Lebih dari seminggu lamanya, kesaksian yang disampaikan Angie (panggilan akrab dari Angelina Sondakh) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, menjadi bahan perbincangan hangat di berbagai media dan tengah-tengah masyarakat.
Banyak anggota masyarakat yang "kagum" atas sikap tenang dan konsisten yang ditunjukkan Angie pada saat bersaksi. Namun, banyak pula anggota masyarakat yang mencemooh pilihan sikap yang diambil Angie waktu itu. Pada dasarnya, mayoritas anggota masyarakat menilai, kalau Angie tidak berkata jujur.
Tentu saja, adanya penilaian negatif masyarakat tersebut, menghadirkan citra tersendiri atas diri Angie. Padahal sebelum memberikan kesaksian, banyak yang berharap Angie, “buka suara” saat bersaksi di persidangan, sehingga persidangan kasus suap yang menempatkan Muhammad Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat) sebagai tersangka, menjadi terang benderang.
Nyata-nyatanya, hal itu sama sekali tidak terjadi. Angie memilih untuk tidak menjawab sejumlah pertanyaan penting yang disampaikan oleh anggota majelis hakim, jaksa penuntut umum, maupun para penasehat hukum dari Muhammad Nazaruddin. Padahal, sejumlah pertanyaan itu, adalah pertanyaan yang ingin mempertegas nilai-nilai kebenaran dari sebuah fakta.
Drama persidangan yang menghadirkan Angie sebagai saksi dalam sidang kasus suap Wisma Athlet SEA GAMES Palembang pada hari itu, berakhir dengan anti-klimaks.
Terlepas dari "strategi" yang diterapkan Angie dalam menjawab sejumlah pertanyaan, banyak pula anggota masyarakat yang menghadirkan suatu anggapan, kalau para penasehat hukum Muhammad Nazaruddin, kurang kuat menekan dan mendesak Angie untuk menyampaikan kesaksian yang sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya.
Materi pertanyaan yang mereka ajukan, cenderung tidak terlalu mendalam. Bisa dibilang, tidak banyak pertanyaan bersifat taktis maupun bermakna strategis, yang disampaikan para penasehat hukum Muhammad Nazaruddin kepada Angie. Mereka juga tidak mendalami sejumlah jawaban Angie selama bersaksi di persidangan.
Elza Syarief, Hotman Paris Hutapea, Junimart Girsang dan Rufinus Hutauruk, seakan tidak mampu berbuat banyak saat Angie hanya bersikap pasif dan menyampaikan jawaban “tidak tahu” atau “tidak merasa Yang Mulia”.
Entah karena terpukau, karena merasa dilecehkan, atau karena memang sudah mati akal, para penasehat hukum papan atas di Indonesia itu justru terlihat bingung dan kesal karena tidak ada hal penting yang bisa mereka peroleh dari Angie.
Kebingungan mengemuka karena mereka terpengaruh oleh gaya tenang Angie pada saat bersaksi. Sedangkan rasa kesal mereka mengemuka karena Angie telah membuat mereka terlihat tidak cerdas.
Semuanya itu tidak perlu terjadi apabila sejumlah pengacara handal itu tidak terlalu percaya diri, kalau Angie akan mengakui banyak hal dalam kesaksiannya, sehingga akhirnya mereka sendiri menjadi tidak salah kaprah dan tidak mampu dengan cepat menghadirkan serangkaian pertanyaan berbobot yang membuat Angie tidak bisa lagi berkelit dengan hanya menjawab "tidak tahu" atau "tidak merasa Yang Mulia" saja.
Hotman Paris Hutapea sebenarnya sempat membuat pertanyaan cerdas saat mengkaitkan 5 fakta kehidupan Angie yang memiliki kesamaan dengan isi transkrip pembicaraan BBM yang diambil dari Blackberry milik Mindo Rosalina Manulang.
Sayangnya, Hotman Paris Hutapea dan para pengacara Muhammad Nazaruddin lainnya, tidak siap dengan banyak konsep pertanyaan cerdas lain yang membuat Angie tidak lagi bisa menghindar untuk berkata jujur dan sesuai fakta yang ada.
Tidak terlihat pula adanya suatu upaya untuk membangun pengkondisian suatu alur kesaksian yang terarah dan terkonsep dari para pengacara papan atas di Indonesia itu.
