penyanyi dangdut. Meskipun banyak penyanyi dangdut itu bukanlah penyanyi terkenal, namun masih banyak mengundang animo masyarakat untuk menyaksikan aksi mereka.

Artinya, penilaian bahwa telah terjadi sebuah fenomena semakin tenggelamnya musik dangdut di Indonesia, hanya didasarkan pada tampilan on-air (di radio atau di televisi) serta peredaran kaset atau CD lagu-lagu dangdut.

Saya sendiri berpendapat, ada tiga faktor yang menyebabkan "seakan-akan" musik dangdut semakin tenggelam dalam perkembangan musik Indonesia, terutama karena sedang bangkitnya industri musik pop, yang sedang membanjiri pasaran penjualan dan pentas musik di Indonesia karena banyak bermunculannya band-band dan penyanyi baru, dimana mereka membawakan lagu-lagu yang dapat diterima telinga masyarakat pencinta atau pendengar musik di Indonesia. 
Adapun faktor-faktor tersebut :

Faktor pertama

Dalam beberapa bulan terakhir, memang telah terjadi penurunan grafik pendengar musik dangdut, yang disebabkan oleh turunnya produktifitas industri rekaman lagu-lagu dangdut beberapa waktu belakangan ini. Kondisi ini berbanding terbalik dengan angka penjualan kaset dan CD lagu-lagu pop, yang sedang mengalami peningkatan saat ini sedang membanjiri pasar.

Adanya penurunan angka produksi rekaman kaset serta CD secara drastis, kemungkinan besar terjadi karena berkurang atau tidak adanya lagu-lagu dangdut baru karya pencipta lagu dangdut yang dianggap layak untuk dijual ke masyarakat.

Seperti halnya kegiatan industri rekaman lagu-lagu beraliran pop, para pemilik label (dalam hal ini industri rekaman), tentunya mencari karya-karya cipta lagu dangdut yang memiliki nilai jual dan diharapkan bisa laku di pasaran. Sedangkan sebagai sebuah kegiatan industri, tentunya mereka menginginkan adanya keuntungan dari penjualan kaset serta CD yang mereka lakukan.

Nampaknya, para pencipta lagu dangdut sedang memasuki masa-masa jenuh, dimana mereka tidak dalam kondisi produktif untuk menciptakan karya lagu dangdut yang dapat diterima masyarakat, khususnya para pencinta lagu-lagu dangdut.

Kesimpulannya, kurangnya lagu baru karya cipta pencipta lagu dangdut, membuat produksi kaset atau CD lagu-lagu dangdut tidak dapat membanjiri pasaran sehingga terkesan ada fenomena semakin tenggelamnya dangdut dalam kancah musik nasional.

Faktor kedua

Maraknya sikap tidak simpatik yang ditunjukkan kalangan tertentu dan dipublikasikan media massa atas penampilan para penyanyi dangdut di pentas-pentas musik dangdut, membuat masyarakat kesulitan untuk mendapatkan hiburan musik dangdut.

Hadirnya kritik pedas dengan memanfaatkan issue moral, membuat banyak media elektronik secara tidak langsung atau secara langsung, mulai membatasi tampilan acara musik dangdut atau melakukan seleksi ketat atas artis-artis dangdut yang akan mengisi acara.

Sedangkan pada sisi lain, adanya kritik pedas dari sejumlah institusi atau tokoh-tokoh masyarakat, membuat banyak pihak yang ingin menghadirkan pentas dangdut, membatalkan niat tersebut karena mereka takut mendapatkan kecaman atau pencekalan, yang bisa menimbulkan kerugian di pihak panitia penyelenggaranya.

Padahal, oleh karena kritik pedas tersebut, sudah cukup banyak penyanyi dangdut yang akhirnya lebih memilih untuk pentas secara off-air di daerah-daerah, khususnya di daerah-daerah yang belum atau tidak menerapkan akidah moral untuk mencekal penampilan mereka di pentas musik dangdut.

Kemunculan banyak "polisi moral" yang bertindak atau membuat pernyataan dengan membawa-bawa akidah moral, telah mengurangi ruang gerak para penyanyi dangdut untuk tampil dan menunjukkan eksistensinya di dunia panggung musik dangdut dan tampil secara on-air di acara-acara musik di televisi. 

Wajar rasanya kalau "kekosongan" penampilan penyanyi dangdut yang muncul dalam pentas musik dangdut on-air, kemudian menjadi penilaian bahwa telah terjadi sebuah fenomena semakin tenggelamnya musik dangdut dalam kancah industri musik di Indonesia. 

Faktor ketiga

Banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh para penyanyi dangdut, membuat masyarakat tidak simpatik dengan pemberitaan yang menghadirkan beragam konflik rumah tangga atau konflik kepentingan, dan adanya pelanggaran hukum yang sedang melingkupi diri sejumlah penyanyi dangdut.

Pada saat ini, Kristina sedang menjalani pengadilan cerai dengan suaminya, Al Amin Nasution. Dewi Persik dengan segenap pemberitaan penuh sensasinya, sedang menghadapi tuntutan hukum dari asisten pribadinya. 

Masyarakat Indonesia sekarang jauh lebih kritis dibandingkan beberapa tahun yang lalu, dimana masyarakat menganggap, segenap konflik yang mereka hadirkan, hanyalah untuk mencari sensasi dan mendongkrak nama mereka semata. Padahal, para penyanyi dangdut itu sendiri, sedang tidak dalam masa-masa promo lagu baru.

Para pecinta musik dangdut ingin dihibur dengan lagu-lagu dangdut, bukan dengan berbagai pemberitaan yang tidak pantas untuk di expose ke tengah-tengah masyarakat.


Saat krisis ekonomi dunia berimbas pada kehidupan banyak anggota masyarakat di Indonesia dan semakin menekan keadaan kondisi keuangan anggota masyarakat kita (khususnya masyarakat dengan penghasilan menengah dan rendah), tidak salah kiranya kalau masyarakat membutuhkan hiburan murah-meriah yang bisa menyenangkan hati serta bisa menghibur mereka sejenak.  
 
Lambat-laun, animo masyarakat terhadap keberadaan musik dangdut, bisa saja semakin memudar (layaknya musik keroncong atau gambang kromo), sehingga "seakan-akan" musik dangdut telah menjadi bagian dari langgam sejarah musik yang pernah eksis di Indonesia.

Upaya pencekalan yang tidak diikuti dengan tindakan pembinaan (kalaupun ada, proses pembinaan tidak berjalan) terhadap para penyanyi dangdut (khususnya penyanyi dangdut perempuan), akan membawa dampak semakin tenggelamnya musik dangdut dalam ranah musik tanah air.
 
