Hari Selasa kemarin (4/10/11), seluruh anggota keluarga saya memenuhi undangan pihak Kelurahan Pondok Kelapa, untuk mengikuti proses pendataan ulang administrasi kependudukan warga, terkait dengan pelaksanaan KTP elektronik (lebih populer dengan sebutan e-KTP) bagi seluruh warga negara Indonesia. Kami datang secara bergantian sambil membawa surat undangan yang telah kami terima 1 minggu sebelumnya.
Berdasarkan catatan yang ada, hingga pukul 21.00 WIB, warga yang ikut mengantri untuk di data hari Selasa kemarin, mencapai 248 orang. Proses pendataan itu sendiri bertempat di Lantai 2 Kantor Kelurahan Pondok Kelapa, dilaksanakan oleh 2 orang petugas operator komputer, 1 orang petugas penerima, dan 1 orang petugas pemanggil.
Para petugas itu, bukanlah pegawai Kelurahan, melainkan orang-orang yang sengaja di rekrut untuk menjadi petugas pelaksana di lapangan. Mereka mendapat tugas untuk mendata seluruh warga di 14 RW yang bermukim dan memiliki KTP warga Kelurahan Pondok Kelapa.
Mereka ramah serta bersikap simpatik kepada setiap warga yang datang. Padahal, jam kerja mereka cukup panjang (dimulai jam 09.00 pagi hingga jam 17.00, dilanjutkan kembali jam 18.30 hingga 21.00, atau hingga tidak ada lagi warga yang datang).
Sikap mereka ini berbanding terbalik dengan sikap petugas Kelurahan di loket pengurusan KTP, yang kerap kali menunjukkan sikap arogan serta kasar kepada warga yang ingin mengurus KTP (membuat baru, mengganti yang hilang, atau perpanjangan). Bisa dibilang, petugas di loket ini tidak melayani warga dengan baik.
Cara kerja petugas di loket pengurusan KTP ini (di Kelurahan Pondok Kelapa, ada di loket 3), sangat lambat serta tidak teratur. Berkas warga berserakan di mejanya. Tidak aneh kalau beberapa kali ada berkas warga yang hilang karena tercecer entah kemana.
Apabila dirinya sedang sibuk, petugas ini bahkan membiarkan warga mencari sendiri KTP yang sudah selesai (tinggal diambil atau yang belum ditandatangani Pak Lurah).
Pada saat ada masalah dengan alat yang digunakan untuk memproses pencetakan KTP (atau karena hal-hal lainnya), petugas ini bukannya meminta maaf, malah menyuruh warga untuk datang kembali pada sore harinya (biasanya, diminta datang lagi pada jam 3 sore).
Masalahnya, jika ternyata belum bisa diatasi juga hingga waktu yang dikatakannya, dengan teramat ringan petugas ini mengatakan agar warga datang kembali keesokkan harinya. Tentu saja, sikap dari petugas ini, sangat menyepelekan waktu warga yang datang ke Kelurahan untuk mengurus identitas kewargaannya.
Dalam sejumlah kesempatan, petugas ini bahkan menantang warga untuk melapor pada atasannya, apabila mengeluh karena KTP-nya belum juga selesai, walau sudah beberapa hari “menduduki” kursi tunggu yang ada di depan loket. Pokoknya, benar-benar tidak menunjukkan sikap seorang pegawai pemerintahan yang melayani masyarakat.
Padahal, pekerjaan mereka hanya menerima berkas yang dibawa warga. Jumlah warga yang datang untuk membuat KTP baru, mengganti KTP yang hilang atau perpanjangan, rata-rata tidak sampai 50 orang warga setiap hari. Bandingkan dengan tugas yang harus dijalani oleh petugas pendataan ulang untuk e-KTP itu. Jumlah warga yang dilayani antara 200 – 300 orang per-hari.
Ada lebih dari 11 ribu warga Kelurahan Pondok Kelapa yang harus mereka layani dalam jangka waktu tertentu. Bahkan mereka juga bekerja pada hari Sabtu dan Minggu, untuk melayani warga yang tidak bisa datang ke Kelurahan karena bekerja.
Mereka benar-benar bekerja keras untuk memenuhi target penyelesaian pendataan seluruh warga hingga batas waktu tertentu, seperti yang telah ditetapkan Departemen Dalam Negeri.
Banyaknya warga yang harus di data, membuat pelayanan pembuatan e-KTP berjalan agak lambat. Rata-rata 1 orang warga dilayani 5 – 10 menit. Kegiatan yang dilakukan, dimulai dengan menjawab sejumlah pertanyaan (golongan darah, pekerjaan sekarang, dll), pengambilan foto dan tanda tangan, serta pengambilan sidik jari dan identifikasi retina mata dengan menggunakan iris mata.
Proses pendataan yang dilakukan, memang ada kemiripan dengan proses identifikasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian apabila kita ingin membuat SKCK. Bedanya, dalam pembuatan SKCK, ada kolom isian tentang tinggi dan berat badan. Dalam pembuatan e-KTP ini, tinggi serta berat badan, tidak ada ditanyakan (termasuk dalam data yang dicatat).
Adanya proses identifikasi terhadap retina mata, cukup menarik perhatian saya. Buat saya, proses identifikasi atas retina mata untuk KTP, bukanlah sesuatu hal yang biasa selama ini.