Hal ini bisa terjadi karena mereka terlalu emosional melihat sikap Angie yang tidak kooperatif dalam bersaksi. Padahal, keadaan yang seharusnya terjadi, adalah : mereka tampil lebih tenang, bahkan “lebih dingin” dari sikap yang ditunjukkan Angie selama memberikan kesaksian di persidangan.
Amat disayangkan pula, mereka malah terlihat "frustasi" dalam menghadapi Angie, dengan menyampaikan permohonan kepada majelis hakim agar majelis hakim bisa menentukan sikap tentang siapa yang menyampaikan kesaksian benar di persidangan, yaitu antara kesaksian Angie, Mindo Rosalina Manullang atau Yulianis.
Konsistensi sikap Angie, membuat posisinya tetap berada "diatas angin". Apalagi sikap ketua majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan, ada kesan "melindungi" Angie dari tekanan yang dihadirkan para pengacara.
Belajar dari gaya bertanya Hotman Paris Hutapea, seharusnya ada banyak cara bertanya yang bisa dinyatakan untuk membuat Angie buka suara.
Sekarang Angie menjadi primadona pemberitaan media massa. Gagalnya upaya konfrontasi kesaksian Angie dengan Mindo Rosalina Manulang, membuat Angie dapat sedikit bernafas lega.
Angie memang bukanlah tokoh berpengaruh besar di negeri ini. Namun Angie telah berhasil membangun suatu citra penuh fenomena, karena “sikap lugunya” saat menyampaikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, berhasil menyedot perhatian masyarakat.
Unsur melindungi kepentingan yang lebih besar, nampak terlihat dalam kesaksian yang disampaikan Angie. Wajar saja hal itu terjadi, karena selain Angie sendiri mempunyai peranan didalamnya, Angie juga tidak ingin menjadi bulan-bulanan "para penguasa" pada saat dirinya telah duduk di kursi terdakwa atas kasus hukum yang berbeda.
Jalannya persidangan kasus suap Wisma Athlet SEA GAMES Palembang, memang belum usai. Agenda persidangan masih diisi dengan mendengarkan kesaksian sejumlah saksi lainnya. Ketajaman pedang keadilan semoga tidak menjadi tumpul karena kesaksian Angie.
Kesaksian Angie telah memperbesar gaung citra buruk ranah peradilan di negeri kita, yang memang tidak mengenal kata memaksa untuk berkata jujur dan sesuai fakta. Wibawa hukum seakan ditelikung karena adanya "pembiaran" atas bentuk kesaksian yang tidak memaparkan kebenaran secara apa adanya.
Apakah memang tidak ada lagi suatu keinginan hati untuk membebaskan palu keadilan dari cengkraman pengaruh "para penguasa" maupun pihak-pihak tertentu yang sedang berhadapan dengan hukum?
Gaya Angie dalam menyampaikan kesaksian, merupakan contoh buruk bagi bangsa ini. Kecerdasannya justru dipakai untuk mensiasati keadaan, dan bukan untuk menyampaikan yang benar, secara tegas dan terhormat.
Sungguh ironis rasanya, karena Angie memanfaatkan kepintarannya untuk mengakali dan mencari selamat. Amat jauh berbeda dari pesona citra seorang mantan putri yang sempat membanggakan bangsa.
Kini Angie sedang gencar-gencarnya membentuk pencitraan diri. Angie sedang mencoba mencari simpati masyarakat dengan menampilkan sosok seorang ibu yang ingin menjaga dan melindungi perasaan anak-anaknya.
Nampaknya, Angie sadar, bahwa dirinya telah menghadirkan contoh perbuatan yang tidak selayaknya mengilhami benak pikiran anak-anaknya.
Well, waktu yang akan menjawab, apakah Angie benar-benar "tidak tahu" dan "tidak merasa" mempunyai andil dalam kasus hukum yang ikut menciptakan sikap apatis masyarakat pada dunia politik kita, terlebih lagi, kepada pemerintah dibawah komando Presiden SBY.
Kebohongan mungkin bisa menutupi kebenaran. Namun kebenaran tak akan bisa selamanya bisa dibungkam. Semua akan ada waktunya untuk dipaparkan dan diakui.
.Sarlen Julfree Manurung
No comments:
Post a Comment