Bagaimana mau berkembang kalau tidak ada lagu-lagu baru yang akan dipasarkan dan dipromosikan? Bagaimana mau maju, kalau proses kreatif pencipta serta enyanyi dangdut, dan mampu meningkatkan jam terbang para penyanyi dangdut dalam kancah musik dangdut, yang berpengaruh pada penghasilan atau pemasukan keuangan mereka.

Pihak penguasa, dalam hal ini pemerintah dan institusi yang "merasa" memiliki kuasa, seharusnya menerapkan prinsip bijaksana serta sadar diri kalau tidak ingin melihat salah satu bagian dari langgam seni Indonesia, akhirnya semakin tenggelam di tengah perkembangan jaman.

Well, fenomena yang menganggap bahwa musik dangdut akan semakin tenggelam dalam kancah musik tanah air, seharusnya tidak perlu ada atau dihembuskan ke tengah-tengah masyarakat, sebab kondisi itu akan berlaku sementara apabila ada upaya untuk membangun serta membina musik dangdut, agar menjadi lebih bermartabat dan semakin diterima di seluruh tingkatan masyarakat, bahkan di seluruh dunia.

So, musik dangdut gak harus terhapus dalam khazanah musik Indonesia apabila ada apresiasi dan perhatian lebih dari pemerintah, para pelaku dan pecinta musik dangdut, serta dari seluruh anggota masyarakat kita. 

Dangdut bisa bagian dari karya seni unggulan bangsa kita asal kita bisa mengelolanya dengan baik dan bijaksana. 


Think fresh...



.Sarlen Julfree Manurung 

Kesal Pada Bunyi Kiriman SMS Bernada Kasar

Tanggal 23 Januari 2009 yang lalu, saya beserta ibu dan sepupu saya, datang mengunjungi rumah kost tempat tinggal 2 orang sepupu saya, untuk membahas suatu masalah.

Meskipun masalah yang kami bicarakan merupakan sebuah masalah yang cukup serius dan perlu disikapi dengan kepala dingin, namun pembicaraan diantara kami berlima berlangsung santai serta penuh keakraban. 

Kami semua bebas untuk angkat suara dan memberikan pandangan-pandangan atas masalah yang ada. Akhir dari pembicaraan tersebut diharapkan menghasilkan sebuah jalan serta upaya kompromi agar masalah yang ada, tidak berkembang kearah konflik horisontal.

Pada saat semuanya serius mengemukakan pendapat, pembicaraan kami yang sudah berlangsung selama beberapa jam, akhirnya terhenti sejenak pada saat sejumlah sms dari orang yang tidak dikenal, masuk ke no.hp XL aku.

Orang itu mengirimkan sms dengan menggunakan no.Esia 021963655967. Sms pertama dikirim pada jam 15.24. Isi dari sms itu :
"hai pak, pa kabar luw, udah gawe belum."

Datangnya sms dari orang yang tidak aku kenal itu aku tanggapi dengan satu pertanyaan singkat : "siapa ya?" yang aku kirimkan pada jam 15.26.

Tidak lama, orang itu membalas sms yang sebelumnya aku kirim sebagai balasan sms pertama yang orang itu kirim. 
Isinya : "Wah, ms luw lupa, br kemaren gw kasih no gw ke luw."
Sms itu dikirimkan pada jam 15.28.

Aku membalas sms orang yang tidak aku kenal itu dengan kata-kata :
"Maaf, kyknya kamu salah org."
Sms itu aku terkirim pada jam 15.30.

Gak lama, sms balasan dikirim orang itu : "Tapi ni btl pa ciko kan?"
Orang itu mengirimkannya pada jam 15.31.

Sebenarnya, aku sudah mulai terganggu dengan kiriman sms dari orang yang tidak aku kenal itu sebab aku memang sedang konsentrasi dengan topik pembicaraan serius antara aku, ibu aku, dan ketiga sepupu aku. Tapi aku mencoba untuk tetap mengirimkan sms balasan bernada sopan.
"Sy bkn Pa Ciko."
Demikian bunyi sms balasan yang aku kirim pada jam 15.33.

Beberapa waktu lamanya, sms baru tidak masuk ke hp aku. Sebenarnya aku berharap orang itu mengerti kalau dirinya sudah salah mengirimkan sms (dia mengirimkan sms ke orang yang salah sebab aku memang bukan Pak Ciko. Aku juga tidak pernah menggunakan nama alias Pak Ciko). 

Namun ternyata dugaan aku salah. Pada jam 15.52, orang itu mengirimkan sms lagi. Isi sms kirimannya : "Klo bkn pa ciko, ini siapa ya?"

Weekkkk... aku mulai be-te. Langsung saja aku kirimkan sms balasan ke orang itu :
"Lho, seharusnya sy yg tanya kamu siapa ya?"
Sms itu aku kirim jam 15.55.

Jam 16.01, orang itu membalas sms yang aku kirimkan tadi. Isinya : "siapa yah?"

Yup, aku mulai kesal. Tapi aku tetap mengirimkan sms bernada datar untuk memberitahu orang itu bahwa dia telah salah orang.
"Kamu salah org, sy bkn Pa Ciko. Kamu slh kirim sms."
Balasan sms itu aku kirim pada jam 16.04.

Sejenak aku berpikir, orang itu sudah mengerti dengan isi sms aku yang terakhir. Sebuah sms baru masuk pada jam 16.11, juga dari orang itu. Aku berharap dia mengerti dan merasa kalo memang sudah salah kirim sms ke nomor hp orang yang bukan temannya.

Bagian awal sms balasan dari orang itu, memang seperti yang aku bayangkan, tapi tidak untuk kalimat yang selanjutnya. Isi sms yang orang itu kirim bunyinya :
"Ya udah maaf pa,tai luw......?"

Weekkkk... kali ini, aku gak bisa menahan amarah. Sudah dikasih tau baik-baik, malah berucap kasar lagi. Aku pun membalas sms itu dengan kata-kata :
"Eee.. anjing, dikasitau baek2 ngomong kasar lg loe."
Aku mengirimkannya 4 menit kemudian setelah sms orang itu aku terima.

Orang itu sebenarnya membalas lagi, tapi sms balasan dari orang yang tidak aku kenal dan gak mau menyebutkan namanya itu, sudah aku hapus, jadi aku tidak tercatat lagi di hp aku.

