Hari Selasa yang lalu adalah hari yang membuat aku setuju dengan pendapat yang mengatakan, bahwa kasih sayang itu merupakan sebuah kondisi yang harus terus dipelihara dan dijadikan bagian terpenting yang tak bisa dilepaskan begitu saja dalam ikatan keluarga, yaitu antara orang tua dan anak-anak mereka.
Pada hari Selasa lalu itu, aku benar-benar berada pada kondisi emosional yang teramat mendalam, bukan karena aku pribadi mengalami suatu peristiwa yang membuat aku patah hati atau patah semangat, namun karena aku berada pada suatu situasi hati yang teramat terenyuh.
Terjadinya pada malam hari, saat aku nongkrong di warung tenda pecel lele milik Pak Huda. Sebenarnya aku tidak berniat nongkrong malam itu. Namun karena udara terasa gerah aku rasakan, aku pun akhirnya melangkah keluar rumah untuk merasakan angin yang bertiup sepoi-sepoi di udara terbuka.
Untuk mengisi suasana, aku dan Pak Huda terlibat pembicaraan seputar pemilu dan anak perempuan tetangga kami yang kabur dari rumah karena tidak mendapat restu berpacaran dari orang tuanya.
Ketika sedang asyik-asyiknya ngobrol, tiba-tiba perhatian kami tertuju pada sisi lain warung tenda, dimana seorang tukang ojek tiba-tiba menepi, menghampiri seorang anak kecil yang terlihat kebingungan.
Kami sebenarnya tidak mendengar apa yang dibicarakan oleh si tukang ojek dan anak kecil itu. Tidak lama, si tukang ojek meninggalkan anak kecil itu sendirian.
Raut wajah anak kecil itu terlihat sedih dan agak ketakutan karena ditinggal sendirian. Melihat situasi tersebut, aku dan Pak Huda mencoba untuk bertanya kepada anak kecil itu, kenapa ia berdiri disana dan kemana tujuannya.
Pertanyaan yang kami ajukan, nampaknya cukup jelas terdengar oleh anak kecil itu namun iat tidak menjawab meskipun aku dan Pak Huda menanyakannya berkali-kali. Melihat hal tersebut, kami pun memanggilnya agar mendekat. Ia tidak memberikan reaksi apapun meskipun kami memintanya baik-baik.
Aku lalu berinisiatif menawarkan anak itu es teh manis agar ia dapat minum. Tawaran itu disambut anak kecil itu dan ia pun mendekat dan duduk dihadapan kami.
Anak kecil itu mengenakan baju kaos lengan panjang warna kuning, celana panjang jeans warna merah, dan memegang 2 kantung plastik yang ternyata isinya adalah 3 bungkus kacang rebus dan 2 aqua gelas. Wajahnya terlihat lusuh dengan rambut agak kemerahan karena terbakar matahari.
Ketika kami mulai bertanya, aku dan Pak Huda cukup kaget dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada anak kecil itu dan kenapa anak kecil itu tidak memberikan jawaban ketika kami berkali-kali bertanya padanya. Tahukah kalian kenapa anak itu tidak menjawab ketika kami menanyakan banyak hal padanya? Ternyata anak kecil itu bisu dan tuli. Hiks...
Ya, kami mengetahui bahwa anak kecil itu bisu-tuli saat kami menanyakan nama anak kecil itu. Secara spontan aku berusaha memahami apa yang diucapkan tentang nama dari anak kecil itu dengan membaca gerak bibirnya. Ia menyebutkan : RAMA.
Aku tidak yakin. Aku pun meminjam pulpen dari seorang penjaga warung rokok yang letaknya tidak begitu jauh dari tempat kami duduk dan bertanya pada anak kecil itu. Kepada Pak Huda aku meminta sobekan kertas. Pulpen dan kertas itu aku serahkan pada anak kecil itu.
Dari tulisan tangannya, aku baru mengetahui kalau nama anak itu adalah : RIAMA.
Aku pun mencoba bertanya kembali dengan menggunakan bahasa isyarat apa adanya (agar anak kecil paham dengan pertanyaan yang aku dan Pak Huda tanyakan padanya) tentang dimana tempat tinggal Riama. Dari mulut mungilnya terucap kata "SETU", yaitu nama suatu daerah di Bekasi.
Bisa dibilang, daerah SETU cukup jauh dengan daerah Pondok Kelapa, tempat aku tinggal. Melihat keberadaan anak kecil itu yang berdiri sendiri di pinggir jalan tanpa ditemani oleh orang dewasa yang bisa menuntun dan menjaga dirinya, aku berpikir kalau anak kecil itu baru saja ditinggalkan oleh orang tuanya.
Sepertinya, orang tua Riama merasa terbebani dengan kondisi bisu-tuli Riama, sehingga mereka meninggalkan Riama sendirian di tengah jalan, yang jaraknya cukup jauh dari rumah orang tua Riama. Orang tua Riama hanya meninggalkan 3 bungkus kacang rebus dan 2 gelas aqua agar Riama dapat bertahan hidup.
