Monday, 27 April 2009

Merevisi dan Mereformasi Cara Pandang Generasi Tua Terhadap Generasi Muda

Cukup menyebalkan rasanya apabila harus mengawali serta mengakhiri bagian dari hari-hari kehidupan dengan menghadapi sikap apatis, skeptis, narcis, egois, manipulatif, dan tidak korektif dari sejumlah orang yang termasuk dalam kelompok masyarakat generasi tua.

Alur berpikir anak-anak muda yang penuh dengan ide-ide spontan, praktis dan pragmatis, sering kali tidak berdaya guna serta tidak tersalurkan, karena terganjal oleh sikap sulit menerima adanya pandangan-pandangan yang berbeda dengan konsep pemikiran generasi tua, apalagi mereka cenderung lebih ingin didengarkan.

Benturan-benturan komunikasi antara generasi muda dengan generasi tua, kerap kali terjadi karena generasi tua senang sekali menghadirkan anggapan, bahwa generasi muda adalah kumpulan pribadi-pribadi manusia yang belum berpengalaman, banyak menyanggah, serta tidak memahami apa-apa.

Proses pembentukan karakter dan kepribadian yang terjadi atas generasi muda, seakan-akan dipaksa untuk mengikuti konsepsi pemikiran, bahwa kualitas terbaik akan diperoleh apabila kaum muda dapat 100% bersikap respek kepada yang lebih tua, dan mengikuti segenap progress yang ditentukan oleh orang-orang yang lebih dituakan.

Konsepsi berpikir seperti ini, mungkin ada benarnya. Namun, konsepsi ini sering kali tidak dapat dilakukan sepenuhnya selama generasi tua tidak selalu menggeneralisasikan setiap permasalahan yang ada berdasarkan satu sisi cara pandang semata.

Why? Karena pada kenyataannya, justru generasi tua adalah kelompok masyarakat yang sering terjebak dengan alam pemikiran skeptis, tidak fokus dan tidak konsisten dengan pernyataan mereka sendiri, kecuali mereka diingatkan.

Apabila hal ini dibiarkan menjadi bagian dari drama kehidupan generasi muda, dampaknya akan muncul pemikiran ringkas dari kelompok orang yang dituakan, yang menilai kalau kaum muda merupakan pribadi manusia pembangkang.

Penilaian ini, jelas terlalu premature dan bermakna menghakimi keberadaan kelompok kaum muda, apalagi kalau hanya didasarkan pada pemikiran emosional yang muncul karena generasi tua tidak dapat mengendalikan atau menerka alur pemikiran serta gaya hidup kaum muda.

Dalam kondisi sulit tersebut, maka generasi tua akan menghadirkan bantahan-bantahan atau sanggahan-sanggahan yang tidak fair dan tidak terarah, yang pada akhirnya akan membentuk satu opini yang memojokkan posisi serta potensi hidup dari orang-orang muda.

Sesi bertukar pikiran sering kali berakhir anti-klimaks, karena generasi tua justru senang sekali melebarkan topik pembicaraan kearah hal-hal yang tidak berkaitan atau tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dibicarakan, untuk maksud mengalihkan pembicaraan dan menjauhi perhatian kaum muda terhadap alur pemikiran terbatas kelompok masyarakat generasi tua.

Apabila konsep keterbukaan diri untuk menerima pandangan-pandangan benar, tepat guna, tepat sasaran, realistis dan sesuai dengan perkembangan kondisi serta situasi yang ada, maka bukanlah sebuah kesalahan apabila generasi tua berani mengakui kebenaran pandangan generasi muda dan tidak malu untuk meminta maaf kalau memang salah.

Orang-orang yang lebih tua memang lebih sulit untuk mengucapkan kata-kata permohonan maaf kepada orang yang lebih muda. Orang-orang yang lebih tua memang cenderung lebih ingin didengarkan orang yang lebih muda, karena memang begitulah ego dari orang-orang yang lebih muda.

Kenapa begitu? Karena besarnya ego dan adanya pandangan sempit yang melekat dalam diri banyak generasi tua, sesungguhnya telah menghilangkan kepercayaan serta respek orang muda kepada mereka, dimana kondisi tersebut telah menghadirkan perpecahan kedekatan hubungan komunikasi antara orang muda dengan orang-orang yang lebih tua.

Hal ini patut dipikirkan dan dipertimbangkan untuk menjadi pola berpikir baru, apabila ingin mengeliminir berkembangnya debat kusir yang tak perlu terjadi antara generasi muda dengan generasi tua atau pemikiran skeptis yang tidak membuka wawasan serta cara pandang benar terhadap perkembangan kehidupan orang-orang yang lebih muda.

Pada sisi yang lain, ego besar yang melekat dalam diri generasi tua, tanpa mereka sadari, sering kali menjadi penghambat kemajuan dan keberhasilan orang-orang muda.

Generasi muda memang membutuhkan disposisi dari orang yang lebih tua. Namun itu bukan berarti generasi tua berhak menutup telinga dan mata hati mereka untuk mendengarkan pandangan generasi muda, apalagi mengacuhkannya, atau bahkan, pura-pura tidak tahu.

Baiknya pengalaman yang dimiliki generasi tua, seharusnya menempatkan mereka sebagai mentor atau pihak yang mampu mengarahkan generasi muda, dan bukan sebagai pihak yang mintanya harus selalu didengarkan saja, karena memang, belum tentu kebenaran itu seutuhnya milik generasi tua.

Pemaksaan kehendak yang sering diterapkan generasi tua kepada generasi muda, justru dapat menjadi bumerang bagi generasi tua itu sendiri, karena perkembangan jaman menuntut adanya penyelarasan pemikiran dengan perkembangan situasi yang ada.

Artinya, sikap kompromistis, janganlah ditabukan.

Generasi tua memang memiliki andil atas kemajuan generasi muda. Namun generasi tua juga memiliki andil atas rusaknya generasi muda.

Sedikit atau banyaknya yang terserap, generasi tua secara langsung atau tidak langsung, telah mengajarkan korupsi, perilaku tidak kooperatif, adanya tindak pelecehan, amoral, dan diskriminatif, perilaku sadis atau kasar, serta sejumlah tindak atau perilaku lain, yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah menjalani kehidupan yang bermartabat.

Memperhatikan hal tersebut diatas, maka sudah selayaknya pula para generasi tua, tidak menciptakan dan mencoba untuk membenamkan stigma negatif terhadap generasi muda, sebab bagaimanapun, mereka juga bertanggung-jawab atas kehidupan generasi muda, yang kelak akan menjadi generasi tua pula.

Kerjasama dan dukungan generasi tua terhadap generasi muda, akan membangun suatu generasi yang kuat serta tangguh. Pola kerjasama ditujukan untuk mengembangkan pola pikir dan kreatifitas. Sedangan dukungan diberikan bukan untuk menghadirkan sikap manja pada generasi muda, namun agar generasi muda mengerti dan memahami, ketika mereka ingin maju, ada generasi tua yang mendampinginya.

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat, terutama untuk menghindari adanya pengkultusan pemikiran yang ingin menyatakan bahwa anak muda adalah kaum pembangkang apabila tidak mendengarkan pola pemikiran generasi tua, karena kondisi itu tidak selalu menjadi pakem yang selalu terjadi apabila generasi tua sendiri tidak memiliki kepedulian dan keinginan mendengarkan orang-orang muda.


.Sarlen Julfree Manurung 

No comments:

Post a Comment