Aku akui kalau aku salah telah mengirimkan sms balasan seperti itu karena memang kasar dan gak perlu aku tanggapi dengan kemarahan atas kiriman sms dari orang yang tidak tahu tata atur berkata sopan (yang akhirnya membuat aku pun sama seperti dirinya).

Jujur, aku terbawa emosi. Masalah yang sedang aku bahas dengan ibu serta sepupu-sepupu aku, belumlah selesai dan belum menemukan kata sepakat sebagai sebuah kesimpulan. Ketegangan pikiran yang sedang aku hadapi, akhirnya membuat aku juga tidak mampu menahan diri untuk menyampaikan balasan sms dengan kata-kata sopan dan berasal dari orang yang terdidik.

Terlepas dari kesalahan yang sama, dimana aku juga akhirnya menjadi kasar, sampai saat ini aku masih bingung, kenapa ada aja orang yang bersikap seperti itu. Kok ada ya, orang yang sudah dikasih tau hal yang benar, malah membalasnya dengan ungkapan yang gak enak untuk dibaca atau didengar.

Kayaknya, gak ada alasan untuk berkata seperti itu. Apalagi orang yang dikirimin sms, gak dia kenal. Bukankah tata krama itu seharusnya tetap dijaga?

Apa sudah seperti itu sikap dan perilaku sebagian masyarakat Indonesia, yang tidak bisa mengungkapkan kata-kata dalam batas sewajarnya dan menerima kalau dikasih tahu yang benar? Kalau memang sudah seperti itu, maka yang namanya pendidikan budi pekerti, harus diadakan lagi di sekolah. 

Setiap orang jangan membiasakan diri untuk berkata kasar, apapun maksud dan tujuannya, bahkan kalau kita sendiri mengkonotasikannya sebagai "iseng" belaka. Apalagi kalau orang yang mengucapkannya, adalah orang-orang yang telah mengenal bangku sekolah. Jawaban iseng adalah pernyataan bodoh yang menyesatkan diri sendiri.

Kebebasan untuk mengucapkan sesuatu, bukan berarti kita dapat sesuka hati kita berbicara yang tidak baik kepada orang lain, siapapun orangnya. Bahkan, sebaiknya kita dapat mengendalikan mulut kita dengan tidak mengucapkan satu kata yang tidak baik.

Selain bisa menghadirkan penilaian orang lain bahwa kita adalah seseorang yang suka berkata kasar, dapat menjaga perkataan yang keluar dari mulut kita, sama artinya kita telah menempatkan diri kita sebagai seseorang yang benar-benar tahu bagaimana harus berkata yang baik kepada orang lain.

Jagalah ucapanmu, jangan kau nodai...

Kalau Gak Senang, Jangan Nyuekin Donnnggg...

Hidup dicuekin itu gak enak. Apalagi kalau cara-cara yang dipakai untuk mencuekin orang lain itu adalah dengan mendiamkan orang yang mau dicuekin, sehingga orang yang dicuekin itu, sampai merasa telah diperlakukan tidak adil.

Lebih gak enak lagi, kalau kita dicuekin oleh seseorang yang kita kenal, tapi kita tidak tahu kenapa seseorang yang kita kenal itu, mencueki kita. No reason, no sound...

Buat aku pribadi, nyuekin orang lain adalah cara paling kasar yang bisa dilakukan seseorang. Biasanya, tindakan nyuekin orang lain itu dilakukan karena adanya rasa tidak senang, yang kemudian bertumbuh didalam hati menjadi sikap bermusuhan terhadap orang lain.

Apakah untuk mengungkapkan rasa tidak senang atau tidak suka, harus dengan mendiamkan orang lain, tanpa mau menegur atau menjawab teguran?

Apa jadinya ya, kalau kondisi yang sama terjadi pada dirinya / diri mereka?

Gak harus perilaku seperti itu kita kembangkan dan jadikan cara untuk "menghukum" orang lain atas perbuatan salah yang pernah dilakukannya, atau hanya untuk memuaskan keinginan diri untuk membuat orang lain itu menjadi pribadi yang tidak berarti dalam hidup kita.

Kalau aku yang jadi korban dicuekin seseorang, aku gak akan membalaskan rasa tidak senang atau tidak suka yang ditunjukkan orang-orang itu dengan cara yang sama atau dengan cara apapun, karena bagiku, lebih baik mengajak bicara orang itu dari pada menanamkan bibit rasa bersalah kepada orang lain.

Bahasa sederhananya : Aku gak mau hukum tabur tuai berlaku kalau saja aku mendapatkan perlakuan yang sama.

Kalau memang ada salah, kalau memang ada rasa tidak senang, kalau ada yang mengganjal di hati, atau ada perbedaan pendapat, yaaa... dibicarakan dong, bukannya nyuekin orang lain atau bahkan sampai ngajak banyak orang lainnya untuk ikut-ikutan nyuekin.

Itu gak bagus, apalagi berkoloni untuk menyakiti hati dan perasaan orang lain. Itu adalah suatu tindak kejahatan yang tergolong sadisss...

Teman-temanku yang baik hati,

Jangan pernah menyakiti hati dan perasaan orang lain dengan cara nyuekin, apapun bentuknya dan bagaimanapun caranya, sebab dicuekin itu gak enak... dicuekin itu, menyakitkan... dicuekin itu, gak beradab...

Stop segala bentuk kekerasan...!!!


.Sarlen Julfree Manurung

Thursday, 23 April 2009

Ketika Rasa Cemas Menghampiri

Adanya rasa cemas (anxiety) membuat hidup banyak orang yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam kegiatan pemilu, berada dalam kondisi tertekan. Sejumlah orang caleg dan simpatisannya, bahkan ada yang sudah sampai pada tahap depresi, karena mereka membiarkan rasa cemas lebih mendominasi akal pikiran sehat mereka.

sulit mengendalikan stress yang sedang mereka alami, dimana mereka justru membiarkan stress mendominasi pikiran sehat mereka.

Rasa cemas bisa menghinggapi semua orang. Terkait dengan kegiatan pemilu, banyak caleg yang merasa cemas, karena mereka belum mendapatkan kepastian akan hasil pemilu, apakah mereka bisa masuk sebagai anggota parlemen atau tidak. Masih belum adanya kepastian membuat mereka tertekan oleh karena bayang-bayang kegagalan akan hasil pemilu yang tidak sesuai dengan perkiraan perhitungan awal mereka.

