Monday, 24 May 2010

Pola Pembelajaran Baik dari Kerangka Pemikiran Samuel Mulia

Ada satu kolom tulisan di harian surat kabar KOMPAS edisi hari Minggu yang selalu menarik perhatian saya untuk membacanya. Daya tarik terbesar dari kolom tulisan itu ada pada ragam tema tulisan yang disajikan dengan menggunakan pilihan kata dan gaya bahasa sederhana. Nama kolom tulisan yang saya maksudkan tersebut, adalah PARODI, diasuh oleh Samuel Mulia.

Samuel Mulia memang mencoba untuk memparodikan kisah-kisah atau pengalaman kehidupan sebagai bahan tulisannya. Topik-topik yang diangkat sebagai bahan tulisan merupakan sebuah kondisi aktual, sehingga dapat menjadi bahan pemikiran atau pencerahan bagi orang-orang yang membaca tulisannya.

Baiknya kemampuan Samuel untuk merangkai kata-kata, membuat sebuah topik bahasan berat menjadi terasa ringan karena diwacanakan secara cerdas, sehingga menarik untuk dibaca hingga kata terakhir.

Konsep pembahasan yang ditawarkan Samuel Mulia, cenderung tidak diarahkan untuk memberikan jawaban atau jalan keluar dari pemecahan masalah, akan tetapi berupa pandangan-pandangan inspiratif yang dapat mengilhami pembaca tulisannya, untuk dapat memahami bagaimana alur sebuah peristiwa kehidupan dapat merubah jalan kehidupan.

Dalam banyak tulisannya, Samuel Mulia memang mencoba untuk mengkritisi dan memberikan suatu pola pemahaman yang tepat terhadap sebuah cerita kehidupan maupun keadaan yang telah membuat banyak orang tidak mengerti dan terperangkap dalam dilema, hingga akhirnya mendapatkan wawasan serta cakrawala baru untuk menyikapinya.

Argumentasi yang disampaikan Samuel, cenderung dinyatakan dengan kerangka atau perspektif berpikir imajinatif namun rasional, terutama untuk keadaan atau hal-hal yang selama ini dinilai janggal atau tidak mudah dicerna oleh alam pemikiran sederhana, yang mampu menjebak banyak orang dalam suasana tidak pasti, sehingga mengganggu benak pikiran dan menimbulkan persoalan baru.

Bisa dibilang, kesimpulan dari banyak tulisan Samuel Mulia, hanya berisikan pesan-pesan moral semata, karena memang, banyak hal-hal baik yang disampaikan Samuel Mulia melalui tulisan-tulisannya.


NATO dan Omdo

Tulisan Samuel Mulia yang dimuat pada hari Minggu (02/05/10) kemarin, diberi judul NATO (no action talk only) dan Omdo (omong doang). Judul tersebut diambil berdasarkan tulisan artikel yang dimuat di sebuah majalah wanita yang baru saja dibacanya.

Banyak orang, dengan didorong oleh keinginan, niat, serta maksud baik, sering kali mengirimkan atau menyampaikan pesan-pesan simpatik melalui SMS atau Blackberry Messenger (BBM) kepada teman, sahabat atau orang-orang yang dikasihinya.

Apabila disimak dan ditelaah lebih jauh esensinya, tidak ada yang salah dari pesan-pesan simpatik itu. Bahkan tidak sedikit isi dari pesan-pesan simpatik tersebut, mampu menggugah, menegur, atau bahkan membantu kita untuk menyadari akan kesalahan atau kekurangan di dalam diri kita.

Namun sering kali pernyataan benar yang melekat dalam pesan yang dikirimkan itu, hanya selintas saja menyentuh hati nurani yang paling dalam, karena kita segera melihat, siapa orang yang menyampaikan pesan simpatik itu kepada kita.

Kondisi ini bisa terjadi karena kita segera membuat penilaian bahwa isi dari pesan yang disampaikan, berbanding terbalik atau berbenturan dengan konsep kehidupan yang dijalani oleh penyampai pesan simpatik tersebut.

Samuel Mulia membahasakan pernyataan diatas dengan : “Kalau seorang pezinah menganjurkan orang lain untuk hidup dalam kebenaran, si pezinah ini maunya apa ya?”

Apabila seseorang yang hidup benar menyampaikan hal-hal simpatik dengan tujuan baik, tentu saja tidak akan menjadi masalah karena dirinya sudah memilih untuk menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehendak Sang Khalik.

Lalu, bagaimana kalau orang yang menyampaikan pesan simpatik dan bertujuan baik itu, adalah orang yang suka berselingkuh, suka berbohong, suka menipu, atau suka menghadirkan pertentangan dengan orang lain?

Tentu saja, tindakannya itu akan mendapatkan tanggapan apatis dari orang yang menerima pesan simpatik tersebut (meskipun orang yang menerima pesan itu, ternyata menjalani pula pola serta gaya hidup yang tidak benar).


