Beberapa waktu yang lalu, saya sengaja meluangkan waktu sejenak untuk mengunjungi salah satu bioskop XXI yang ada di kawasan Bekasi, untuk menyaksikan lanjutan film Harry Potter, Deathly Hallows – Part One, yang sedang diputar di bioskop tersebut.
Film ini merupakan bagian pertama dari episode terakhir, seri kisah petualangan penyihir muda Harry Potter beserta kedua orang sahabatnya, Ron Weasley serta Hermione Granger.
Saya adalah seseorang yang senang menonton film di bioskop. Namun saya bukanlah seorang penggemar dari film-film epic seperti Harry Potter. Apalagi film Harry Potter bertutur tentang kehidupan orang-orang yang belajar sihir, para penyihir, dan tentu saja tentang dunia sihir, dimana kesemuanya itu merupakan satu bentuk pola pembelajaran dan pengetahuan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip keimanan yang saya anut.
Jadi bisa dikatakan, keberadaan saya di salah satu ruang pertunjukkan bioskop XXI yang ada di Bekasi untuk menonton episode terakhir film Harry Potter, merupakan sebuah aktifitas yang berada diluar kebiasaan saya.
Adapun alasan saya menonton film ini, selain karena terkenal sebagai film box office dunia, juga karena saya tertarik dengan jalinan kisah persahabatan yang terjadi antara Harry Potter, Ron Weasley serta Hermione Granger, yang telah terbina sejak pertama kali mereka masuk dan belajar di sekolah para penyihir Hogwarts.
Well, ternyata, dari menyaksikan sebuah film, kita tidak hanya bisa mendapatkan hiburan (good to refresh your mind) atau menemukan jawaban atas segenap rasa penasaran yang selama ini ada, namun bisa juga memperoleh pelajaran hidup, atasnya. Itulah yang saya temukan saat menyaksikan film Harry Potter berjudul Deathly Hallows - Part One tersebut.
Mungkin setting seluruh serial kisah petualangan Harry Potter, tidak mencerminkan sikap hidup orang-orang yang beriman percaya kepada Tuhan. Akan tetapi film ini menghadirkan karakter peran (khususnya atas diri tiga orang tokoh utama dalam film tersebut) yang selalu berusaha menjaga nilai-nilai kebersamaan dalam lingkup persahabatan diantara mereka.
Ikatan tali persahabatan antara Harry Potter dengan kedua orang sahabatnya itu, memang terasa begitu kuat dan terbina dengan baik, meskipun terkadang mereka berbeda pendapat, berdebat sengit, serta memiliki rasa cemburu.
Kuatnya tali persahabatan diantara mereka, bukan berarti dilalui tanpa adanya konflik (pertengkaran atau perdebatan sengit) diantara mereka, utamanya, saat rasa kecewa melingkupi hati salah seorang dari tiga orang sahabat tersebut.
Bahkan pernah pula mereka marahan karena salah seorang dari antara mereka mengalami rasa kecewa teramat berat dengan pilihan sikap sahabat-sahabatnya, hingga kemudian memilih untuk menjauh sejenak, berpisah untuk sementara waktu dengan para sahabat (dalam Deathly Hallows – Part One, dikisahkan Ron Weasley sempat cukup lama pergi meninggalkan para sahabatnya, Harry Potter dan Hermione Granger).
Itulah sebabnya, semua bentuk perselisihan atau perbedaan pendapat yang terjadi antara Harry Potter, Ron Weasley, dan Hermione Granger, tidak mudah menggoyahkan ikatan tali persahabatan diantara mereka, karena mereka selalu berusaha mempertahankan baiknya hubungan persahabatan, dengan tidak membiarkannya terlalu lama mengalami kerenggangan.
Adanya perselisihan dan perbedaan pendapat, adalah hal yang biasa. Mereka tidak menganggapnya sebagai sebuah ancaman atas integritas masing-masing individu, dan meletakkan segenap perbedaan sebagai khasanah untuk dapat "mengabadikan" keutuhan tali persahabatan diantara mereka.
"Hidup ini berirama karena ada yang tidak setuju. Oleh sebab itu tidak perlu naik pitam karena ada yang tidak setuju".
(SAMUEL MULIA - Seorang Motivator dan penulis sebuah kolom di Harian Surat Kabar KOMPAS).