Segenap dugaan, pemikiran atau bayang-bayang kegagalan (faktor internal), atau adanya suatu kondisi yang tidak mendukung rasa nyaman diri atau keberhasilan suatu pencapaian (faktor eksternal), merupakan keadaan yang dapat menimbulkan rasa cemas dalam diri seseorang.

Kecemasan yang telah menghinggapi diri seseorang, telah membuat seseorang seakan-akan telah melihat sesuatu yang sebenarnya belum terjadi (sebuah pemikiran prediktif semata), namun oleh karena rasa cemas lebih kuat mempengaruhi benak pikiran, sehingga sesuatu yang belum terjadi itu, terlihat telah terjadi.

Pada sejumlah peristiwa, kecemasan bahkan telah membuat diri seseorang seakan-akan kehilangan makna atau arti kehidupan bagi setiap insan manusia, hingga akhirnya, ketika dirinya semakin lemah karena tergerus oleh rasa cemas, dirinya benar-benar tidak bergairah menjalani hidup.

Bisa dibilang, membiarkan kecemasan terus berkecamuk dalam benak pikiran dan kehidupan kita, akan menimbulkan berbagai masalah (terutama masalah kesehatan mental atau psikologis), karena seseorang yang sedang dihinggapi rasa cemas, adalah seseorang merasa belum siap untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan harapan atau keinginan kita.

Rasa cemas yang berlebih-lebihan (tidak dikendalikan), akan mengganggu alur kehidupan, karena penerimaan seseorang yang sedang dihinggapi rasa cemas, hanya terpaku pada keadaan atau suasana yang sedang terjadi namun masih belum pasti atau belum jelas akhir ceritanya.

Kenapa seseorang dilanda rasa cemas?

Rasa cemas timbul karena seseorang merasa tidak nyaman dengan kondisi yang ada didalam diri (benak pikirannya) atau kondisi yang melingkupi suatu peristiwa yang sedang dihadapinya, sehingga timbul adanya perasaan takut gagal atau perasaan takut tidak terpenuhi sejumlah hal yang telah dipikirkan, diharapkan, atau yang diidam-idamkannya.

Bagaimana gejala seseorang itu sedang dilanda rasa cemas?

Seorang yang sedang dilanda rasa cemas, ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, yang cenderung lebih tertutup dari biasanya. Beberapa orang yang sedang dilanda rasa cemas, bahkan tidak bereaksi terhadap kondisi lingkungan, larung dengan keindahan masa lampau atau mimpi-mimpi yang belum tergapai.

Seseorang yang sedang dilanda rasa cemas, biasanya mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, sehingga mengalami penurunan produktivitas, mudah kaget atau tersinggung, dan cenderung lebih bersikap apatis ketika sedang menghadapi tantangan atau permasalahan hidup.

Secara fisik, seseorang yang sedang dilanda rasa cemas, akan merasakan adanya peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, tarikan nafas terasa lebih pendek dan cepat, mudah berkeringat atau mengeluarkan keringat dingin, kehilangan nafsu makan, sering buang air kecil, mudah terserang nyeri kepala, sulit tidur, dan biasanya mengalami gangguan pencernaan (terserang sakit maag).

Bagaimana caranya agar kita tidak larut dalam kecemasan yang mulai menghinggapi diri kita?

Lakukan sesuatu hal yang membuat kita tidak berlama-lama larut dalam rasa cemas. Cara yang paling mudah untuk dilakukan adalah dengan makan makanan yang mengandung karbohidrat tinggi dan minum air putih dalam jumlah cukup.

Dalam makanan yang mengandung karbohidrat tinggi, terdapat zat serotin yang sifatnya menenangkan. Sedangkan air putih bermanfaat untuk memberikan efek segar atau relaksasi.

Ketika rasa cemas melanda, sebaiknya kita tidak meminum minuman yang mengandung kafein. Terlalu banyak minuman yang mengandung kafein, tidak melepaskan kita dari rasagelisah yang ditimbulkan oleh kecemasan yang sedang melanda, namun kadar kafein yang berlebih, justru membuat kita semakin gelisah dan dilanda rasa cemas.

Cobalah untuk relaks, dengan melakukan olahraga atau melakukan kegiatan-kegiatan yang kita sukai, untuk mengurangi tingkat ketegangan pikiran yang berlebih-lebihan. Upaya relaksasi merupakan upaya aktif untuk memanage rasa nyaman pada diri sendiri, sehingga segenap ketegangan yang tercipta tidak lagi melingkupi seluruh alur pikiran kita.

Kecemasan memang sebisa mungkin harus dikendalikan oleh diri sendiri. Orang lain atau obat-obatan sifatnya hanya membantu. Kesadaran diri agar tidak dikendalikan oleh rasa cemas, merupakan konsep yang paling tepat agar kita dapat terhindar dari rasa cemas yang berlebih-lebihan.

Memang banyak cara untuk mengendalikan rasa cemas. Namun hal yang paling penting dan efektif untuk mengurangi rasa cemas, adalah dengan menyerahkan segala permasalahan yang sedang kita hadapi, kedalam naungan kuat kuasa tangan Tuhan.

Tuhan tahu yang terbaik untuk kita. Tuhan tahu bagaimana penyelesaian masalah yang menimbulkan rasa cemas yang sedang kita hadapi. Dalam naungan kasih Tuhan, kita akan menemukan jawaban dan terhindar dari rasa cemas, sebab Tuhan tidak akan membiarkan anak-anakNya hidup dalam kerisauan serta mengalami kecemasan tanpa tahu jalan keluar penyelesaian masalahnya.

Kenapa harus cemas? Serahkan semua beban yang menghampiri kedalam naungan kuat kuasa tangan Tuhan. Burung-burung yang bebas terbang kesana-kemari saja dipelihara, apalagi manusia, right?

Tuhan memberkati kita semua.


.Sarlen Julfree Manurung
Jakarta, April 14, 2009

Bertutur tentang Thema atau Slogan Kampanye

Thema Kampanye, Membangun Inspirasi Bukan Menghancurkan Misi



Barack Obama menggunakan issue perubahan (CHANGE) sebagai thema kampanye pada saat dirinya mengikuti pemilihan presiden Amerika Serikat beberapa bulan yang lalu.

Ketika akhirnya Barack Obama terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ke-44, banyak pihak langsung berkomentar, kalau sebuah kata yang dipakai sebagai thema kampanye, ternyata memiliki satu point penting tersendiri, karena disadari atau tidak, pemilihan kata yang tepat sebagai thema kampanye, ternyata dapat menarik simpati serta dukungan masyarakat mengalir dengan deras.

