Tuesday, 31 May 2011

Menilai Orang Lain : Apakah Memang Seburuk Itu?

Janganlah kamu bersedih karena orang lain tidak menghargai dirimu, akan tapi bersedihlah apabila kamu tidak membuat hidupmu berharga bagi orang lain.

-       Mutiara Selaksa Pesona   -

 

Pada dasarnya gue nggak tahu, seberapa baik dan seberapa dalam pengetahuan / pengenalan orang lain tentang apa, siapa, dan bagaimana personality gue di mata mereka.

 

Kalo ada yang bilang gue itu baik... thank you banget. Tapi gue nggak tahu, sebaik apakah diri gue ini menurut pandangan orang yang memberikan penilaian baik atas diri gue. Dalam hal ini, gue juga nggak tahu, apakah penilaian baik yang mereka sampaikan itu, merupakan sesuatu hal yang obyektif atau hanya sekedar untuk menyenangkan hati gue doang.

 

Demikian pula kalo ada orang yang menilai gue sebagai orang jahat, atau seseorang yang memiliki sikap dan perilaku buruk (seakan-akan gue nggak pernah melakukan sesuatu hal yang baik sepanjang hidup gue). Atas pernyataan seperti itu, gue juga nggak tahu, kenapa penilaian mines seperti itu, diberikan ke gue.  

 

Menyampaikan penilaian buruk terhadap kehidupan pribadi orang lain, memang bisa dilakukan oleh siapa saja. Sejumlah orang bahkan menyebutnya sebagai sebuah tindakan yang manusiawi sekali, karena setiap orang memiliki bibit-bibit kemampuan untuk menyakiti sesamanya.

 

Hal ini bisa terjadi karena terkadang, seseorang merasa lebih berhikmat atau merasa kehidupannya jauh lebih baik dari orang lain. Apalagi kalo didalam hati sudah tertanam sikap seseorang yang tidak ingin melihat orang lain tampil lebih baik dari dirinya. Sikap seperti ini bisa membuat penilaian buruk dapat dengan mudah dinyatakan.

 

Adanya perasaan iri (sikap antisosial) dan perasaan tidak suka kepada orang lain (karena kedegilan hati atau karena naluri “liar” semata), merupakan bagian dari rangkaian penyebab, seseorang dapat dengan spontan membuat penilaian buruk terhadap orang lain.

 

Dalam beragam kasus, penilaian buruk bisa disampaikan seseorang, meskipun seseorang tersebut, sama sekali tidak mengenal orang yang telah diberikan penilaian buruk.

 

Tidak sedikit pula jumlah orang yang mudah memberikan gambaran negatif terhadap diri orang lain, hanya karena baru mendengar selentingan berita gossip atau issue.

 

Mereka yang baru pertama kali bertemu atau belum lama berkenalan, juga bisa menyampaikan opini negatif, hanya karena melihat gaya berbicara, gaya berpakaian, gaya berjalan, atau hal-hal lain, yang menjelma sebagai gambaran tampilan luar diri seseorang.

 

Upaya untuk menggeneralisasikan suatu permasalahan, juga bisa menjadi penyebab seseorang bisa dengan lancar menyampaikan penilaian buruk atas orang lain. Tujuannya apalagi kalo bukan untuk merusak citra diri orang yang diberikan penilaian.

 

Bisa dikatakan, adanya sentimen pribadi atau perasaan tidak senang yang melingkupi diri seseorang, bisa juga membuat seseorang itu menghadirkan penilaian buruk terhadap orang lain.

 

Sikap meremehkan atau menyepelekan orang lain, juga bisa terjadi karena adanya negative thinkingyang merasuki benak pikiran. Tidak sedikit pula yang menyatakan, hal itu sah-sah saja, selama ada niatan baik agar orang yang dinilai buruk itu, dapat merubah perilaku buruknya.

 

Jika memang untuk kebaikkan, tentu fine-fine saja. Akan tetapi kalau sifatnya sudah tidak terkendali, maka keluarnya penilaian buruk atas orang lain (terutama kalo faktanya berbeda atau tidak diikuti dengan adanya keterangan-keterangan yang mendukung kebenaran isi pernyataan), maka tindakan “menurunkan harkat dan martabat” orang lain itu, dapat dikatakan sebagai “pembunuhan karakter” orang lain.

 

Ada banyak alasan dan faktor kemungkinan yang bisa membuat seseorang menyampaikan penilaian buruk atas orang lain.

 

Namun dapat dipastikan, hampir semua alasan atau faktor yang mengemuka pada saat seseorang menyampaikan penilaian buruk terhadap orang lain, semuanya itu hanya berlandaskan pada adanya suatu upaya untuk mencari pembenaran terhadap pernyataan yang terlanjur diucapkan. Jangan lupa, setiap orang bisa berbuat alpa, meskipun berlaku alpa tidak selalu bisa ditolerir.

 

Cukup banyak pula pernyataan penilaian buruk yang tidak memiliki dasar kuat, karena sesungguhnya pernyataan itu baru terpikirkan sepintas lalu, baru sejenak dilihatnya, baru didengar dari orang lain, atau belumlah lama diketahuinya.

 

Well, siapakah diri kita ini, sehingga seolah-olah kita berhak menentukan seseorang itu buruk atau tidak?