Beragam permasalahan yang mereka hadapi, justru semakin memperkuat hubungan emosional di antara mereka. Adanya permasalahan, tidak menghalangi tangan mereka untuk tetap terulur, siap membantu salah seorang diantara mereka yang sedang menghadapi masalah / butuh pertolongan walaupun rasa kesal atau kecewa sedang menaungi hati mereka.
Dalam menjalaninya, menjaga eratnya hubungan persahabatan, mereka letakkan sebagai sebentuk komitmen pribadi, dengan menghadirkan kemurnian hati dan ketulusan sikap.
Sikap ini mengemuka karena masing-masing pihak tetap berusaha untuk dapat menjaga eratnya ikatan tali persahabatan (sebagai sebentuk komitmen pribadi) dengan menghadirkan kemurnian hati dan ketulusan sikap mereka.
Kemurnian hati dapat ditunjukkan dengan : setiap individu yang terikat tali persahabatan, dapat menempatkan nilai-nilai toleransi serta nilai-nilai kebersamaan dalam satu kerangka pemikiran, pemahaman dan batasan sikap yang sama, sehingga tidak timbul keinginan untuk membangun karakter pribadi yang hanya mementingkan kepentingan pribadi semata.
Aktif mendorong adanya keinginan terpendam yang ingin disalurkan, hanya akan mempengaruhi cara seseorang dalam bersikap kepada yang lainnya, bahkan bisa mengintimidasi alur pemikiran orang lain. Ketika hal itu terjadi, kemurnian hati tak lagi mengemuka.
Pada banyak kesempatan, sebentuk keperdulian sikap perlu dihadirkan, untuk mendorong adanya idealisme pemikiran yang sama, sehingga tidak tertutup kemungkinan, masing-masing individu yang terikat tali persahabatan, dapat menjadi leader atas suatu pola pemikiran, dan tidak hanya bertindak sebagai seorang pengabdi semata.
Dalam hal ini, kiranya setiap pihak tetap mempergunakan hati setiap kali membuat pernyataan atau keputusan, agar kelak tidak ada pihak-pihak yang merasa disakiti / dilecehkan / diacuhkan oleh segenap isi pernyataan atau keputusan yang dibuat.
Apabila ingin dinyatakan dalam bahasa sederhana : “Lurus-lurus saja deh, dalam bersikap, gak usah berpikiran macam-macam.”
Oleh sebab itu, sudah selayaknya, segenap cara pandang seseorang terhadap persahabatan, tidak mendegradasikan adanya kesetaraan kedudukkan dan kapasitas orang lain. Caranya, dengan aktif menghadirkan beragam pola pemikiran yang kiranya bisa menginspirasi munculnya keinginan untuk memperkokoh tali persahabatan diantara orang-orang yang terikat tali persahabat.
Persahabatan memang bukan sekedar jalinan hubungan pertemanan biasa. Tingginya intensitas pertemuan, dan adanya pola komunikasi yang lebih sering terjadi, telah menghadirkan sebentuk ikatan pertemanan yang jauh lebih berkualitas, karena adanya antusiasme untuk menjalaninya.
Mungkin dalam pelaksanaannya tidaklah mudah. Akan tetapi, apabila ingin mengaktualisasikan nilai-nilai persahabatan sejati dalam jalinan hubungan persahabatan dengan orang lain, setiap orang harus bisa menempatkan diri, tidak memaksakan kehendak, dan bisa menghadirkan iklim yang kondusif dalam lingkup pergaulan diantara para sahabat.
Segenap pencapaian itu bisa diperoleh apabila ruang berpikir kita senantiasa selalu diarahkan untuk menjalani hal-hal yang bermanfaat untuk kebaikkan bersama.
Membangun persahabatan sejati, dimulai dengan menghadirkan sikap yang bersahabat, dilalui dengan tindakan yang didasari oleh kemurnian hati, dan dibalut dengan ketulusan sikap. Persahabatan sejati bisa kita diperoleh apabila ruang berpikir kita senantiasa selalu diarahkan untuk menjalani hal-hal yang bermanfaat untuk kebaikkan bersama.
So, jadilah seorang sahabat yang tidak penuh dengan basa-basi, tetapi jalanilah tali persahabatan dengan kemurnian hati dan ketulusan sikap.
A bestfriend is not tqlking qbout the perfect one, but he/she is the one who give his/her ear, eyes, mouth and heart for your happiness. (IRA RUPINA SINAGA - dedicated to LUMINARE)
.Sarlen Julfree Manurung
No comments:
Post a Comment