Beda halnya dengan thema kampanye yang digulirkan oleh para calon pemimpin bangsa kita pada saat mengikuti pemilu legislatif beberapa waktu yang lalu. Thema kampanye yang diusung sejumlah besar caleg cenderung hanya diarahkan pada upaya propaganda atas hal-hal yang terkait dengan upaya untuk mengagung-agungkan atau menunjukkan ego diri mereka semata.

Suatu kata atau sejumlah kata yang dipilih dan kemudian dipakai oleh banyak caleg sebagai thema kampanye dalam pemilu, cenderung tidak menginspirasi masyarakat untuk berpikir, bahwa seorang pemimpin seharusnya menghadirkan suatu thema kampanye yang arah dan tujuannya membawa masyarakat yang akan dipimpinnya, kepada suatu tingkat kesejahteraan hidup yang jauh lebih baik hari demi hari.

Dalam banner, spanduk, dan kartu nama mereka, terlihat jelas kalau banyak caleg kita hanya ingin masyarakat melihat atau memandang diri mereka, seperti apa, siapa dan bagaimana mereka, bukannya apa dan bagaimana program kerja serta upaya-upaya yang akan mereka lakukan atau telah persiapkan untuk memajukan masyarakat.

Bisa dibilang, pada masa kampanye kemarin, hampir seluruh caleg yang mengadu peruntungan dalam penyelenggaraan pemilu legislatif tanggal 9 April 2009 yang lalu, memang tidak memiliki konsep dan thema kampanye.

Kata CHANGE yang dipakai Barack Obama sebagai thema kampanyenya, memang dirancang untuk membuat masyarakat Amerika Serikat melihat kesiapan dirinya untuk maju sebagai Presiden Amerika Serikat.

Pada pelaksanaannya, thema kampanye CHANGE mampu mempengaruhi alam pikiran masyarakat Amerika Serikat (pesan propaganda yang tepat sasaran) untuk jatuh hati pada Obama, dan pada sisi yang lain, mampu pula membangkitkan semangat nasionalisme masyarakat Amerika Serikat untuk bangkit dari kemungkinan terpuruk oleh kondisi krisis ekonomi global yang berawal di Amerika Serikat.

Memperhatikan upaya keras Barack Obama beserta tim suksesnya, terlihat jelas kalau sebuah kata thema kampanye, ternyata bisa memberikan dukungan penuh dari sejumlah besar rakyat Amerika Serikat untuk memilih Obama agar menjadi Presiden Amerika Serikat menggantikan George Bush.

Lemahnya kondisi ketahanan ekonomi Amerika Serikat yang sedang menghadapi dilema dan ancaman resesi, membuat rakyat Amerika Serikat membutuhkan adanya perubahan, membutuhkan adanya calon pemimpin bangsa yang siap menahan kencangnya arus laju kehancuran ekonomi dan memperbaiki hubungan diplomatik Amerika Serikat dengan negara-negara sahabat di dunia.

Adanya thema kampanye dalam pelaksanaan kampanye menjelang pemilu, tidak hanya ditujukan untuk mempengaruhi emosi dan rasa simpati masyarakat melalui proses wash brain, namun juga memberikan suatu wacana komunikatif dan terbuka pada masyarakat, yang menjelang pelaksanaan pemilu, dipenuhi oleh keragu-raguan oleh karena adanya banyaknya pilihan calon pemimpin yang ikut dalam pemilu.

Thema kampanye juga membuat pelaksanaan kampanye yang dilakukan oleh seorang calon pemimpin menjadi lebih terarah dan memiliki konsep. Artinya, segala sesuatunya itu telah dipersiapkan sebelumnya.

Dalam hal ini, seorang calon pemimpin yang telah mempersiapkan adanya suatu thema kampanye pada saat menjalani kampanye, sama artinya calon pemimpin tersebut telah mempersiapkan diri dan tim kerjanya untuk berdiri sebagai seorang pemimpin, dimana ia telah merancang sebuah program kerja yang diperlukan bangsa dan negara agar dapat tampil lebih baik.

Jelang pemilihan presiden bulan Juli mendatang, ada baiknya para calon presiden serta wakil presiden yang akan ikut dalam pemilu pilpres, mempersiapkan kampanye mereka dengan menghadirkan suatu thema kampanye yang bisa diterima masyarakat, dan sesuai dengan keadaan yang ada, agar sikap teledor dan tidak kreatif dari para caleg yang gagal masuk gedung DPR dan DPRD, tidak terulang kembali.

Belajar membuat thema kampanye sebelum maju dalam pemilu, merupakan suatu pola pembelajaran yang patut dilakukan oleh setiap orang yang akan maju dalam pemilu.

Adalah sebuah kesalahan apabila ingin maju dalam pemilu dan akan menjalani kegiatan kampanye, seorang calon pemimpin tidak mempersiapkan diri mereka terlebih dahulu.

Oleh sebab itu, adanya sebuah thema kampanye sebagai sentral dari pemikiran dan konsep rencana kerja yang akan dipaparkan selama masa kampanye, perlu dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan kampanye, karena seorang calon pemimpin yang telah siap sebelum mengikuti pemilu, adalah seorang calon pemimpin yang telah memikirkan segala sesuatunya baik-baik, dan telah membuat suatu skematik rencana kerja yang menuntun dirinya untuk menuju arah mana yang harus ditempuh untuk memenangkan pertandingan, bukannya menghancurkan pertandingannya sendiri.


.Sarlen Julfree Manurung
Jakarta, April 22, 2009

Jangan Jadikan Indonesia Negerinya Orang Stress...!!!

Dalam 2 minggu terakhir, media massa di Indonesia banyak memberitakan tentang perilaku dan tindakan para caleg yang sudah tidak bisa lagi berpikir dengan akal sehat karena merasa telah kalah dalam persaingan memperebutkan kursi di DPR, DPRD, atau DPD, dalam pemilu legislatif tanggal 9 April 2009 yang lalu.

Sungguh sangat mengenaskan ketika media massa menyampaikan kalau ada caleg yang bunuh diri, ada caleg yang harus berkonsultasi dengan bagian kejiwaan di sejumlah rumah sakit atau tempat-tempat pengobatan alternatif, dan ada caleg yang mengambil kembali dengan paksa barang-barang yang telah diberikan kepada warga masyarakat sebagai "buah tangan" yang diharapkan akan bisa menarik simpati masyarakat untuk memilih sang caleg dalam pemilu.