 

Normalnya, kita mengenal baik diri seseorang terlebih dahulu, baru kita bisa menyampaikan opini atau pandangan tentang : apa, siapa, dan bagaimana personality orang lain, sehingga penilaian yang kita berikan dapat obyektif, karena tidak didasari oleh pengetahuan atau pengenalan sesaat semata.

 

Dalam memberikan penilaian terhadap orang lain, sudah selayaknya pula kita “menjejakkan kaki kita di tanah”... kita tidak membual atau melebih-lebihkannya. Kita harus tau dan menyadari, kalo setiap isi pernyataan yang kita buat itu, harus berisikan kebenaran, bukan mencari pembenaran.

 

Oleh sebab itu, kita jangan membiasakan diri untuk cepat-cepat menyampaikan / menyatakan suatu penilaian buruk tanpa dasar. Ekspektasi atau penilaian yang kita buat, benar-benar bisa berdampak pada alur kehidupan orang lain, sehingga kita perlu mawas diri dalam membuat penilaian terhadap orang lain.

 

Suka atau tidak suka kita pada orang lain, kita harus tetap menempatkan kebenaran diatas egoisme sikap pribadi kita masing-masing, terutama saat membangun opini tentang keburukkan sikap atau perilaku orang lain. Kita harus tetap proporsional dan menjaga alur pemikiran rasional kita, sehingga tidak muncul adanya suatu sikap semena-mena serta upaya untuk “menghakimi” orang lain.

 

Apabila diperlukan, ada baiknya kita melakukan verifikasi atau pembuktian terbalik, sebelum kita berani menyatakan opini kita tentang orang lain. Bersikap obyektif itu, amatlah penting.

 

Mari kita berbicara secara ilmiah dan logis.

 

Hasil study yang dilakukan oleh Dustin Wood, PhD. dari Wake Foret University mengatakan : adanya persepsi kita terhadap orang lain, sesungguhnya dapat pula menceritakan bagaimana karakter diri kita yang sebenarnya, termasuk diantaranya, sisi negatif diri kita dan kondisi psikologis kita.

 

Dalam laporan hasil study yang dilakukannya itu, Dustin Wood, PhD. juga menyampaikan :

"Sifat kepribadian negatif seseorang, dapat diasosiasikan dari cara orang tersebut menilai negatif orang lain. Sikap negatif juga erat hubungannya dengan depresi dan sebentuk kelainan kepribadian yang beragam. Persepsi negatif yang berlebihan tentang orang lain bisa menunjukkan bahwa orang tersebut mempunyai sifat keras kepala, tak bahagia, neurotik, atau memiliki kepribadian yang negatif.”

 

Paparan selengkapnya atas hasil study tersebut, dapat dilihat dalam Journal of Personality and Social Psychology.

 

Tidak ada seorang pun di dunia ini yang sepanjang usianya hanya melakukan yang jahat-jahat saja. Bahkan seorang penjahat yang paling kejam sekalipun, memiliki hati untuk berbuat kasih terhadap sesama. Dan seseorang yang selalu nampak alim, belum tentu hatinya tidak diisi oleh keinginan untuk menyakiti orang lain.

 

Siapa yang menduga kalo Melinda Lee, seorang senior manajer sebuah bank terkemuka, ternyata seorang pencuri di tempat kerjanya sendiri? Siapa yang menduga kalo Mpok Nori, artis lenong senior yang suka berteriak-teriak dalam menjalankan perannya saat pentas, adalah seorang dermawan?

 

Apapun kondisi dan keadaan yang ada di depan mata kita, sudah selayaknya kita bisa mengendalikan diri kita. Jangan membiasakan diri terburu-buru mengungkapkan penilaian buruk atas orang lain, karena belum tentu, orang lain itu memang memiliki keburukkan sikap seperti yang kita nyatakan. Simak dan cerna baik-baik terlebih dahulu.

 

Satu hal yang pasti : Kita bukanlah hakim yang mempunyai hak untuk menghakimi orang lain.

 

Kita harus membiasakan diri untuk melakukan konfirmasi untuk sebuah cerita yang dipenuhi dengan gambaran-gambaran keburukkan sikap orang lain. Biasakanlah untuk tidak menerima atau menelan cerita seperti itu, bulat-bulat.

 

Bersikap santun, seharusnya ada dalam daftar kamus gaya hidup kita. Berpikir cerdas, harus menjadi gambaran nyata tentang kemampuan diri kita dalam mempresentasikan sesuatu, utamanya dalam mengungkapkan pendapat. Dan berlaku bijaksana, kita pergunakan sebagai “tali pengendali” sikap kita.

 

Pahami serta kenali suatu masalah dengan tidak setengah-tengah, sehingga kelak kita bisa berkata-kata dengan menggunakan logika akal sehat.

 

Ingatlah... Orang lain juga bisa memberikan penilaian buruk atas diri kita. Bagaimana pun, Hukum Tabur-Tuai berlaku dalam hidup ini, meskipun kita tidak mengaminkannya. So, jangan cepat berprasangka dan menilai orang lain buruk.

 

"Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan.”  (Amsal 3 : 7)

 

 

P e a c e & GBU ALL

 

 

.Sarlen Julfree Manurung 

No comments:

Post a Comment