Tuesday, 31 May 2011

Ada Saatnya Kita Berbicara, Ada Saatnya Kita Diam

Ada saatnya kita berkata-kata, dan ada saatnya pula kita diam, nyaris tidak berkata apa-apa...

 

Saat kita berkata-kata, ada baiknya kita menyampaikan sesuatu yang bermanfaat, menebar sukacita, dan menghadirkan kebaikkan hidup, bagi orang-orang yang ada di sekitar kita. Segenap perkataan kita, selayaknya membawa berkat bagi orang lain.

 

Pada saat kita diam atau nyaris tidak berkata apa-apa, ada baiknya kita tidak “kentut” sembarangan, sebab tindakan kita itu bisa mengganggu ketenangan, membuat kehebohan, bahkan “menyesakkan” orang lain, karena telah menghirup aroma yang tidak sedap.

 

Buang kentut yang dimaksudkan disini, bukanlah kentut dalam artian harafiah (sesungguhnya). Akan tetapi melakukan suatu tindakan tidak menyenangkan yang bisa merugikan orang lain, baik secara langsung atau secara tidak langsung, untuk maksud dan tujuan apapun.

 

Jangan pernah kita berpikiran, merasa, atau membuat suatu anggapan, orang lain tidak tahu dengan tindakan tidak menyenangkan kita itu. Ketenangan diri kita, mungkin tidak mengundang rasa curiga orang lain. Sikap diam kita, mungkin tidak segera menarik perhatian orang lain untuk menyampaikan tudingan atau tuduhan.  

 

Namun itu bukan berarti kita dapat berbuat sesuatu yang bisa mengganggu orang lain, atau berlaku destruktif secara diam-diam. Jangan pernah kita sekali-kalipun berpikir, kalau semua orang itu bodoh dan tidak akan tahu dengan perbuatan yang kita lakukan.

 

Mungkin, ketika perbuatan itu kita lakukan, orang lain tidak mengtahuinya. Tapi itu bukanlah berarti, suatu saat nanti orang lain akan mengetahuinya. Untuk segala sesuatunya, memang ada waktunya. It means, hanya menunggu waktu saja.

 

Tupai memang pandai melompat. Namun itu bukan berarti, seekor tupai tidak pernah jatuh pada saat melompat. Sama seperti bangkai yang dibungkus rapat-rapat, suatu saat nanti, bau busuknya akan tercium juga.

 

Imajinasi alam pemikiran kita, jangan sekali-kali diarahkan untuk menghadirkan amarah, tangis, atau kebencian orang lain. Berpikirlah dahulu sebelum melakukan perbuatan tidak menyenangkan pada orang lain, atau sebelum mulut ini berkata-kata kasar / penuh amarah. Kendalikanlah dirimu..!!!

 

Kemampuan kita untuk menyakiti orang lain, bukanlah perbuatan yang membanggakan, namun satu perbuatan yang akan membawa kita ke dalam jurang permasalahan. Dimana ada sebab, pasti akan ada akibatnya.

 

Setiap orang akan dituntut tanggung jawabnya untuk setiap perbuatan kasar atau perkataan tidak menyenangkan yang telah dirupakannya kepada orang lain, baik di Sorga, maupun di bumi. Ketika hal itu terjadi, setiap orang yang telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan, akan dipandang “kerdil” karena dinilai tidak berpikir panjang saat tak mampu menjaga sikap dan perilakunya.  

 

Haruskah suatu tindakan cemar kita lakukan demi memuaskan ego atau menyenangkan diri? Tidak.

 

Ada banyak orang yang beranggapan, perbuatan tidak menyenangkan kepada orang lain itu mereka lakukan karena orang lain sudah terlebih dahulu melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada diri mereka.

 

Ingatlah, jangan sekali-kali mencari pembenaran untuk setiap perbuatan salah. Akan tetapi, bawa dan tempatkanlah nilai-nilai kebenaran di setiap tindakan atau perkataan yang kita ucapkan, karena setiap perbuatan salah, tidak akan pernah menjadi benar, sedangkan perbuatan benar, tidak akan pernah dikatakan sebagai sebuah kesalahan.

 

Pada dasarnya, memilih untuk diam (menahan diri) lebih membawa manfaat dari pada kita berusaha untuk membalas perbuatan tidak menyenangkan yang telah dilakukan orang lain kepada kita. Diam agar tidak timbul keributan, diam agar tidak ada tindakan saling menyakiti, tentunya.

 

Memilih untuk diam, bukan berarti kita mentolerir ada orang lain berlaku semena-mena kepada kita. Sikap diam kita, adalah untuk menjaga agar hati serta pikiran kita tidak pula dicemari oleh keinginan untuk membalas perbuatan tidak menyenangkan yang telah dilakukan orang lain kepada kita dengan perbuatan yang sama jahat atau sakitnya. Bukan demikian.

 

Sikap diam disini berarti pula kita menghadapi sikap, pernyataan atau tindakan kasar yang dilakukan orang lain dengan tenang. Sikap diam yang bukan berarti kita benar-benar tidak bersuara, pasrah dan menerima saja telah di zolimi orang lain. Tidak seperti itu.

 

Remember this, jangan pernah kita mencontoh perbuatan tidak baik yang telah dilakukan orang lain. Janganlah kita menjadi orang yang terbiasa berkata-kata kasar, terbiasa menyampaikan fitnah, dan terbiasa untuk berlaku semena-mena kepada orang lain. Janganlah kita serupa dengan dunia ini...

 

Bicara soal pembalasan, bukankah pembalasan itu merupakan hak Tuhan? Kita akan sama jahat dan buruknya dengan orang lain itu apabila kita tidak mampu menahan diri. Mungkin tidak mudah, tapi kita bisa melakukannya apabila kita menjaga pikiran kita untuk tetap dingin di saat hati kita “panas”.

 

Satu sikap yang bisa kita tunjukkan, adalah menegur orang yang telah bertindak kasar dengan penuh kasih. Katakan kepadanya kalau tindakannya itu bukanlah perbuatan yang layak untuk dilakukan, bukanlah tindakan orang terhormat, apalagi tindakan yang layak untuk dibanggakan atau dijadikan gaya hidup.

 

Ingatkan orang itu kalau perbuatannya merendahkan kita, tidak akan membawanya mendapatkan keuntungan apa-apa, namun akan membuatnya menyesali tindakannya itu, di kemudian hari.

 

Ada saatnya kita bicara, ada saatnya kita diam. Keduanya harus ditempatkan pada satu keinginan serta proporsi yang sama : di saat kita berbicara, kita menghadirkan berkat. Dan di saat kita memilih untuk diam, kita tidak sedang berpikir atau merencanakan sesuatu hal yang jahat kepada orang lain.

 

Jadilah orang yang senang membawa berkat bagi orang lain, dan bukan menghadirkan kepahitan hidup, terutama di saat kita berperkara dengan orang lain. Berpikirlah subyektif, jangan obyektif, baik di saat kita lancar berkata-kata, maupun di saat kita diam.

 

Tuhan memberkati.      

 

 

.Sarlen Julfree Manurung   


No comments:

Post a Comment