Entah kenapa, sekelompok anggota masyarakat terdidik dan terpandang ditengah-tengah masyarakat itu, justru melakukan sejumlah tindakan bodoh untuk melampiaskan kekecewaan atau perasaan sedih dalam hati dan diri mereka karena kalah dalam pemilu. Nampaknya, mereka adalah bagian dari orang-orang yang tidak siap secara mental untuk menerima kekalahan.

Banyak pihak yang menyayangkan dengan pilihan sikap yang diambil oleh sejumlah caleg tersebut, terutama karena mereka adalah orang-orang yang mengenal Tuhan namun membiarkan diri mereka berada dalam posisi tertekan, hingga akhirnya ada yang memilih untuk "menghentikan kisah hidup" mereka karena tidak ingin menanggung rasa malu, atau tidak mau terlalu lama tertekan oleh rasa kecewa mendalam.

Padahal, hasil pemilu sendiri masih belum diumumkan oleh KPU. Catatan perolehan suara yang masuk dalam Tabulasi Penghitungan Suara nasional hingga hari ini saja, baru mencapai angka sekitar 8 %. Masih besar kemungkinan untuk melihat perubahan keadaan ketika penghitungan suara secara manual mulai dilakukan pada tanggal 20 April 2009.

Agar orang-orang yang stress karena pemilu bertambah di negeri kita, kebijakan terkait penghitungan suara, nampaknya harus diubah mengingat tidak semua orang yang mendaftarkan diri sebagai caleg, kuat mental untuk menerima keadaan yang tidak sesuai harapan.

Dalam hal ini, pemerintah dan KPU seharusnya memiliki beban moral untuk mengubah cara-cara yang bisa membuat sejumlah orang tidak berpikir panjang dan sehat, untuk berperilaku aneh atau melakukan tindakan-tindakan yang akan membebani orang lain atau memancing kemarahan orang banyak.

Mempersiapkan ruang khusus di rumah sakit untuk mereka yang stress atau mengalami gangguan mental karena tidak kuat menerima kenyataan hasil pemilu, harus diikuti oleh adanya himbauan kepada partai politik peserta pemilu, agar mereka dapat melakukan pembinaan mental kepada para calegnya, sehingga jumlah caleg atau tim sukses yang mengalami stress dan depresi berat, dapat ditekan sedini mungkin.

Sangat menakutkan rasanya, kalau setiap penyelenggaraan pemilu, bangsa ini harus mencatatkan lebih banyak lagi jumlah orang yang bunuh diri atau mengalami gangguan jiwa karena tidak siap menerima kekalahan dalam pemilu.

Ini adalah sebuah keadaan nyata. Jadi, sebelum semakin banyak orang yang tidak siap menerima kenyataan, lakukan langkah prefentif untuk menghindari semakin banyak orang yang stress, depresi, mengalami gangguan mental, atau bahkan, memilih untuk bunuh diri karena tidak ingin menanggung malu atau rasa kecewa yang tak pernah usai.

Jangan jadikan Indonesia sebagai negaranya orang-orang stress...!!! Hentikan pembodohan melalui pola penghitungan suara yang membuat banyak orang terlanjur stress, terlanjur kecewa, terlanjur mengalami gangguan mental, dan terlanjur bunuh diri. Sudah cukup mahalnya harga barang-barang kebutuhan pokok dan biaya sekolah anak yang bikin stress.

NOTE :
Mudah-mudahan tidak ada calon presiden dan calon wakil presiden yang ikut-ikutan stress karena gagal jadi pemegang kendali kekuasaan pemerintahan tertinggi di negara kita.



.Sarlen Julfree Manurung
Jakarta, April 20, 2009

Sukses disetiap Kesempatan

“Oleh perjalananmu yang jauh engkau sudah letih lesu, tetapi engkau tidak berkata “Tidak ada harapan!” Engkau mendapat kekuatan yang baru, dan sebab itu engkau tidak menjadi lemah.”
(Yesaya 57 : 10)

Keinginan untuk menggapai cerita kehidupan yang lebih baik dalam diri seorang pria bernama Edo Kondologit. Edo adalah seorang Warga Negara Indonesia yang berasal dari propinsi Papua. Ia pergi merantau ke tanah Jawa dengan segenap angan-angan dan harapan. Namun semua angan-angan itu tidak dapat segera diwujudkannya.

Perjuangan ekstra keras memang harus dihadapi oleh Edo Kondologit. Dirinya pernah bekerja secara serabutan agar bisa menghidupi dirinya sendiri. Salah satu pekerjaan yang pernah dilakukannya adalah menjadi seorang petugas keamanan.

Bisa dibilang, pekerjaan ini “terpaksa” dilakukannya karena untuk kembali ke tanah Papua, dirinya tidak memiliki cukup uang. Bertahan hidup saja susah apalagi menyiapkan sejumlah besar uang untuk ongkos pulang ke kampung halaman.

Kesempatan untuk bisa mewujudkan angan-angan dan harapannya akhirnya muncul saat Edo Kondologit mendapatkan kesempatan untuk mengisi sejumlah acara sebagai seorang penyanyi di sejumlah kafe, hingga akhirnya Edo mendapatkan kesempatan untuk merekam suaranya di studio.

Semuanya bisa diraih Edo Kondologit karena dirinya tetap memupuk semangat besar agar berhasil dalam hidup ini dengan memanfaatkan kesempatan yang didapatkannya.

Pendeta Jeffrey Rahmat mengatakan bahwa sukses adalah kesempatan yang bertemu dengan kesiapan, dimana sebuah kesempatan, pada hakekatnya merupakan bagian dari karunia Tuhan, sedangkan kesiapan merupakan suatu kondisi yang harus setiap individu manusia lakukan, baik atau tidak keadaannya.

Hampir sama seperti hari-hari kita menghirup nafas kehidupan, Kesempatan memang merupakan salah satu dimensi kehidupan yang datangnya dari Tuhan. Jadi tidaklah salah kalau dikatakan kalau kesempatan juga merupakan sebuah karunia, yang apabila dijalankan dengan sikap positif dan cara berpikir realistis optimis, akan membawa diri seseorang pada masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan yang sudah diperoleh saat ini.

Ada kebahagiaan di titik akhir pencapaian dari sebuah kesempatan. Nilai kebahagiaan terpenuhi karena harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, tidak hanya terbentang di depan mata, namun kini dapat diraih.

Namun, sebuah pencapaian akhir bisa tidak tergapai apabila seseorang merubah sedikit saja parameter orientasi berpikir realistis optimisnya, menjadi sebuah sikap pesimistik. Dalam artian, keraguan dapat mempengaruhi pola berpikir yang seharusnya hadir dari adanya sebuah kesempatan.