Apabila kondisinya sama seperti yang aku bayangkan, jelas, apa yang sedang dialami Riama adalah sebuah tragedi kemanusiaan. Seorang anak dibuang oleh orang tuanya karena anaknya memiliki kekurangan, yang dirasakan membebani orang tua dari si anak.
Selanjutnya, kebingungan pun muncul. Rasanya tidak mungkin membiarkan Riama tetap berada di jalan. Tapi untuk mengantarkannya pulang, aku juga tidak begitu paham dimana letak daerah SETU itu pastinya.
Kebingungan aku segera terjawab ketika Pak Rohmat, seorang tukang ojek yang telah aku kenal, berhenti di dekat kami. Kepada Pak Rohmat segera aku paparkan apa yang sedang terjadi berikut analisa yang sempat terlintas di benak aku, bahwa Riama sepertinya dibuang oleh kedua orang tuanya.
Pak Rohmat sempat memaki-maki orang tua Riama. Sesaat kemudian, Pak Rohmat mengemukakan bahwa ia bersedia mencoba mengantarkan Riama dan mencoba mencari tahu dimana rumahnya.
Pak Rohmat merasa, kalau upayanya itu tidak akan menemui banyak kesulitan berarti karena Abang dari Pak Rohmat tinggal di daerah SETU juga. Menurut Pak Rohmat, apabila benar orang tua Riama tinggal di daerah SETU, dengan dibantu Abangnya, ia akan dapat dengan mudah menemukan dimana rumah orang tua Riama.
Kalau tidak malam itu, mereka akan mencoba mencari pagi harinya. Riama akan diminta untuk menginap di rumah Abangnya Pak Rohmat kalau malam itu tidak mungkin dilakukan pencarian rumah orang tua Riama.
Alasannya, keakraban diantara sesama warga SETU, terjalin cukup baik, dimana diantara sesama warga SETU, saling mengenal.
Keinginan Pak Rohmat itu aku sambut dengan baik. Kepada Riama aku meminta ia agar ikut dengan Pak Rohmat untuk diantar pulang ke rumahnya. Wajah Riama terlihat berubah ceria ketika mengetahui niat baik Riama tersebut.
Sebenarnya, sampai kemarin malam, aku belum tahu bagaimana kondisi Riama, apakah ia sudah kembali ke rumahnya atau belum. Oleh sebab itu, ketika bertemu dengan Pak Rohmat tadi pagi, aku menanyakan bagaimana dengan upaya mencari rumah Riama.
Pak Rohmat mengatakan, bahwa sampai saat ini rumah orang tua Riama belum ditemukan. Riama sendiri sempat merubah-rubah pernyataan sehingga menyulitkan upaya pencarian rumah orang tuanya. Saat ini, untuk sementara waktu, Riama tinggal di rumah Abangnya Pak Rohmat di SETU.
Aku berharap dan berdoa, semoga rumah orang tua Riama dapat segera ditemukan. Apabila dapat ditemukan, sikap keras Pak Rohmat mungkin dapat membuat orang tua Riama harus menghadapi tuntutan hukum karena mencoba menelantarkan anaknya.
Yang aku tahu, watak Pak Rohmat itu, keras. Tapi, diantara kerasnya sikap, ternyata Pak Rohmat memiliki hati yang lembut, penyayang, dan memiliki jiwa kemanusiaan yang tinggi juga. Kiranya Tuhan memberkati Pak Rohmat.
Aku juga berharap, tidak ada lagi orang tua seperti orang tua Riama, yang mencoba untuk melepaskan tugas dan tanggung jawabnya untuk merawat Riama, anaknya, hanya karena anaknya itu memiliki kekurangan secara fisik.
Kepada para orang tua yang membuat anaknya menderita dengan membuangnya, aku berharap negara dapat menuntut para orang tua tersebut dengan hukuman yang seberat-beratnya, karena tindakan yang mereka lakukan, dapat membuat hati sang anak terluka dan meninggalkan kesan yang dapat mengganggu kondisi psikologis anak yang dibuang anaknya.
Hentikan kekerasan kepada anak SEKARANG...!!!
INGAT...!!! Anak adalah titipan Tuhan, apapun kondisi anak, itu adalah pemberian Tuhan, terimalah sebagai anugerah karena banyak pula orang tua yang sudah bertahun-tahun menikah namun tidak memiliki anak. Tuhan telah menitipkannya kepada para orang tua untuk dirawat, dijaga, dan dibesarkan dengan cara-cara yang benar serta penuh kasih sayang.
Benar-benar sebuah tragedi kehidupan...
Sebenarnya, aku juga memiliki satu penyesalan atas peristiwa yang menimpa Riama. Penyesalanku muncul karena aku tidak memotretnya, agar bisa aku upload di tulisan aku ini. Siapa tahu ada diantara teman-teman di facebook yang mengenali wajah Riama dan dapat mempermudah pencarian rumah atau orang tua dari Riama
No comments:
Post a Comment