Wednesday, 17 June 2009

Perempuan Juga Memiliki Hak Jadi Pemimpin

PEREMPUAN JUGA MEMILIKI HAK MENJADI PEMIMPIN

"Kalau memang bisa dan mampu, kenapa tidak didukung?"

Demikian pernyataan yang layak diucapkan ketika ada sejumlah orang yang menolak atau meragukan kesiapan diri seorang perempuan untuk menjadi pemimpin negara.

Upaya untuk mengaburkan arti kesetaraan atau kesamaan derajat yang telah Tuhan tetapkan atas diri laki-laki serta perempuan, merupakan sebuah tindakan yang mencoba untuk mengingkari atau membantah keputusan Tuhan, yaitu telah menempatkan perempuan sebagai pendamping laki-laki, teman sejawat dalam mengarungi kehidupan.

Oleh sebab itu, adanya keengganan diri untuk mengakui kehadiran seorang pemimpin perempuan sebagai seorang pemimpin, itu sama artinya telah melakukan sebuah tindakan bodoh karena ingin menganulir adanya kehendak Tuhan atas kesetaraan hidup antara laki-laki dan perempuan.

Fakta kehidupan juga menunjukkan, bahwa semenjak jaman nabi-nabi masih mengabdi sebagai pekerja Tuhan di dunia, sudah ada seorang pemimpin yang berasal dari kaum perempuan. Itu artinya, telah ada pengakuan bahwa tidak ada bedanya antara laki-laki dan perempuan, sejak ribuan tahun yang lalu.

Tercatat nama RUTH sebagai Hakim pertama di Israel, dan ratu Cleopatra sebagai penguasa tanah Mesir. Nama kedua perempuan itu, bahkan sangat dikenal dan telah menjadi catatan sejarah kehidupan manusia di dunia ini.

Pada saat peradaban terus bergerak kearah yang lebih terbuka dan menerima adanya prinsip-prinsip berkompetisi secara sehat dengan menunjukkan kualitas diri dalam persaingan, maka sudah tidak jamannya lagi apabila ada orang atau suatu kelompok masyarakat tertentu yang tetap memaksakan diri untuk tetap berlaku diskriminatif terhadap kemampuan serta kesiapan seorang perempuan untuk menjadi pemimpin.

Apakah negeri kita harus kembali ke jaman purbakala, sebab masih besar keinginan untuk memaksakan kehendak agar kaum perempuan menjadi anggota masyarakat kelas dua di bumi ini?

Beberapa bangsa di dunia bahkan telah lebih dulu mendewasakan diri mereka, dengan menerima kehadiran seorang pemimpin perempuan sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, penguasa atau pengendali utama kegiatan pemerintahan.

Sejumlah negara yang kental dengan nuansa keagamaan dalam kehidupan masyarakat dan ideologi negara, seperti India, Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh, bahkan telah berulang kali mengangkat seorang pemimpin dari kaum perempuan.
Mereka tidak menjadikan kaum perempuan sebagai abdi bagi kaum laki-laki, namun bisa juga bertindak sebagai seorang pemimpin bagi semua warga masyarakat.

Jumlah kaum perempuan yang berhasil menduduki puncak kekuasaan pemerintahan dan parlemen akan semakin banyak kita temukan, tidak hanya di negara-negara yang sedang berkembang, namun juga di negara-negara maju. Dunia saja mengakui keberadaan diri seorang perempuan, tidak hanya sebatas sebagai seorang ibu, namun juga memiliki kemampuan untuk menjadi pimpinan atau menjadi pemimpin bagi suatu bangsa.

Adapun nama-nama perempuan pemimpin yang pernah diberikan kepercayaan besar untuk bertindak sebagai kepala negara, ketua parlemen atau kepala lembaga dunia, dapat dilihat di :
http://sarlen.multiply.com/journal/item/49/Kekuatan_Seorang_Pemimpin_Perempuan

Kita tak akan dapat melihat keberhasilan-keberhasilan yang dapat dicapai oleh seorang perempuan pemimpin kalau mereka sendiri tidak diberikan kesempatan.

Hukum dasar positif yang berlaku di negara kita, juga memberikan kesempatan yang sama. Tidak ada satu pasal dalam UUD 1945 (baik yang sudah diamandemen maupun yang belum diamandemen) yang membatasi ruang gerak kaum perempuan dan yang mengatakan kalau kaum perempuan dilarang untuk menjadi pemimpin bangsa, kepala negara kita.

Itu artinya, hak kaum perempuan untuk maju dalam pemilihan presiden, dijamin oleh peraturan tertinggi di negara kita, Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, tidak ada seorang pun yang menyatakan dirinya berhak untuk membatasi atau melarang kaum perempuan untuk menjadi pemimpin bangsa, dengan cara melemparkan issue terkait perbedaan gender.

Apabila perempuan dapat bertindak sebagai seorangi pemimpin bangsa, itu bukan berarti kaum perempuan telah melecehkan keberadaan dan posisi kaum laki-laki di mata masyarakat.
Namun justru sebaliknya, kaum perempuan ingin memberikan kepastian bahwa kemerdekaan untuk mendapatkan jabatan atau hak yang sama, adalah simbolisasi dari sesuatu hal yang patut diperjuangkan bersama.

Kaum perempuan akan sangat berterima kasih kalau mereka dipercaya sebagai seorang pemimpin bagi yang lainnya.

Dalam cara pandang yang berbeda, laki-laki juga jangan merasa terhina kalau perempuan bisa menjadi pimpinan atau pemimpin (baik didalam komunitas, di kantor, atau bertindak sebagai kepala negara), sebab kalau kaum laki-laki memang tidak ingin dipimpin oleh seorang perempuan, majulah dalam kegiatan pemilu, dan bersainglah secara sehat.

Pada akhirnya dapat disimpulkan :
Ketika Tuhan tidak menghadirkan pembedaan namun justru menempatkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dimana semuanya itu diaminkan oleh hukum manusia yang juga tidak menetapkan ketentuan yang melarang, maka, tidak ada satu alasan maupun hak bagi seseorang atau kelompok tertentu dalam masyarakat untuk membatasi ruang gerak kaum perempuan untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin, dalam hal ini, pemimpin atau kepala negara.

Maju dan bersainglah secara sehat. Tidak pada tempatnya lagi kita menghadirkan cara pandang sempit yang ingin memposisikan kaum perempuan sebagai warga masyarakat kelas dua, dengan menghadirkan opini atau pernyataan bahwa kaum perempuan tidak berhak untuk maju sebagai pemimpin bangsa.

Indonesia untuk semua, semua berjuang untuk kemajuan bangsa Indonesia. Stop segenap bentuk pola intimidasi atau perilaku diskriminasi kepada perempuan karena perempuan itu manusia juga dan memiliki hak yang sama, seperti juga kaum laki-laki.

No comments:

Post a Comment