Dalam bahasa Firman Tuhan dikatakan dengan : Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan. (Galatia 5 : 9)

Agar sikap pesimis tidak timbul dalam benak pikiran, maka sudah selayaknya setiap orang yang memperoleh kesempatan, menempatkannya sebagai sebuah penghargaan dari orang atau pihak lain. Kenapa begitu? Karena sebuah penghargaan merupakan tanda pengakuan dari orang lain atas prestasi serta sikap loyal yang telah ditunjukkan seseorang dalam melaksanakan setiap pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Bukankah sebuah penghargaan dari orang lain seharusnya memotivasi diri seseorang agar dapat hidup lebih baik lagi? Bukankah kesempatan yang diterima seseorang itu seharusnya dijalani dengan kerja keras dan upaya maksimal agar memperoleh hasil yang maksimal pula, sehingga mereka yang memberikan penghargaan tidak kecewa serta semakin percaya kepada kita?

Oleh karena kelalaian yang dilakukan Adam dan Hawa, manusia memang harus bekerja keras untuk memenuhi segenap kebutuhannya. Dalam hal ini, Firman Tuhan mengingatkan : Bukankah manusia harus bergumul di bumi, dan hari-harinya seperti hari-hari orang upahan? (Ayub 7 : 1)

Perjuangan yang dilakukan dengan penuh pengabdian serta kesungguhan, seharusnya hadir didalam diri pribadi lepas pribadi yang mendapatkan kesempatan dari pihak lain sehingga dapat meraih hasil yang terbaik.

Bagaimanakah caranya agar keberhasilan itu dapat diperoleh?

Datang kepada Tuhan dengan segenap kerendahan hati untuk memohon penyertaanNya, adalah cara terbaik yang bisa setiap orang percaya lakukan.

Firman Tuhan berkata :
Karena itu Aku berkata kepadamu : apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. (Markus 11 : 24)

Manusia sering kali lebih percaya pada kekuatan dan kemampuannya sendiri. Padahal, dalam setiap alur kehidupan yang kita jalani, satu hal yang seharusnya disadari serta diingat oleh setiap orang percaya pribadi lepas pribadi, bahwa ada bagian peranan Tuhan dan ada bagian peranan manusia dalam setiap usaha menjalani kehidupan yang sedang dihinggapi kesempatan.

Firman Tuhan berkata : “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8 : 28)

Apabila engkau memutuskan berbuat sesuatu, maka akan tercapai maksudmu, dan cahaya terang menyinari jalan-jalanmu. Karena Allah merendahkan orang yang angkuh tetapi menyelamatkan orang yang menundukkan kepala! (Ayub 22 : 28 – 29)

Pelaksana kehidupan ini adalah manusia. Baik atau buruk jalan yang diambil, itu semua adalah keputusan manusia itu sendiri. Setiap tindakan untuk mencapai tujuan, apapun bentuknya, merupakan upaya-upaya manusia itu sendiri. Kebedaraan dan posisi Tuhan adalah sebagai pengarah dan penolong kepada mereka yang datang pada hadiratNya.

Adanya penyertaan Tuhan memang memiliki andil terhadap setiap keberhasilan, dimana andil tersebut nyata dalam setiap upaya yang kita lakukan. Dan setidaknya, hasil itu bisa membuat orang lain, khususnya pihak yang memberikan kita kesempatan, merasa senang dan puas atas pekerjaan yang kita lakukan.

Tindakan apakah yang harus dilakukan manusia agar setiap kesempatan yang didapatkan, bisa mendapatkan hasil yang diinginkan?

Seperti telah disebutkan diatas, sebuah kesuksesan dapat diperoleh apabila seseorang yang mendapatkan kesempatan, mempersiapkan dirinya terlebih dahulu, yaitu dengan membuat konsep-konsep terarah sebagai landasan atau dasar-dasar pelaksanaan realistis yang disusun dengan pola pemikiran penuh perencanaan, menetapkan sejumlah target-target pencapaian, dan menghadirkan sebuah visi.

Hal penting lainnya yang patut disiapkan, adalah memotivasi diri bahwa kesempatan yang diberikan akan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Upaya memotivasi diri, memang memiliki kaitan erat dengan seberapa banyak pekerjaan yang dapat seseorang tersebut bisa selesaikan. Dalam hal ini, dengan terus menghadirkan konsep positive thingking dan didasari oleh gaya berpikir realistis optimis.

Ya, jika kita terus-menerus menanamkan dalam benak kita bahwa kita akan berhasil, maka keadaan yang kita ciptakan itu akan memompa semangat juang kita agar keberhasilan itu dapat digapai. Andai saja kita tidak dapat melihat kemampuan diri kita sebagai bagian dari orang-orang yang berhasil, maka besar kemungkinan pula, kita tidak akan pernah mencapai target yang seharusnya kita peroleh.

Prinsip ini tidak hanya berlaku dalam hal pekerjaan semata, namun juga saat kita memotivasi diri ini agar bisa sembuh dari sakit penyakit. Artinya, semakin besar keyakinan kita untuk sembuh, kita akan sembuh karena motivasi diri yang kita hadirkan, tidak membiarkan kita menjadi lemah.

Iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. (Yakobus 2 : 22)

Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita tentang kekuatan dari sebuah keyakinan. Keyakinan itu adalah iman kita. Iman yang kita miliki, dapat menolong kita mencapai hasil yang kita harapkan. Semakin besar kita beriman : jalan meraih sukses dapat diwujudkan, pengharapan akan menjadi kenyataan, dan bahkan, kita dapat merasakan sesuatu hal yang dulunya kita anggap mustahil.

Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini : Pindah dari tempat ini ke sana, - maka gunung ini akan pindah dan takkan ada yang mustahil bagimu. (Matius 17 : 20b)

Kesempatan juga berkaitan dengan tanggung jawab. Ketika sebuah kesempatan yang kita peroleh dapat kita jalani dengan baik dan berakhir dengan kesuksesan, niscaya kita akan meraih kesempatan-kesempatan lain yang bentuk dan tingkat tanggung jawabnya lebih besar dari kesempatan sebelumnya.

Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. (Lukas 6 : 10)

Apabila itu terjadi, maka hidup yang dipenuhi dengan tanda-tanda orang yang telah mengalami kesuksesan, sudah terlihat didepan mata.

