Friday, 1 November 2013

KH. Masbuhin Faqih




K.H. Masbuhin Faqih, beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin, Suci, Manyar, Gresik. Beliau dilahirkan di desa Suci, Manyar Kab. Gresik pada tanggal 31 Desember 1947 M atau 18 Shafar 1367 H. Beliau adalah putra dari pasangan Al-Maghfurlah KH. Abdullah Faqih dan Hj. Tsuwaibah. Beliau adalah putra pertama dari 5 bersaudara, 3 orang putra dan 2 orang putri. Beliau memiliki silsilah yang mulia dan agung, yakni sampai ke kanjeng Sunan Giri. Kalau ditelusuri, maka beliau adalah keturunan ke-12 dari kanjeng Sunan Giri ibnu Syaikh Maulana Ishaq.


Adapun silsilah beliau adalah sebagai berikut:
1. Syeikh Ainul Yaqin (Sunan Giri)
 
2. Sunan Dalem
 
3. Sunan Prapen
 
4. Kawis Goa
5. Pangeran Giri
6. Gusti Mukmin
7. Amirus Sholih
8. Abdul Hamid
9. Embah Taqrib
10. KH. Muhammad Thoyyib
11. KH. Abdullah Faqih
12. KH. Masbuhin Faqih


Dengan silsilah yang agung tersebut, tak bisa dipungkiri di dalam diri beliau terdapat ruh dan jiwa seorang ulama sekaligus seorang pemimpin yang tangguh dan berjuang tanpa pamrih seperti para pendahulunya. Hal ini sesuai dengan Qiyasan santri: 
“Bapaknya Singa maka anak-anaknya pun menjadi singa”.
Pendidikan beliau sejak kecil di lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI sampai MTs. Setelah tamat Tsanawiyah beliau melanjutkan studinya ke Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, JawaTimur. Disanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab dan bahasa Inggris. Setelah lulus dari Pondok Pesantren Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi, selanjutnya beliau nyantri di PP. Langitan Widang Tuban, yang pada saat itu diasuh oleh KH.Abdul Hadi Zahid dan KH. Abdullah Faqih. Di sana beliau memperdalam ilmu kitab kuning, mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf. Proses penggembalaan ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun belaiu nyantri di sana.


Diceritakan bahwasannya sosok Masbuhin Faqih muda adalah pemuda yang giat dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu keadaan apapun. Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti memasak sendiri, istiqomah melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana belaiu juga sempat menjadi khadam (pembantu dalem) kyai. Hal ini sampai menjadi jargon beliau dalam menasehati santri MBS (Mamba’us Sholihin), yakni:
“nek mondok ojo belajar tok, tapi nyambio ngabdi nang pondok iku”. 
Dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, beliau menjalani semua kehidupan tersebut demi mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah. Ditengah-tengah menimba ilmu di Langitan, tepatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau berumur 29 th, KH. Abdullah Faqih langitan menyuruh beliau untuk berjuang di tengah masyarakat desa Suci bersama-sama dengan abahnya. KH. Abdullah Faqih langitan sudah yakin bahwasannya santrinya ini sudah cukup ilmunya untuk berdakwah dan mengajar di masyarakat.


Waktu demi waktu berlalu, proses berda’wah terus berjalan dan berkembang pesat. Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih (ayah beliau) disuruh untuk membuat pesantren oleh beberapa guru beliau agar proses berdakwah tersebut lancar. Bersama-sama dengan Anak-anaknya mereka mendirikan suatu pondok yang diberi nama PP. At-Thohiriyyah, yang  mana dengan filosofi berada di desa Suci (kata thohir dalam bahasa arab berarti suci). KH. Masbuhin Faqih pada waktu itu masih pulang pergi dari langitan ke Suci. Beliau masih beranggapan bahwa menimba ilmu di Langitan belum sempurna kalau tidak dengan waktu yang lama. Inilah salah satu kelebihan beliau, yakni haus akan ilmu pengetahuan agama Islam.


Tepat pada tahun 1980 M, beliau sudah mendapat restu untuk meninggalkan pondok pesantren Langitan. Dengan modal restu itulah beliau bisa lebih berkonsentrasi dalam mengurus PP. At-Thohiriyyah bersama dengan abahnya. Tepat pada tahun ini juga PP. At-Thohiriyyah dirubah menjadi PP. Mamba’us Sholihin, keadaan ini sesuai dengan usulan KH. Usman Al-Ishaqi. Karena nama suatu pondok dirasa mempunyai arti dan harapan yang penting.


Perjuangan KH. Masbuhin Faqih dalam memajukan pesantren penuh dengan dedikasi tinggi dan tanpa kenal lelah. Setahap demi setahap pembangunan pondok dilakukan, mulai dari komplek pondok sampai sekolahan. Dengan relasi yang cukup banyak, beliau mampu membuat MBS (singkatan dari Mamba’us Sholihin) lebih maju baik itu gedungnya maupun kualitaspendidikannya melalui sumber daya manusia di dalamnya.


Tepat pada tahun 1997 M, suasana duka menyelimuti pondok pesantren dan masyarakat desa Suci. Abah beliau (KH. Abdullah Faqih) wafat pada usia 77 tahun. Dengan keadaan itulah, beliau harus mengurus MBS menggantikan abahnya. Dengan kegigihan dan perjuangan keras dalam berdakwah menyebarkan agama Islam, KH. Masbuhin menjadi ulama’ yang terkenal dan disegani, tidak hanya di Indonesia saja tapi sampai ke luar negeri khususnya di negeri Hadramaut Yaman. Beliau sangat mencintai dan mengagungkan para
 dzurriyyah Rasulullah SAW (haba'ib). Hal inilah yang menjadikan beliau terkenal di negara tersebut. Dengan sifat tersebut pula, apabila ada habaib dari yaman yang datang ke Indonesia, maka beliau meminta agar bisa menyempatkan mampir ke pondok Mamba’usSholihin walaupun sebentar.


Selain berdakwah melalui ta'lim di pesantren, beliau juga sedikit berkecimpung dalam dunia politik. Hal ini tidak lain karena peran ulama begitu besar di mata masyarakat. Tepat sebelum pemilu raya
tahun 2009, para ulama’ Indonesia bersatu untuk membuat partai, hal ini dilakukan demi persatuan dan perkembangan bangsa Indonesia yang agamis dan syar’i, maka lahirlah PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama’).


Dalam partai inilah beliau ikut andil dalam percaturan politik. Hal ini tidak lain karena peran ulama’ begitu besar di mata masyarakat. Dalam mengikuti arus politik beliau sering jadi panutan dan sumber nasehat oleh para pejabat baik itu tingkat daerah maupun nasional.



Adapun dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga, beliau didampingi seorang isteri sholihah yang ta’at dan setia, yakni Nyai Hj. Mas’aini. Kehidupan keluarga syaikhuna mempunyai sejarah yang luar biasa, yang mana keduanya walaupun sudah menikah dan mempunyai anak, tapi mereka tetap saja masih nyantri di pondok Langitan dalam rangka tafaqquh fiddiin. Dari pernikahan tersebut, beliau dikaruniai oleh Allah SWT 12 anak, 9 putra dan 3 putri.

No comments:

Post a Comment