Saat ditanya, apa sebenarnya tujuan dari proses identifikasi terhadap mata warga tersebut, petugas operator memberikan jawaban, kalau hal itu dilakukan untuk mengetahui, apakah warga memiliki penyakit katarak atau tidak.
Jawaban yang diberikan oleh petugas operator itu, sebenarnya cukup logis, tapi tidak memuaskan rasa ingin tahu saya. Sepertinya, itu bukanlah jawaban yang sesungguhnya. Akan tetapi saya memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut.
Hal lain yang menarik perhatian saya terkait pembuata e-KTP ini, adalah belum adanya waktu yang pasti, kapan e-KTP itu selesai dan diberikan kepada warga. Tidak adanya kepastian waktu tentang kapan dilakukan penukaran KTP lama dengan e-KTP, menunjukkan kalau program pembuatan e-KTP yang dilakukan secara serentak di seluruh Indonesia, tidak dipersiapkan secara matang.
Beberapa orang pegawai Kelurahan yang saya tanya soal kapan waktu penukaran KTP lama dengan e-KTP, juga tidak mengetahui dengan pasti, kapan e-KTP dapat ditukarkan dengan KTP format lama.
Ternyata tidak hanya itu saja. Sejumlah pegawai Kelurahan Pondok Kelapa yang saya tanya juga tidak mengetahui, apakah nantinya, e-KTP akan berlaku “abadi” atau akan ada batasan masa berlaku. Mereka bilang, hingga kini belum mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengetahui hal itu.
Masih belum jelasnya konsep pelaksanaan dalam program pembuatan e-KTP ini, menimbulkan kesan kalau pemerintah memiliki tujuan tertentu lainnya, diluar 4 manfaat e-KTP seperti yang tercantum dalam lembar informasi tentang e-KTP yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta.
Adapun ke-4 manfaat e-KTP tersebut : untuk menghindari adanya KTP ganda, untuk mewujudkan adanya database kependudukan yang akurat, sebagai upaya meningkatkan keamanan negara, serta mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan dari Lembaga atau Instansi Pemerintah maupun swasta (untuk pengurusan pasport, asuransi, dll.) karena bersifat nasional.
Nampaknya ada manfaat lain yang bisa disebutkan, namun belum diungkapkan secara terbuka oleh pemerintah kita. Contohnya, beberapa waktu yang lalu pernah ada diberitakan, kalau e-KTP nantinya akan dipakai sebagai basic data dalam menyusun DPT (Daftar Pemilih Tetap) pelaksanaan Pemilu 2014 mendatang. Kabarnya, pelaksanaan pemilu 2014 akan dilakukan secara elektronik (e-Pemilu).
Sikap pemerintah terkait program pembuatan e-KTP ini, tidak sepenuhnya transparan. Keadaan ini menimbulkan kesan “ada batu dibalik udang” dalam pelaksanaannya. Kesan itu semakin mengemuka karena pemerintah mendahulukan proyek ini agar cepat selesai, seperti sedang mengejar satu target pencapaian tertentu untuk keperluan tertentu pula.
Menurut Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonniyzar Moenek, proses pendataan seluruh warga harus bisa diselesaikan pada bulan Desember 2011 ini, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam meningkatkan layanan kepada masyarakat.
Sampai dengan tanggal 1 Oktober 2011 lalu, jumlah warga DKI Jakarta yang di data baru sebanyak 667.036 orang. Padahal jumlah warga yang harus di data lebih 7 juta orang warga. Bahkan sebagian besar warga di daerah Bantul dan di 8 kabupaten / kota di Sumatera Selatan, belum ada warga yang di data karena belum berfungsinya peralatan.
Bisa dibilang, perlakuan atas pelaksanaan program pembuatan e-KTP secara serentak, amat berbeda dengan pelaksanaan mega proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik yang akan menghasilkan 10.000 VA daya listrik, namun hingga kini, tidak ada kabar sudah sampai mana penyelesaiannya.
Program pembuatan e-KTP ini sendiri, merupakan salah satu mega proyek yang dikerjakan sepanjang masa pemerintahan Presiden SBY. Sebuah proyek ambisius karena program ini menghabiskan dana sebesar Rp. 5,8 trilyun. Kenyataan menunjukkan, sejumlah peralatan yang dipinjamkan di beberapa kelurahan di wilayah DKI Jakarta, telah rusak, padahal baru diserahkan bulan September 2011 lalu.
Semenjak awal program ini dicetuskan untuk dilaksanakan, sudah banyak pihak yang menduga kalau program ini akan menghadapi banyak kendala. Jika hingga hari ini masih banyak wilayah kabupaten / kota yang belum melakukan pendataan karena peralatan belum tiba, belum terinstal, atau karena peralatan mengalami kerusakan, bagaimana bisa selesai pada bulan Desember 2011 mendatang?
Apabila melihat kembali manfaatnya, selain masyarakat akan memperoleh sejumlah kemudahan, pemerintah juga akan memiliki informasi yang lebih akurat atas data kependudukan, dimana akurasi data kependudukan, akan banyak membantu pemerintah dalam menyusun program pembangunan yang lebih tepat guna dan tepat sasaran.
Kiranya pelaksanaan proses pendataan warga dalam program pembuatan e-KTP ini dapat dipertanggungjawabkan pemerintah, yaitu dipakai untuk tujuan yang benar, dan tidak dimanfaatkan untuk mempertahankan kursi kekuasaan.
.Sarlen Julfree Manurung
No comments:
Post a Comment