Pintu kesuksesan akan dapat kita raih apabila kita memanfaatkan dengan baik setiap pintu kesempatan yang diberikan kepada kita dengan terus memotivasi diri dan terus berusaha untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Kita mungkin akan merasa lelah, tapi setiap usaha dan kerja keras pasti mendapat perhatian dari orang lain, dan orang lain akan menghargai segenap usaha kita.


Tuhan Yesus memberkati dan menyertai kita semua



Salam saya,


.Sarlen Julfree Manurung
Jakarta, April 7, 2008

===
Referensi :

1. Firman Tuhan
2. Gfresh No. 47 tahun 2004
3. Bom.com edisi ke-13 tahun 2006

Sumber Sukacita yang Berkelimpahan

"Tetapi dalam semuanya itu, kita lebih daripada orang-orang yang menang, melalui Dia yang telah mengasihi kita."
(Roma 8 : 37)

Ketika manusia dilahirkan, apa yang ada padanya adalah kehidupan daging yang belum beriman, yang belum mengetahui bagaimana kehidupan ini harus dijalani dan bagaimana kehidupan di dalam Roh akan menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri. Perjalanan kehidupan mengalir apa adanya.

Perbedaan nyata terlihat ketika kehidupan mulai membuat daging mengenal apa yang disebut dengan dosa. Dalam periodisasi kehidupan manusia ini, keinginan daging berperang melawan Roh. Semua imajinasi dalam pengharapan menjadi bagian dari hari-hari pencarian jati diri, apakah berdiri dalam kebenaran iman, atau terlena dalam kesenangan yang ada dalam kehidupan di dunia.

Upaya pencarian dilakukan untuk mendapatkan hakekat tertinggi pada saat menapaki setiap jejak langkah dalam peristiwa kehidupan yang dihadapi. Semua berada dalam satu proses dimana diri ini yang mengendalikan atau menentukan arah mana yang ingin dilalui.

Pada konteks kehidupan seperti ini, jangan pernah kita menyalahkan Tuhan karena pilihan jalan benar atau salah, semuanya ada ditangan kita.

Banyak pribadi yang cenderung untuk memilih mengikuti keinginan daging karena kehidupan menawarkan berbagai kesenangan. Terkadang, ada dimensi hidup yang disadari bahwa hal itu adalah sebuah tindakan salah, tidak baik, atau tidak membawa manfaat bagi keberhasilan dalam hidup ini. Namun, demi tercapainya satu makna kesenangan, mata hati sengaja dikaburkan.

Bahkan, nilai-nilai prinsipil yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, diterjang agar kesenangan dapat diraih.

Konteks yang akan kita temui kemudian adalah : ketika kita mengikuti keinginan daging, maka segenap kesenangan yang akan didapatkan, sifatnya berlaku sementara, karena akan selalu diimbuhi oleh adanya kesukaran, kesedihan, kepenatan, dan kejenuhan.

Terkadang, ada dimensi hidup yang ditawarkan disadari bahwa itu adalah tindakan sesat, tidak baik, tidak membawa manfaat... namun tetap dijalani dengan mengatasnamakan pertemanan atau takut dianggap tidak mengikuti perkembangan jaman.

Dengan kata lain, keinginan atau kehidupan di dalam daging, membuat konsep berpikir seseorang menghadirkan sebuah analogi bahwa segala sesuatu itu bisa digapai, meskipun dengan segala cara, meskipun kepuasaan yang didapat, sifatnya hanya sementara.

Bagaimana dengan kehidupan di dalam Roh?
Kehidupan didalam Roh nyata bisa dirasakan apabila manusia mengarahkan hati dan kehidupannya kepada Yesus Kristus didalam pertobatan. Sebuah kepastian diperoleh karena Kasih yang nyata didalam Kristus membuat manusia selalu ingat kepadaNya.

Segenap pencarian yang setiap pribadi lepas pribadi lakukan akan mendapatkan hasil karena arah yang manusia tuju dilandasi oleh adanya rasa percaya bahwa pencapaian dari segenap pencarian itu, merupakan tuntunan Roh. Kekuatan iman membuat segala sesuatu yang diperbuat berada dalam koridor yang tepat, yaitu sebuah kepastian.

Terkait dengan Paskah, manusia dihadapkan pada sebuah pemikiran logika dan besarnya kekuatan iman didalam Roh, untuk mengerti dan menyadari bahwa Yesus Kristus, Putera Tunggal Allah, memang telah bangkit dari kematian. Manusia, dengan segenap logikanya, tidak akan mengerti akan peristiwa itu.

Daya jangkau pikiran manusia memang hanya sebatas apa yang mampu dipikirkannya. Sedangkan daya jangkau iman, dapat menyakini sebuah peristiwa berdasarkan tuntunan Roh, sehingga manusia akan tahu dan menyadari bahwa kuasa Tuhan memang melampaui kematian daging.

Realita bahwa Yesus Kristus telah bangkit dari kematian merupakan suatu momentum tunggal yang tidak dapat dilakukan oleh siapapun di dunia ini, karena terlepasnya belenggu dosa yang membuat seseorang jatuh kedalam maut, secara faktual bisa pribadi lepas pribadi rasakan dalam kehidupannya asalkan dirinya mengandalkan Roh untuk meyakininya.

Satu hal yang teramat penting lainnya : apabila manusia mengandalkan kemampuan diri untuk memahami sesuatu dengan berdasarkan logika semata, maka manusia itu tidak bisa membedakan dan mengenal siapa Pribadi yang disebut dengan nama Yesus Kristus tersebut.

Ketika hal tersebut justru dipakai sebagai sebuah pedoman pemahaman, maka manusia akan semakin tenggelam dalam teori-teori pemikiran manusia semata. Namun, ketika manusia menggunakan Roh untuk dapat mengerti jalan Tuhan untuk membuat manusia tahu bahwa Tuhan adalah Pribadi yang tidak sama dengan kehidupan daging karena diriNya adalah Anak Allah, yang dapat menyatakan kuat kuasaNya, maka akan sadar, begitu besar kuat kuasa Tuhan, bahkan kuasa maut dapat dikalahkanNya.

Rasul Paulus berkata : "Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging." (Galatia 5 : 16)

Yesus Kristus adalah sumber sukacita yang berkelimpahan. Bila ingin mengerti dan merasakannya, gunakanlah Roh Kudus yang bermukim didalam hati setiap orang percaya, sehingga tidak sia-sia hidup yang kita jalani.

Nyatalah kemenangan Yesus atas maut, dan kita anak-anakNya, beroleh kemenangan oleh karena kebangkitanNya...

God Bless You All



.Sarlen Julfree Manurung
Jakarta, March 23, 2008