Dampak Sebuah Stigma Negatif

Pada dasarnya, sikap dan penerimaan masyarakat akan terlihat lebih protektif kepada orang-orang yang terkenal dengan sikap atau perilaku tidak baik, dibandingkan dengan sikap serta penerimaan masyarakat kepada orang-orang yang terkenal dengan sikap atau perilaku baik di mata masyarakat.

Masyarakat akan terlihat lebih hati-hati apabila berhadapan / berkomunikasi dengan orang-orang yang sikap atau perilakunya dianggap belum mencerminkan sikap atau perilaku dari individu manusia lainnya. Kondisi ini membuat masyarakat tidak mudah menerima adanya pandangan, masukan atau informasi dari orang-orang yang tidak mencerminkan “budaya” yang sama dengan mereka.

Kenyataannya, stigma negatif yang terlanjur dilekatkan pada diri seseorang, akan mempengaruhi pula penilaian masyarakat atas pernyataan atau ungkapan benar yang diucapkannya.

Adanya sikap seseorang yang terlanjur dinilai negatif, memang bisa menyulitkan posisi seseorang sebab penilaian buruk atas sikap atau perilaku tidak baik yang dimilikinya, akan terus melekat dan sulit untuk dihapuskan. Padahal butuh waktu cukup lama untuk dapat membebaskan diri dari lingkaran anggapan buruk yang terlanjur melekat / dilekatkan pada diri seseorang.

Faktanya, apa yang disampaikan oleh Samuel Mulia, benar adanya. Kita mungkin pernah pula terkena dampak dari adanya stigma negatif yang dihadirkan oleh orang-orang di sekitar kita.

Pada saat hal itu terjadi, akan sangat terasa sekali kalau orang lain tidak akan mudah mempercayai atau segera mengaminkan adanya pandangan, masukan maupun informasi benar yang kita nyatakan, sebab stigma negatif telah membuat orang lain menilai pernyataan yang kita sampaikan, tidak sebenar sikap atau perilaku kita.


Menilai dengan Dasar, Bersikap secara Santun

Sering kali kita - dalam kondisi sadar - terlalu cepat membuat suatu penilaian negatif terhadap sebuah masukan yang disampaikan, hanya karena kita lebih cepat memandang atau mengingat apa, siapa, dan bagaimana diri orang yang menyampaikan masukan baik tersebut.

Sesuatu yang baik, akan tetap bernilai baik, kecuali kita mencoba membuat pandangan yang berbeda, sehingga kita tidak menemukan hal baik dari hal baik tersebut.

Jangan pernah membuat penilaian tanpa terlebih dahulu kita memperhatikan baik-buruknya tindakan atau ucapan kita itu kepada orang lain, sebab kita harus membuka pintu harapan kepada orang lain untuk bisa dipandang / dikenal apa adanya diri mereka.

Kita tidak bisa selalu membangun sebuah gagasan pemikiran skeptis maupun asumsi pemikiran negatif terhadap berbagai masukan atau informasi yang ditawarkan / dikemukakan orang lain kepada kita, apa lagi kalau hal-hal baik itu dinyatakan untuk menginspirasi hidup kita agar kita dapat hidup lebih baik, atau sengaja dinyatakan untuk kebaikkan diri kita.

Pada sisi yang lain, mewacanakan sebuah pesan, pandangan, masukan, atau informasi benar, yang bisa membuat orang lain tampil baik, kiranya dapat diselaraskan dengan sikap serta perilaku sehari-hari, agar setiap ucapan atau tindakan kita, tidak kembali dalam bentuk cemooh atau diacuhkan tanpa ada kesan mendalam di hati dan benak pikiran orang lain.

Feed back dari sebuah keadaan, memang sebaiknya dimulai dengan melakukan introspeksi diri, mencoba menelaah lagi hal-hal yang menyebabkan kita belum mencapai hasil maksimal seperti yang kita inginkan, atau kenapa kita bersikap reaktif terhadap suatu keadaan yang membuat diri kita tidak nyaman dengan sebuah peristiwa yang kita alami.

Dalam hal ini, Samuel Mulia menterjemahkan hal-hal baik yang diperoleh dari keadaan yang dirasakan atau dialaminya melalui kata-kata :
"Sekarang saya mengerti bahwa doa-doa saya selama ini tak dijawab, mengapa hidup saya cuma segini-gini saja, itu juga karena andil saya yang cuma mau percaya adanya Tuhan, tetapi tak mau menjalankan persyaratannya."

Semua hal baik tidak akan pernah bisa berubah menjadi tidak baik selama benak pikiran sehat kita tidak meluruhkannya dengan bersikap tidak baik atau dengan menghadirkan pandangan negatif atas nilai-nilai baik yang terkandung didalamnya. Nilai-nilai baik itu akan berubah menjadi abu-abu atau terlihat tidak lagi baik.

Hidup ini bukan soal ngomong doang, akan tetapi juga soal bagaimana kita mengendalikan omongan yang "doang" itu.

Terima kasih, Pak Samuel Mulia.


.Sarlen Julfree Manurung

No comments:

Post a Comment